Petir seakan menyambar di atas kepalaku karena terkesiap mendengar pengakuan Rendi.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaanku ini.
"Aku nggak percaya."
"Percayalah sama aku, Din."
"Udah. Kita putus ya putus. Aku nggak mau balikan sama kamu lagi."
"Tapi, Din."
"Sana pergi!"
"Dini!"
"Pergi!"
Dini mengusir Rendi. Aku hanya bisa terdiam menyaksikannya. Dini mendorong Rendi sampai Rendi nyaris terjatuh. Rendi mampu menyeimbangkan tubuhnya.
"Maaf, Dini."
"Pergi!"
"Ya, aku pergi!"
"Jangan kembali lagi ke sini! Juga bawa selingkuhanmu! Aku muak melihat mukanya!"
Aku terkena imbasnya. Rendi meraih tanganku dan menyeretku dengan kasar lagi. Ia memasukkan aku ke mobilnya.
"Hei, kamu kasar banget, Rinan!" semprotku marah.
"Aku bukan Rinan! Tapi, namaku Rendi!" timpal Rendi membungkukkan badannya di dekat pintu mobil. "Karena kamu udah jadi orang ketiga di hubunganku sama Dini, kamu harus nanggung akibatnya."
"Apa?"
"Kamu harus jadi pembantuku dan tinggal di rumahku selama sebulan ini!"
"Jangan main-main!"
"Aku nggak main-main! Aku serius!"
"Rinan!"
Aku membentaknya. Rendi melototiku.
"Aku bukan Rinan! Ingat itu!"
Pintu terbanting keras lagi. Aku ketakutan karena Rendi mengamuk. Rendi masuk ke mobil dan mengendarai mobilnya dengan kecepatan gila.
Mobil merah itu berlalu meninggalkan kost. Dengan terpaksa, aku harus menuruti permintaan Rendi.
Ini semua gara-gara Cheri, batinku yang kesal.
***
Mobil yang dikendarai Rendi berhenti di sebuah rumah elit bertingkat dua yang bercat krem-putih. Tepat di depan garasi, kami turun dari mobil.
Lagi-lagi Rendi menyeretku kasar saat masuk ke rumah. Aku memberontak, ingin melepaskan diri darinya.
"Rendi, lepasin aku!" teriakku.
"Diam!" bentak Rendi.
"Lepasin!"
"Bisa diam nggak sih?"
"Rendi!"
Aku terus memberontak tapi Rendi tidak mau melepaskan aku. Aku terus diseret sampai di kamar yang ada di lantai dua.
Di kamar ini, Rendi melepaskanku. Aku menjauh. Menatapnya dengan penuh kebencian.
"Kamu orangnya kasar! Beda sama Rinan yang kukenal dulu!" semprotku dengan nada yang kesal.
"Rinan lagi. Rinan lagi!" ucap Rendi yang juga kesal. "Udah kubilang, aku ini bukan Rinan! Aku nggak kenal kamu, tahu!"
"Masa?"
"Beneran."
"Nggak mungkin."
"Aaah. Kamu keras kepala ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ombrop(luv)iaphile Phobia (sudah terbit)
Teen FictionDiterbitkan oleh At Press Sumatera Sesuatu menghantam atap, membuat suasana semakin menegangkan. Aku hendak berlari menuju rumah, tetapi tiba-tiba muncul suara yang mencegatku. "Hei, tunggu!" Seorang laki-laki berpakaian serba hitam dan memegang p...