#7

39 4 1
                                    

Tak banyak percakapan yang mereka lakukan selama perjalanan menyusuri aspal basah sebab hujan pagi. Tangannya masih memegangi kedua bahu satria, karna menurutnya tempat berpegangan yang paling 'aman' mungkin disitu.
Tak lama kemudian satria membelokkan sepeda motornya pada bangunan berpagar hitam sedagu, lalu memutar kontak motor tanda mematikan mesin.
Afenia turun dan membuka pengungkit pada helm yang dia pakai "ini tempat apa sat?" tanya feni, menyerahkan helm pada satria

"tuh" satria menunjuk papan berwarna putih yang terletak didepan pada sisi kiri pagar.

"yayasan?" tanya afenia bingung
satria mengangguk

"oh iya tadi obat yang baru beli diapotik mana ya fen"

"di- tas lu bukan?"
satria membuka tas nya

"ga ada fen" satria memasang wajah sedikit panik.  "tapi boong, hehe ada nih yuk masuk"
Afenia hanya memutar bola matanya dan tertawa dengan tawa yang dibuatnya seperti biasa.

Mereka berjalan menyusuri ruang-ruang yang setiap pintunya diberi nama jenis-jenis bunga, beberapa kali satria menyapa seseorang yang afenia tebak adalah pegawai diyayasan tersebut,  satria berhenti sejenak pada pintu berwarna biru muda dengan tulisan edelwais menggantung tepat didepannya, melirik kebelakang kepada sosok afenia yang mengikutinya.

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum" satria membuka knop pintu dan mengajak afenia masuk dengan anggukan

"Wa'alaikum salam, eh rif udah dateng" jawab seseorang yang berada didalam ruangan tersebut

"iya, mah kenalin ini temen arif" afenia tersenyum menatap sosok wanita yang ada didepannya tersebut, lalu menghampirinya untuk mengenalkan diri

"afenia tante"

"halo afenia, tante ibunya arif, eh satria maksud tante" ucap wanita itu dengan senyum ramahnya yang tak pernah lepas satu detikpun, menimbulkan perasaan nyaman saat berbicara dengannya. Wanita itu adalah ibu dari satria, Nuri Wijaya.
"gitu dong rif, dibawa kesini" sambungnya

"mulai deh.. udah ah arif mau sarapan dulu yah didepan, tadi belum sempet sarapan soalnya, eh sempet si sarapan roti rasa petis" satria melirik afenia dengan menahan tawanya, sedangkan yang dilirik menatap satria dengan rasa kesalnya.

"loh emang ada?" tanya nuri melirik keduanya

"ada mah varian rasa baru, kalo pengen nyobain tanya feni belinya dimana"

"emang ada fen?" kali ini nuri menatap afenia dengan kerut didahinya

"eemm ngga ada tan, itu.. sebenernya rasa coklat sih tadi"

"kamu gimana sih rif"

"rasa coklat salah resep?" ejek satria

"satria..." afenia menatap satria dengan memohon, menurutnya memalukan saat orang lain tau tentang hal itu, memakan roti rasa coklat dengan terburu-buru sampai tersedak adalah hal yang memalukan. Roti.

"hahaha iya engga. Ngga mah, rasa coklat kok" satria menyengir pada nuri, nuri pun tertawa kecil menanggapi ulah anaknya.

"tante, feni sarapan dulu yah" pamit afenia

"iya fen, hati-hati yah.. Hati-hati sama satria maksudnya"

"eh, emang satria kenapa tante?"

"kamu udah ngga suka gigit tangan orang kan rif?" goda nuri

"mah ya ngga lah, itu kan waktu arif TK" oceh satria pada nuri. Nuri pun tertawa dan afenia pun tertawa melihat wajah satria yang sangat jarang orang lain lihat, beruntung, mungkin itu saja saat ini.

Filosofi DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang