#2

147 2 3
                                    

Seperti biasanya saat jam makan malam tiba Afenia, Dea, dan Ananta sengaja tidak mengambil jatah makanan mereka yang telah disediakan oleh asrama.

Mereka lebih memilih menyeduh teh manis atau sesekali kopi yang tentunya berkafein rendah untuk menghangatkan tubuh yang perlahan mendingin tanpa mereka mau.

Duduk dilorong yang tak cukup Mereka duduki saat posisi mereka ingin melingkar, mau tak mau mereka duduk berjejer dengan menghadap tembok kamar Dea yang posisinya lebih dekat dengan pintu keluar, dimana angin malam bisa menyentuh pipi dan ujung hidung yang mulai terasa dingin.

Mereka membicarakan semua hal yang mereka lakukan sepanjang hari ini, tak bosan, dan tak akan mau bosan sepertinya.

"oh iya de, kan pertanyaan gue belum dijawab tuh yang soal Satria, lu ketemu dimana deh?" feni memulai pembicaraan lagi setelah sekian menit ketiganya fokus dengan ponsel masing-masing.

"diapotik depan rumah zaki, lu tau ngga fen? Kata zaki dia sering kesitu" jawab Dea.

"lah lu ngapain kerumah zaki de?" tanya feni lagi

"kepo lu! ", "yang pasti gue ngga pacaran sama dia, dan kita banyakan yah dirumah zaki, garis bawahi ba-nya-kan, jadi jangan berburuk sangka" perjelas Dea dengan wajah semeyakinkan yang dibuatnya. Lucu.

"iya iyaa yaelah siapa yang berburuk sangka si orang gue nanya doang, lu kerumah zaki ngapain? Mau ngerjain tugas kuliah? Atau tugas masa depan pedekate sama calon mertua?" ucap feni menggoda Dea. Feni suka saat Dea memasang wajah pasrah saat Feni atau Ananta menggodanya.

"oh iya ta, lu kan satu gedung tuh sama Satria, dia punya riwayat sakit atau ngga? Kaya yang sering bolos kuliah buat berobat, atau masuk keruang pengobatan pas jam kuliah gitu" tanya Dea pada Ananta.

"duuuuh ni ya De, dia tuh ngga pernah gitu-gituan, keliatan lemes kaya orang kelaperan aja ngga pernah" Ananta menjawab.

"penyakit akut elu itu mah ta" Feni menimpali.

"kaya lu ngga aja jenong, biasanya kalo lu kelaperan tuh mirip orang struk tau ngga" Ananta tak mau kalah

"elu kaya orang abis dirampok"

"elu kaya orang ga liat nasi sebulan"

"elu kaya orang abis bangun dari koma... "

"heh, brisik lagi gue siram lu berdua" Dea kini yang menjawab.

"kucing dong gue" feni mengerutkan dahi dan memutar bola matanya.

"gue masuk ah mau hagoan dan ga mau diganggu sama kalian" Dea berujar bangkit dari duduknya dan melirik afenia licik yang artinya 'ini waktunya kita beraksi' , detik berikutnya wajah feni menegang dan langsung meraih ponsel yang terletak disamping tempatnya duduk.

Afenia dan Dea masuk kedalam kamar masing-masing dengan jurus andalannya yang mirip dengan jurus seribu bayangan milik Naruto.
Berteriak bersamaan dengan suara pintu Feni dan pintu milik Dea menutup.

"YANG TERAKHIR MASUK JANGAN LUPA BERESIN TUH SAMPAH BEKAS JAJAN, hahahaha"

Feni tertawa lepas dan dipastikan Dea juga sedang tertawa lepas dibalik pintu kamarnya, hal kecil seperti ini sering keduanya lakukan bersama saat otak jahil mereka sedang bekerja, dan korbannya adalah Ananta.

"gue sumpahin yang ga bertanggung jawab jodohnya buat gue" Ananta berteriak sebal.

"IKHLAS" lagi-lagi Feni dan Dea tertawa diujung kalimat yang sudah biasa mereka ucapkan saat Ananta menyumpahinya. Menyenangkan.

***

Sudah lelah hari ini, berkutat dengan tulisan-tulisan pada buku yang tebalnya tidak wajar untuk Feni baca cukup membuat matanya terasa berat.

Ananta mahasiswi ekonomi yang cukup pintar, tetapi dia tidak pernah menunjukkan kepintarannya tersebut kepada Feni dan Dea, dia sering menjadi bahan olokankan sahabatnya.

Dia sering memasang wajah yang mirip orang kebingungan saat diam, dan saat melakukan hal bersamapun Ananta tak segesit Feni dan Dea, Ananta lebih lambat, kurang peka dan cuek. Tetapi saat Feni dan Dea menemukan soal pada game TTS yang menurut mereka susah, Ananta dengan mudah menjawabnya berkali-kali.

***

Sedangkan Dea Oriana, dia mahasiswi sastra. Dia dulu sering menyimpan rahasia saat ada sedikit masalah dikampusnya, tidak berbicara sebawel biasanya dan mengurung diri dikamar.

Lalu Feni akan menemuinya saat bunyi pintu Dea terdengar bertanda terbuka. Tanpa bertanya 'kenapa' pada Dea, Feni sudah tau apa yang terjadi, sering Feni ucapkan satu kalimat yang ampuh saat Dea kesal karna Feni sering sekali mengetahui tentang masalahnya tanpa dia bercerita,
"kan gue udah bilang, elu itu 80 persen dari diri gue De, sisanya elu yang jelek-jelek gue yang cakep-cakep".~

***

Ponsel milik Feni berdering memunculkan satu baris nama dan dibawahnya terdapat rentetan nomor, esDeaje.

"Dea? Bocah koplak" tawanya tertahan dengan tangan yang siap menerima telepon dari Dea.

"halo, kenapa De? Air abis?"

"ngga jenong, gue mau ngomong sama lu"

"tadi kan udah ngomong mulu"

"beda ini mah kastanya"

"gaya lu, apaan emang serius ya?"

"mata dia indah ya fen"

"mata siapa? Ananta? Idih geli dah"

"ck bukan Ananta pinter" "satria"

"ooohh satria, ga tau deh gue ga seteliti elu kalo natap dia, kenapa? Ga bisa tidur gara-gara satria?"

Dan ternyata dia lagi~

See you next chapter :)

Filosofi DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang