BAB EMPAT

26 1 0
                                    


"Terkadang kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan karena tidak ada. Tapi karena kita mencari di tempat dan waktu yang salah"

====

Suasana sangat mencekam saat pertama kali Iren menginjakan kakinya ke dalam gudang itu. Ruangan itu pengap, dan minim cahaya, bahkan bisa dibilang nyaris gelap. Cahaya yang masuk hanya berasal dari fentilasi udara, yang jumlahnya tidak banyak.

Di dalam, ada banyak barang-barang yang sudah tidak terpakai, berserakan disembarang tempat. Ada banyak tumpukan buku dan kertas yang berantakan, kursi rusak, kardus-kardus yang Iren tidak tau apa isinya. Banyak sarang laba-laba diruangan ini. Iren yakin, bahwa di ruangan ini juga ada kecoa dan juga tikus.

Iren mendesah frustasi. Bahkan ia bingung harus mumulai dari mana membereskan ini semua.

Iren menoleh kesamping, dimana Agam berada. Wajahnya menunjukan sama frustasinya dengannya.

"Kayanya, kita harus mulai beresin ini semua dari sekarang deh, biar cepat selesai." guman Iren.

Agam mengangguk. Kemudian cowok itu menekan saklar lampu yang berada di tembok tepat disampingnya. Ternyata setelah dihidupkan, lampunya tidak membantu sama sekali. Hanya pencahayaan remang-remang yang dihasilkan satu lampu diruangan ini.

Iren bisa melihat betapa berantakannya gudang ini. Wajar saja, gudang ini tidak tersentuh. Tidak ada yang pernah kemari, bahkan walaupun untuk sekedar mebereskannya. Padahal kabarnya, gudang ini akan di ratakan dan akan beralih dibuat taman sekolah yang bisa lebih bermanfaat. Lalu untuk apa beresin ginian? Kalau ujung-ujungnya bakal di acak-acak juga. Pak Wahyu memang tidak main-main bila memberikan hukuman.

"Wah... gila. Bener-bener nggak waras, mana bisa kita beresin ginian." Agam mengumpat.

Iren hanya menghela napas. Sebenernya dari tadi ia mencoba mentralkan detak jantungnya yang menggila. Rasa gugup itu tidak terhindarkan saat ia hanya berdua saja dengan Agam. Iren benci dengan dirinya sendiri, karena ia sama sekali tidak bisa mengendalikan perasaannya. Semua itu diluar kuasanya.

Iren mulai dengan tumpukan buku yang ada didepannya. Sangat kotor, dan debu ada dimana-mana. Iren membersihkan, dan mulai menata buku-buku tersebut.

Agam hanya berdiri ditempatnya, hanya memperhatikan.

Iren menoleh, "Dari pada lo diem, mending lo bantuin gue, biar cepat kelar."

Tidak lama, Agam ikut bergabung. Membereskan tumpukan buku yang tidak beraturan. Saking kotornya, cowok itu sampai batuk akibat debu yang ada disitu.

Iren tertawa kecil, "Nggak pernah bersih-bersih, huh." Iren menyindir. Mencoba mencairkan susana yang canggung.

Biar bagaimanapun Agam adalah pacar sahabatnya. Dan hanya berdua dengannya cukup membuat susana menjadi canggung, terlepas dari perasaan Iren terhadap cowok itu.

"Semua orang nggak bakal pernah beresin ginian. Kita doang ini, kerajinan." balas Agam. Ia mulai menyingkirkan kursi rusak yang tidak beraturan.

Iren tertawa.

Kemudian Agam berhenti. Ia menatap Iren lekat.

"Jangan ketawa." kata Agam.

Tawa Iren lenyap. Menatap bingung Agam, "Kenapa?" tanyanya.

"Ketawa lo bagus. Orang yang lihat bisa jatuh cinta. Bahaya!" Kata Agam, raut wajahnya terlihat sangat serius.

Iren memalingkan wajahnya. Pipinya memamans. Iren yakin bahwa sekarang pipinya sudah merona. Jantungnya semakin berdetak cepat. Astaga! Iren tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri. Kenapa juga Agam mengatakan kalimat semacam itu. Iren tahu bahwa Agam tidak serius. Tapi tetap saja rasanya aneh.

Better With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang