Mungkin, bila Iren tidak pernah merayakan ulang tahun yang ke-Delapan, semuanya akan baik saja. Mungkin, sekarang ia sedang dimeja makan bersama kedua orang tuanya. Berbagi tawa, menceritakan bagaimana ia melewati harinya.
Tapi itu hanya gambaran ilusi yang ada kepala Iren. Semuanya sudah terjadi, dan tidak ada yang bisa merubah takdir, sekalipun Iren ingin sekali takdirnya berputar.
Iren selesai menaruh piring terakhir dimeja makan. Sarapan selesai ia buat. Gadis itu mengambil dua potong sandwich dan manaruhnya dalam kotak bekal kecil miliknya. Setelah semuanya benar benar siap, Iren mamasukan bekal kedalam tasnya, lalu mamakai sepatu dan bergegas berangkat ke sekolah.
Sekarang masih pagi sekali. Mungkin kebanyakan anak seusianya bahkan belum bangun. Tapi Iren sengaja berangkat pagi sekali, gadis itu menghindari Vera. Iren menghindari susana canggung dengan tantenya itu. Iren yakin bahwa Vera juga tidak ingin melihatnya.
Dulu, Vera adalah orang yang baik. Menurut Iren, dulu Vera adalah tante terbaik di dunia. Namun itu dulu, sekarang semuanya sudah berubah, sejak kedua orang tua Iren meninggal. Iren merasa Vera bukan seperti orang yang ia kenal, Vera berubah layaknya orang asing.
“Ren...” Vera tiba-tiba muncul masih mengenakan piyama, ia baru bangun tidur. Milirik jam di dinding, “Kamu mau langsung berangkat? Masih terlalu pagi. Nggak mau bareng Om Hardam sekalian berangkat ngantor. Atau nanti Tante antar.”
Palsu. Itu yang selalu ada di benak Iren setiap kali berhadapan dengan Vera.
Iren tersenyum kikuk, “Nggak usah. Biar Iren berangkat sekarang aja.”
“Sarapan udah?”
“Udah. Iren juga udah siapin buat Tante sama Om Hardam. Iren bawa bekal.”
“Seharusnya biar Tante aja yang––” belum selesai Vera bicara, Iren sudah lebih dulu menyela. “Iren berangkat dulu, Tan.” kemudian ia berbalik dan pergi.
Iren tau kalau Tantenya itu sedang mencoba memperbaiki sesuatu. Mencoba mengembalikan semua seperti semula. Namun percuma, hal yang sudah rusak tidak akan pernah kembali seperti semula.
Vera adalah adik kandung dari Ayah Iren. Keluarga satu-satunya yang Iren punya. Karena, ibu Iren anak tunggal dan orangtuanya meninggal saat Iren masih usia 2 tahun. Vera sudah menikah dengan laki-laki baik bernama Hardam. Tapi selama dua belas tahun pernikahan, keduanya belum juga dikaruniai seoarang anak.
Semenjak orang tuanya meninggal, Iren resmi tinggal dengan Vera dan Hardam. Awalnya semua kelihatan baik-baik saja. Namun, setelah tepat sebulan Iren tinggal dengan keduanya. Semuanya berubah. Vera merubah segalanya. Dan sejak saat itu, Iren tidak akan pernah memandang Vera sebagai Tante yang selalu baik hati seperti saat orang tuanya masih hidup. Vera itu palsu. Dan Iren benci.
Hari itu, Iren masih berusia delapan tahun. Belum terlalu mengerti banyak hal. Namun Vera berhasil membuatnya gemetar karena rasa takut, dan kadang ketakutan itu masih sering hinggap di kepala Iren.
Saat itu, Iren menangis sepanjang hari, dan bersembunyi dibawah meja makan.
Dulu, saat Iren menangis dibawah meja, Hardam lah yang menenangkannya.
“Iren, mau ikut Om beli eskrim?” Om Hardam mengintip dibalik meja makan, dimana tempat persembunyian Iren menangis.
Saat itu Iren hanya menggeleng, tapi Hardam tidak menyerah. Pria itu terus membujuk sehingga Iren mau keluar, dan berhenti menangis. Hardam mengajak Iren jalan-jalan dan membelikannya eskrim sampai ia lupa alasannya menangis.
Hardam itu pria baik. Pria itu memperlakukan Iren seperti anaknya sendiri. Iren sempat heran, kenapa orang sebaik Hardam bisa menikah dengan orang seperti Vera. Seharusnya Hardam pantas mendapatkan yang lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better With You
Teen FictionIren telah kehilangan banyak hal sepanjang ia hidup. Ia kehilangan Ayah dan Ibunya disaat usia delapan tahun, kehilangan kebahagiaan, kehilangan sahabat, dan kehilangan cinta pertama. Agam Wijaya adalah orang yang tidak boleh Iren cintai. Mana boleh...