Comeback again

5.4K 191 8
                                    

Randi menunggu kedatangan dokter, sesekali bibirnya mengecup tangan dan wajah Citra. Jemarinya sejak tadi tak melepaskan jemari Citra. Mengucapkan beribu maaf pada sang istri.

Suara bel berbunyi, Randi bergegas berlari menuju pintu apart nya. Menyambut kedatangan dokter wanita paruh baya itu, menuntunnya menuju kamar.

Dokter itu dengan cekatan memeriksa keadaan Citra, Randi hanya memperhatikan. Namun hatinya saat ini sedang menangis dan menekan penyesalan yang amat dalam.

Melihat tubuh Citra yang lemah dan membiru seperti ini, membuat jiwanya seakan mencelos keluar. Sakit, hatinya sakit melihat belahan jiwanya dalam keadaan mengenaskan seperti ini.

Randi mendekat setelah melihat sang dokter telah selesai dengan pemeriksaannya. Wajahnya semakin tak terbaca, kecemasan semakin menggerogotinya.

"Gimana dok?"

"Istri anda hanya kelelahan, tapi di lihat dari keadaannya sepertinya ia mengalami tekanan berat, saya belum bisa memastikannya sebelum istri anda siuman. Jangan biarkan istri anda kelelahan. Dan maaf bila saya menyinggung hal yang lebih pribadi, mohon lebih pelan saat melakukan hubungan badan, saya melihat kepemilikan istri anda terluka," Randi terdiam, rasa bersalah dalam dirinya semakin menjadi. Citra seperti ini karena dirinya, itulah faktanya.

"Saya akan meresepkan vitamin untuk istri anda, diminum setiap sehabis makan. Dan usahakan istri anda meminum jus atau susu setiap pagi dan menjelang tidur," ujar dokter itu lalu memberikan secarik kertas berisi resep pada Randi.

Randi hanya menerimanya dengan diam, pikirannya masih tertuju pada keadaan Citra saat ini.

Dokter itupun pamit pergi, sebelum pergi ia mengatakan pada Randi untuk ke rumah sakit besok, bersama istrinya, untuk pemeriksaan lebih lanjut. Randi mengantar dokter itu sampai depan pintu apartnya. Lalu berjalan kembali memasuki kamarnya, menatap sendu wajah pucat Citra.

Randi meraih ponselnya lalu menelfon Rano.

"Ambilin resep obat di rumah sakit bokap gue," ujar Randi to the point.

"Lah... Siapa yang sa..." Belum sempat Rano melanjutkan kata-katanya, Randi sudah terlebih dahulu memutus sambungannya.

Randi berjalan menuju ranjang, ikut bergabung bersama Citra. Matanya terus memperhatikan wajah pucat Citra. Beribu maaf terus terucap dalam hatinya sejak tadi. Jemarinya kembali menggenggam jemari Citra. Sesekali mengecup dalam tangan itu. Mengucapkan maaf dan penyesalannya.
Randi meletakan kepalanya pada ceruk leher Citra, menghirup dalam aroma vanilla yang menguar dari tubuh istrinya. Sesekali bibirnya mengecup basah leher jenjang yang penuh dengan tanda kepemilikannya itu. Randi terus bertahan dalam posisinya, hingga tanpa sadar ia ikut bergabung bersama Citra ke dalam alam bawah sadarnya.

***
Drttttt... Drttttt...
Getaran ponsel yang begitu keras akhirnya membangunkan Randi dari tidurnya.

"Apa?" Tanpa basa-basi ia menjawab panggilan itu.

"Gue udah di depan apart lo!" Sarkas seorang pria di sebrang telfon.

"Masuk aja, pin nya 19052018," ujar Randi, lalu mematikan sambungannya.

"Bangsatt emang ni es batu!" Erang marah Rano di depan pintu apart Randi.

Rano berjalan memasuki apart Randi, netranya langsung disapa oleh pemandangan Randi dengan muka bantalnya yang sedang berjalan menuju meja pantri di dapurnya.

"Mana?" Tanya Randi.

"Nih!" Ketus Rano. Ia masih kesal dengan Randi. Apa- apaan ini? Kenapa dia meminta tolong tapi seakan memerintah? Sialan memang!

"Udah sana balik," ujar Randi santai lalu berlalu menuju kamarnya. Ia meninggalkan Rano yang terdiam dengan wajah kebingungannya. Bagaimana ia tak bingung? Belum duduk pun ia sudaj di usir keluar.

"Bangsatt lo Ran!" Murka Rano.

"Berisik anj! Istri gue lagi istirahat!" Balas Randi dengan ekspresi datarnya.

"Kasih minum atau apa kek anj!" Sarkas Rano.

"Lo punya tangan kan? Gunain! Noh kulkas gede!" Sarkas Randi lalu memasuki kamarnya.

"Bangsat emang!" Geram Rano. Ia akhirnya berjalan menuju kulkas dan mengambil segala sesuatu di kulkas lalu pergi begitu saja dari apart Randi.

"Biar tau rasa lo anj!" batin Rano penuh dendam.

Randi kembali membaringkan tubuhnya di ceruk leher Citra. Sesekali ia menatap wajah damai Citra. Kembali merasakan sesal dan marah pada dirinya sendiri.

Randi terus menatap wajah cantik istrinya itu, hingga netranya bertemu langsung dengan netra coklat terang milik Citra. Citra melebarkan matanya saat melihat Randi di hadapannya. Secara refleks Citra mendorong tubuh Randi menjauh. Menciptakan guratan kebingungan bercampur marah pada wajah Randi.

"Kamu udah bangun sayang?" Randi mengalah, ia memilih meredam emosinya dan menyapa Citra dengan suara lembutnya.

"Hmm," seakan tak ingin berlama-lama dengan suaminya itu, Citra memaksa untuk bangun namun tak dapat ia pungkiri, ia merasa amat sangat pusing langsung menyerang kepalanya.

"Mau kemana?" Ujar Randi, wajahnya jelas menunjukkan kekhawatiran.

"Lepasin! Jangan deket-deket! Aku mau pergi!" Citra berteriak histeris. Kemarahan dan kekecemawaan jelas mendominasi dirinya. Bahkan mungkin ada unsur ketakutan di dalamnya.

"Pergi?" Tanya Randi pelan, lagi-lagi ia mencoba menetralkan emosinya.

Citra tak membalas pertanyaan Randi, ia justru berjalan mendekati pintu dengan sekuat tenaganya. Sakit di kepalanya semakin menjadi saat ia memaksa tubuhnya untuk bergerak.

"Maksud kamu apa?! Pergi? Pergi kemana?!" Habis sudah kesabaran Randi, ia meninggikan suaranya. Berjalan menyentuh pundak Citra secara kasar.

"Lepasin!" Sarkas Citra, ia mendorong tubuh Randi agar menjauh darinya.

"Jawab dulu pertanyaan aku, pergi kemana?"

"Kemana aja yang penting ga ada iblis kaya kamu!"

Kesabaran? Ah Randi hanya punya sedikit stok dalam dirinya. Ia murka mendengar Citra ingin meninggalkannya.Tak pernah ia bayangkan sekalipun ia akan ditinggalkan sendiri oleh Citra. Tidak! Tidak akan ia biarkan Citra pergi!

Randi memeluk tubuh Citra, ia mencoba meredam emosinya. Ia tak ingin kembali menyakiti istrinya ini. Namun Citra terus memberontak dalam pelukannya dan terus mengucapkan ia akan pergi dari Randi. Hingga akhirnya kesabaran pria itu telah menguap dan emosi kembaluli menguasainya.

Kalut, kembali kalut, dengan emosi membara, Randi menarik Citra ke kamar mandi dengan kasar, tak peduli keadaan sang istri yang masih lemas dan terseret di lantai.

Hallo gengsss...
Maap aku baru updatee...
Penyakitt kemageran yang hadir tanpa diminta haha...
Maap kalo makin gajelass gaess:"
Voment yaa:)

My Psychopath HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang