"eh keluar lu pada, buruan!" ucap ananta sembari berlari kecil didepan pintu kamar afenia.
Namun bukan untuk memasuki kamar afen tentunya, dia masuk kedalam kamarnya sendiri yang berada didepan kamar afen, hanya dibatasi lorong berukuran dua setengah ubin besar pada umumnya.
Afenia memandangnya tak acuh walaupun ananta memberi perintah untuk afen segera keluar kamar.
"paling juga lu nemu tukang es cendol" afenia memberi jawaban tanpa minat untuk beranjak dari surga dunia yang telah lama dipunggungi, kasurnya.
"lu liat fen gue bawa apa?" tanya ananta.
"bawa dosa"
"kampret liatin tangan gue makanya"
"apaan si ta, itu HP terus kenapa?" afenia mulai sedikit bingung.
"wahai saudari-saudariku, cepat keluar atau kalian akan menyesal telah kehilangan sisa cahaya dari hari yang melelahkan ini"
kali ini bukan ananta yang membuka suara, ini adalah suara dari sahabat afen dan ananta yang letak kamarnya berada disamping ananta, Dea oriana."maksud..... Cahaya..... Ah kenapa ga bilang dari tadi sih" afen loncat dari kasurnya dan memakai pakaian yang pantas untuk keluar dari kamar,
tak lupa menguncir rambut yang sekarang sudah mirip bihun yang sudah dimasak tiga hari dibiarkan begitu saja sampai kering sendiri, lalu mengambil ponselnya diatas nakas lari buru-buru sampai ananta yang berada didepan pintu kamarnya tertabrak."feniiii, gue jatoh nih. Lagian tadi kan gue udah bilang, keluar buruan! malah dikira nemu es cendol" rengek ananta yang entah sudah berapa lama dia terduduk dilantai tanpa afenia sadari, afen atau biasa dipanggil feni hanya menengokan kepalanya dan memberi cengiran tanda feni meminta maaf kepadanya tanpa berniat membantu ananta bangkit dari posisinya sekarang.
Feni meninggalkan ananta dan langsung menuju rooftop yang tentu saja disana sudah ada Dea yang tengah sibuk dengan kameranya. Dia mengambil posisi ternyamannya seperti biasa saat dia ingin menikmati langit sore, memandang tanpa berkedip untuk sekian menit
'Jingga, benar-benar jingga' hatinya berbicara."iler tuh lapin" dea berucap mendekati feni.
"elu tuh upil nempel diujung idung, mending ambil dah sekarang, ga ngaruh juga tuh upil diujung idung ga bikin lu keliatan mancung" jawab feni tak kalah sarkas.
Dea duduk disebelah feni dengan kamera masih ditangannya dan sisa tawa yang sedari tadi dia keluarkan atas ejekan feni, sementara ananta masih sibuk dengan ponselnya yang dia gunakan untuk memotret cahaya itu.
"coba sini gue liat hasilnya" feni mengambil kamera yang berada ditangan Dea.
"lumayankan buat amatiran kaya gue?"
"yaaa... Lumayan lah buat ditaro diinstagram mah hehe"
"masa instagram sih, ini tuh selevel fotografer-fotografer yang lagi debut karir terus dia bikin pameran hasil karyanya kaya yang dijakarta itu" dea memprotes.
Feni tertawa puas melihat wajah tak terimanya, dan detik berikutnya Feni menemukan sebuah foto seseorang setelah deretan foto-foto langit sore hari ini, artinya foto itu diambil hari ini tepatnya mungkin seusai dea menuntaskan tugasnya sebagai mahasiswi.
Sosok laki-laki tinggi dengan kulit kuning gading sedang berdiri disamping sepeda gunung kesayangannya.
Wajahnya yang Feni anggap lucu dengan mata yang tak menghadap kamera tanda dia tidak sadar akan seseorang dari kejauhan sedang memperhatikannya, tangannya yang satu memegang tali tas ransel yang dia kenakan hanya dibahu sebelah kiri. Satria arif wijaya.
"oh-my-god, Satria keren banget pake kemeja gitu, mana ga dikancingin lagi, ni pasti ngode ni biar dikancingin sama gue.. Eehhh tapi- gue seharian ga ketemu sama dia, dia ga ngampus ya? Kok ini kayaknya bukan dihalaman kampus sih de? De lu ketemu satria dimana emang?" tanya Feni bertubi-tubi pada Dea.
Sementara Ananta yang mendengar nama Satria menghentikan aktivitas memotretnya yang biasa dia jadikan koleksi foto diinstagram atau wallpaper ponselnya.
"hah? Satria? Mana-mana gue liat" sambar Ananta cepat dan merebut kamera milik Dea yang berada ditangan feni.
Dan detik berikutnya.
Afenia Rahma memandang sekitar.
tak lagi jingga.'Satria Arif Wijaya, kau mencuri jinggaku' .
See you next chapter :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Diam
RandomAfenia Rahma, hanya seorang gadis yang mampu menikmati setiap situasi kecuali jatuh cinta. Memiliki dua sahabat yang berfrekuensi sama adalah keberuntungan baginya. Lalu senja, lensa, dan satria adalah bagian dari kiasan yang mempunyai ribuan makna