“Sometimes you just distance yourself from people. If they care, they'll notice. If they don't, you know where you stand”—unknown=====
Iren sulit terlelap. Jejak-jejak Agam masih membekas di kepalanya. Jelas dan sulit terhapuskan. Ia tidak mengerti mengapa Agam melakukan itu. Tidak tahu apa yang cowok itu pikirkan. Bagaimana kalau Binar tau? Iren tidak mau ia sampai menyakiti hati sahabatnya.
Iren bertekad, mulai besok ia akan menghindari cowok bernama Agam. Kalau bisa mereka tidak usah bertemu dulu. Tapi itu sangat tidak mungkin. Iren dan Agam satu kelas. Dan jangan lupakan fakta bahwa Binar juga ada di kelas yang sama.
Bayangan saat Agam menciumnya kembali menyergap pikirannya. Iren sangat benci mengakuinya kalau ia senang saat-saat bersama Agam. Cowok itu tau bagamaimana memperlakukan seorang perempuan dengan baik. Dan itu membuat Iren lupa diri.
Iren mengacak rambutnya frustasi. Ini gila. Iren yakin bahwa ia mulai gila. Bagaimana mungkin pikiran kotor itu bisa singgah dikepalanya.
Iren berdecak kesal. Turun dari ranjangnya. Ia harus minum, tenggorokannya kering. Mungkin bila minum, bisa menenangkan pikiran kacau Iren.
Saat ini hampir tengah malam. Semua lampu sudah dimatikan. Iren yakin, kalau Vera dan Hardam sudah tidur.
Iren membuka kulkas. Dan menuangkan minuman kedalam gelasnya.
"Belum tidur?" suara familiar itu terdengar diantara kegelapan.
Iren tersentak. Sontak gelas yang ditangannya terjatuh begitu saja. Iren menoleh kesumber suara. Disana, Vera sedang duduk menatap Iren.
Iren kebingungan, menatap gelas yang jatuh dan Vera, bergantian.
Tanpa disuruh, Iren berjongkok dan mencoba membereskan semua serpihan kaca akibat gelas yang ia jatuhkan.
“Biar Tante aja yang beresin.” Vera mendekat.
Namun, seolah tidak mendengar Iren tetap memunguti serpihan gelas itu. “Aw.” telunjuk Iren tidak sengaja mengenai serpihan yang tajam.
Dengan cepat Vera meraih tangan Iren, “Tangan kamu berdarah. Kan Tante udah bilang, biar Tante aja yang beresin.” ucapnya khawatir.
Iren menarik tangannya, “Iren nggak apa-apa kok, Tante.”
“Sini biar Tante obatin dulu, biar darahnya berhenti.”
Iren menggeleng, “Iren baik-baik aja, kok.” kata Iren. Lebih tegas dari sebelumnya.
“Ren...” Suara Vera memohon.
“Iren balik ke kamar dulu.” tanpa menunggu jawaban, gadis itu buru-buru pergi meninggalkan Vera yang masih berjongkok di depan serpihan gelas yang masih berantakan.
Iren mengunci pintu kamarnya. Iren tahu, selama ini Vera mencoba memperbaiki hubungannnya dengan Iren. Tapi Iren tidak mau peduli. Semua sudah terlanjur, dan sesuatu yang rusak tidak akan pernah bisa diperbaiki seperti semula, begitu juga hatinya.
Iren saat itu memang masih berusia delapan tahun. Tapi, ia sudah cukup mengerti maksud dari kalimat Vera saat itu. Kejadian itu masih sering terbayang dikepala Iren, sangat jelas. Iren tahu, hubungannnya dengan Vera tidak akan pernah membaik. Berada didekat Vera seoalah menguak luka lama. Jadi, sebisa mungkin Iren harus menghindari Vera.
***
Tadi, saat bel istirahat berbunyi, Binar langsung menyeret Iren menuju kantin. Iren tidak bisa menolak lagi. Terpaksa ia menuruti keinginan cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better With You
Teen FictionIren telah kehilangan banyak hal sepanjang ia hidup. Ia kehilangan Ayah dan Ibunya disaat usia delapan tahun, kehilangan kebahagiaan, kehilangan sahabat, dan kehilangan cinta pertama. Agam Wijaya adalah orang yang tidak boleh Iren cintai. Mana boleh...