BAB TIGA

26 1 0
                                    

"We don't meet people by accident. Everyone is meant to cross our path for a reason."-unknown

====

Bel istirahat berbunyi. Iren membereskan buku-buku dan memasukan kedalam tasnya. Teman-teman sekalasnya begitu sigap keluar dari kelas.

"Gue mau ke kantin." Binar berkata tanpa ditanya.

Binar menatap Iren kemudian mengangkat alisnya, seolah bertanya.

"Gue mau ke perpustakaan." jawab Iren singkat.

Iren mengeluarkan kotak bekal yang ia bawa. Isinya ada dua potong sandwich yang ia bawa dari rumah. Rencananya, Iren akan makan siang di perpustakaan. Alasan Iren setiap hari bawa bekal adalah karena Iren malas ke kantin kalau tidak sedang kepepet. Serius, suasana kantin itu bukan tipikal Iren banget. Ramai dan berisik. Hal itu yang sebisa mungkin selalu Iren hindari.

"Lagi?" Binar menatap Iren heran. Iren menganggukan kepalanya dengan mantap.

Ekspresinya Binar saat ini sulit dijelaskan. Perpaduan antara kesal, memelas, dan jengah. Kadang Iren heran, dengan ekspresi absurd seperti itu, Binar tetap terlihat cantik.

"Ke kantin aja bareng gue, ya. Gue yang traktir, deh." Binar membujuk.

"Males, Bi. Rame, bikin sumpek."

Binar memutar bola matanya, "Lo kayaknya harus bener-bener belajar bersosialisasi. Kalo nggak mau rame, kenapa lo nggak sekalian pindah ke hutan aja." sindir Binar.

Bukannya tersinggung, Iren malah tertawa kecil.

"Kenapa lo nggak bareng Agam aja sih tadi?" tanya Iren.

"Lo gila apa! Agam pasti gabung sama Dimas. Males gue, mulut Dimas bocor banget. Yang ada gue belum sempet makan, mulut itu anak udah mulai nyinyir kemana-kemana. Jadi, enggak deh."

Iren membenarkan perkataan Binar. Dimas adalah manusia paling bocor mulutnya dikelasnya, padahal dia cowok. Kerjaanya cuma bisa ngatain orang, terutama hal yang menurutnya aneh.

Contohnya, Dimas pernah menegur Desi karena menurutnya warna lipstik Desi sangat mencolok.

"Woy, Des. Merah bener itu bibir. Mirip kayak tante-tante, mau ngelenong dimana lo?" katanya saat itu. Sangat jelas tanpa diperhalus sama sekali.

Sontak saja Desi merasa malu, apa lagi saat itu Dimas berbicara didepan kelas persis dihadapan semua teman sekelasnya. Besoknya, Desi tidak pernah memakai lipstik warna itu lagi. Kapok.

"Gue nyusulin Freya aja deh, kalo lo nggak mau." kata Binar. Kemudian ia beranjak berlalu menuju kantin.

***

Di perpustakaan, suasananya sangat hening. Nyaris tidak ada tanda-tanda kalau ada orang.

Perpustakaan sekolahnya ini cukup besar. Banyak rak-rak buku berjejer dan sudut sudut yang tidak terlihat. Buku diperpustakaan ini sangat lengkap, tapi sayangnya tidak dimanfaatkan dengan baik.

Di lihat dari perpustakaan ini yang sangat sepi, dan sangat jarang dikunjungi murid-murid sekolahnya, kalaupun ada tidak akan terlihat karena perpustakaannya yang luas.

Karena terlalu sepi, di perpustakaan ini jadi 'bebas'. Asal tidak berisik maka tidak akan ketahuan. Seperti Iren, yang selalu makan siang di sini. Petugas perpustakaannya pun sangat cuek, ia tidak akan memperhatikan apa yang dibawa anak-anak saat masuk. Terlalu cuek, sering kali Iren mendapati petugas perpustakaannya ketiduran. Karena itu, tidak jarang perpustakaan ini juga salah digunakan buat tempat pacaran. Tidak akan ketahuan.

Better With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang