• BAB 10 : PHOTOBOX •

54 27 37
                                    

Hal konyol emang jago banget ya buat pikiran penat hilang dengan tiba-tiba.
-Cahaya Senja

***

A/n : a long chapter. Slowly aja bacanya. HAPPY READING! 💙

Setelah kejadian kemarin, yang katanya aku budek, kami akhirnya pulang bersama dengan muka jengkel yang terpancar di wajah Fajar. Ngomong-ngomong wajahnya lucu saat jengkel. Hehehe.

Aku juga gak tau kenapa dia jengkel, masa karena aku budek ... dia jadi semarah itu? Yang benar saja.

Hari ini adalah hari weekend, aku berniat untuk ke mall, me-refreshing diri sendiri. Tapi tiba-tiba Rona menge-chat. Mengajak bermain juga. Akhirnya kami setuju untuk nge-mall bersama-sama.

Aku pun bersiap-siap mandi dan men-charge ponsel, mengisi daya baterai yang sudah low.

Pilihan pakaianku jatuh kepada kaus berwarna kuning dengan cardigan yang dipadukan dengan celana kulot hitam stripe putih, dan tak lupa mengkucir kuda rambutku yang panjangnya sepunggung.

Setelah siap dengan outfit hari ini, aku pun menyemprotkan parfum yang beraroma fresh ke bajuku, dan memoles wajah dengan bedak tipis, dan di akhiri dengan mengambil sling bag yang tergantung di belakang pintu kamar.

Simple. Keadaanku sudah siap dan rapi, tinggal meminta izin ke Ibu negara dan meminta sedikit tambahan uang pegangan. Hehehe.

"Mah, aku pergi dulu ya," pamitku kepada Mamah yang sedang menonton televisi yang menyiarkan acara talk show.

"Mau kemana emangnya kamu?" tanya Mamah kepadaku, tetapi pandangannya masih belum lepas dari layar televisi.

Aku yang sambil mengambil flat shoes di tempat sepatu pun menjawab pertanyaan tersebut, "Mau quality time sama Rona, Mah. Jenuh nih, jadi mau refresh otak," jelasku sambil memasang flat shoes di kedua kaki.

"Oh ya udah, jangan malem-malem ya baliknya," balas Mamah yang sudah mulai menatapku, karena layar televisi sedang menyiarkan iklan. Ternyata kalau iklan, mata Mamah bisa beralih juga dari layar televisi.

"Yah Mamah," cengirku memberi kode, "masa gak peka sih?" ucapku sambil tersenyum semanis mungkin kepada bendahara keuanganku.

"Peka apaan? Kan udah mamah izinin, ya udah pergi aja." Mamah masih bertahan dengan sikap pura-pura tidak pekanya itu.

"Bagi tambahan uang jajan dong, Mah." Aku mengucapkan secara blak-blakan. Jika kode tak mempan, maka blak-blakan adalah jurus terakhir.

"Yeh, daritadi muter-muter, ujung-ujungnya duit juga," kata Mamah sambil bangkit dari kursi dan mengambil uang dari dompet, "ini uang tambahannya, tapi kalo pulangnya kemaleman ... besok jangan harap dapet duit jajan ya." Aku menatap ngeri karena ultimatum yang diberikan bendahara keuangan kepadaku. Membayangkan apa rasanya jika ke sekolah tanpa memegang sepeser uang.

Aku pun menerima uang tambahan dari Mamah dengan senyum lebar dan menyium punggung tangannya bersiap-siap untuk on the way. "Sip, Ibu negara. Berangkat ya, bye Mamah."

"Iya, hati-hati."

***

Akhirnya aku turun dari ojek online. Setelah membayarnya dan memberi rating, aku langsung membuka aplikasi WhatsApp, mengecek kabar terbaru dari Rona.

Hurt LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang