❄️ BAB 03: Tidak Baik-Baik Saja

4.9K 1.1K 187
                                    

Judul: Semusim Di Praha
Oleh: Sahlil Ge
Genre: Spritual, Slice Of Life
Alur: Maju-Mundur (Dulu dan Sekarang)

Diunggah pada: 9 Mei 2019 (BAB 3)
Bagian dari 'Antologi Semusim' (Winter).

Hak Cipta Diawasi Oleh Tuhan Yang Maha Esa.

***

Jangan lupa ramaikan dengan komentarmu. Dan kasih bintang juga tentu saja. 😉

***
Bab 03 - Tidak Baik-Baik Saja

***

Indonesia - Musim Hujan
[Sekarang - Astrid Pramesti]

...

Tes ... tes ... satu, dua.
Oke, gini.

Aku dan Sultan nggak pernah sekali pun yang namanya berantem hebat. Jujur, udah lebih dari sewindu menikah ―nyaris satu dekade malah― nggak ada dalam percakapan kami itu meninggikan suara untuk bertengkar, atau pun mengatakan hal-hal yang disesalkan setelahnya. Itu nggak. Kalau saling ngambek mungkin pernah. Kayaknya aku deh yang paling sering ngambek.

Punya masalah? Ya jangan ditanya. Menikah itu kayak rujak. Sepaket sama manis-asem-pedes-asin-pahit plus terasi baunya juga. Bukan cuma bitter-sweet doang. Dan hampir setiap ada konflik, aku akui, itu berasal dari aku. Look, we often have disagreements, but when we discuss things, we do with love and respect in our voices.

Kalau ada yang bilang nikah muda itu enak dan indah banget, sini, aku jitak ubun-ubunnya pake buku nikah. Plislah jangan kemakan kisahku sama Sultan atau kisah indah lainnya tentang nikah muda. Kelihatannya aja yang kayak sweet banget bisa gandengan sama suamih, haha-hihi nggak dosa, cubit sana cubit sini, ibadah bisa bareng, tapi itu memang aku akui cuma 'kelihatannya'. Okelah pengecualian untuk urusan ibadah. Dan siapa saja jangan coba-coba untuk memberi penilaian atas dasar 'kelihatannya' saja. Seperti kata Sultan tiap kali ngasih mentahan fail bukunya ke aku, "Jangan nilai bukuku dari satu bab yang kamu baca." Pun sama halnya kehidupan kami, jangan anggap indahnya saja dari satu penggalan episode manis yang kami alami. Khusus ini aku bakal cerita panjang nanti.

Kriteria pasangan mungkin hampir semua cewek pasti sama, ya. Imannya, hartanya, silsilahnya, bentuk jempol kakinya, suka mainin ketek atau kagak, atau apa aja deh yang jadi spesifikasi idaman. Tapi, menurut aku, girls! maju ke jenjang pernikahan itu cuma perlu satu hal. Maksudku yang paling penting. Apa? 'Ke-si-a-pan!'. Bukan cuma siap ngejalanin hari-hari bersama yang romantika itu. Tapi termasuk siap sama terasi baunya juga!

Antara aku dan Sultan yang paling dominan adalah aku. Kecuali sesuatu yang memang harus suami yang menanggungjawabi. Dominan di sini tentu dalam hal emosi dan ego, ya. Seringnya perselisihan itu karena keras kepalaku. Dan agaknya, protokol dalam diri Sultan kayak yang udah diprogram oleh nuraninya sendiri dengan sintaksis 'I don't always have to be right di depan istriku. If something is trully important, I can stand my ground, but most of the time -why not "... let my wife win?" Cuz I don't view marriage as a contest in which one party 'wins' and the other 'loses''. Yang mana itu berimbas pada setiap kali ada perselisihan dan Sultan mulai kelihatan kayak 'ngalah', justru di sana aku langsung sadar bahwa bukan aku yang menang. Setelah itu dia biasanya sibuk ngapain aja, kayak yang ngasih aku waktu buat sendiran. Terus kalau udah agak lama dan aku udah mulai mati gaya karena kemenangan yang anyep, barulah, aku yang lendat-lendot di sebelahnya. "Maaf, ya," kataku. Dan dia jawab, "Iya." Di sanalah dia sempurna menangnya. The good point is, dia nggak pernah mengungkit lagi. So, our fights always end with a smile on our face.

RENTAN: Semusim di Praha [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang