PROLOG

64 2 0
                                    

Dalam hidup ada banyak sekali perbedaan, dan selalu berkesinambungan dalam satu poros, saling berdekatan.

Dalam hidup semua tau bahwa ada hitam ada putih, ada tangis ada tawa, kadang menemukan dan kadang kehilangan.

Tapi memang begitu cara semesta berkerja, bukan? Selalu mempermainkan segala aspek takdir seolah hanya candaan.

Iren tidak pernah meminta banyak hal dalam hidupnya, ia hanya ingin merasakan apa arti memiliki yang sesungguhnya, hanya itu.

Iren sudah banyak kehilangan sepanjang ia hidup. Kehilangan ibu dan Ayah, kehilangan masa kecil, kehilangan sahabat, bahkan ia telah kehilangan arti dia hidup di dunia ini.

Semua berawal dari hari ulang tahun Iren yang ke-delapan . Iren sangat ingat, itu Hari jum'at. Hujan deras dan petir saling bersahut-sahutan.

Sebelumnya, jauh sebelum hari ulang tahunnya. Ayah Iren sudah berjanji akan mengajak Iren dan Ibunya berlibur ke puncak. Mereka akan piknik disana. Iren tidak sabar menyambut hari itu. Ia tidak sabar bisa menghabiskan waktu bersama Ayah dan Ibunya.

"Pokoknya, Iren mau piknik, mau piknik." Iren kecil merajuk. Matanya merah menandakan ia habis menangis.

Ayah Iren tersenyum lembut, sambil mengusap puncak kepala anaknya.

"Besok ya. Ayah janji. Diluar hujan"

Iren memberontak, "Gak mau. Ayah kan udah janji. Hari ulang tahun Iren mau ajak Iren piknik. Mau sekarang Ayah. Gak mau besok."

Mata Iren berkabut karena air, menatap ibunya yang sedari tadi diam. "Mama. Mau sekarang, gak mau besok" ucapnya memohon.

Melihat itu Ibunya merasa tak tega. Dan entah bagamana jelasnya, Ayahnya akhirnya menyetujui bahwa mereka akan berangkat.

Iren sangat senang. Gadis kecil itu sangat bersemangat memasukan barang barangnya yang akan dibawa kedalam mobil. Iren sudah menyusun rencana hal apa saja yang akan ia lakukan disana. Pasti sangat menyenangkan bermain disana.

Namun, bukan bahagia yang Iren dapat, melainkan pilu yang tidak berujung.

Hari itu, hujan deras, jalanan licin. Hari itu, mobil yang Iren dan orangtuanya naiki mengalami kecelakaan. Semuanya menjadi kacau, hanya samar samar yang Iren ingat. Tapi yang jelas, hari itu, Ayah dan Ibunya tidak selamat.

Iren menyesal. Seharusnya ia tidak memaksa. Seharusnya hari itu tidak perlu ada yang ke puncak. Mungkin bila ia mendengarkan perkataan Ayahnya, tidak akan ada yang pergi. Seharusnya orangtuanya masih hidup. Iren menyesal. Kenapa dulu ia sangat keras kepala. Orang tuanya pergi itu karena Iren.

Sejak saat itu, Iren lupa rasanya dicintai, Iren lupa rasanya kehadirannya diinginkan, Iren lupa rasanya ada yang menyambutnya ketika pulang sekolah, iren lupa rasanya diucapkan selamat ulang tahun, bahkan Iren lupa kapan terakhir kali ia merasa bahagia.

Di ulang tahunnya yang ke tujuh belas, Iren hanya ingin merasa dicintai. Cukup itu saja. Apakah terlalu muluk harapannya itu? Apakah terlalu sulit untuk semesta mengabulkannya? Apa Iren tidak pantas? Tapi kenapa? Iren hanya ingin bahagia.

Better With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang