❄️ BAB 21 - Jangan Pecah

4.5K 641 83
                                    

Judul: Semusim Di Praha
Oleh: Sahlil Ge
Genre: Spritual, Slice Of Life
Alur: Maju-Mundur (Dulu dan Sekarang)

Diunggah pada: 25 Agustus 2019 (BAB 21)
Bagian dari 'Antologi Semusim' (Winter).

Hak Cipta Diawasi Oleh Tuhan Yang Maha Esa.

***

*Bantu temukan typo.

***
Bab 21 - Jangan Pecah

***

INDONESIA

[Sekarang - Astrid Pramesti]

Setelah berziarah ke makam Papa, kami berdua kembali ke pesantren. Lalu Sultan ingin mampir ke rumah Ustaz Hasan yang sudah lama tidak bertemu. Artinya rute perjalanan akan memakan jarak yang lebih jauh. Lalu kami pulang. Hari masih berwarna oranye saat kami di perjalanan sepeda motor. Tumben hari ini nggak turun hujan. Meski setiap jengkal tanah masih menyisakan lembab hujan kemarin.

"Seneng kan bisa pulang?" tanyaku dari jok boncengan.

"Lumayan," jawabnya singkat. Suasana hatinya kutakar sedang membaik.

"Mumpung lagi ada banyak waktu di rumah, manfaatin buat berinteraksi sama keluarga dan warga sekitar. Turuti apa mau Abi. Kamu diminta ngisi Kamisan, harus mau. Aku lebih seneng lihat kamu berbagi ilmu kayak gitu dari pada uplek ngurusin penelitian mulu."

"Iya."

"Udah ngobrol sama Abi?"

"Udah, tadi pagi."

"Ngobrolin apa?"

"Tadi lihat-lihat tanah wakaf dan keliling bangungan-bangunan baru yang sudah selesai. Katanya tanah wakaf itu mau dibangun pesantren juga. Tapi bukan pesantren biasa."

"Oh, itu."

"Kenapa? Kamu udah tahu?"

"Aku udah pernah diajak ngobrol sama Abi bahas itu. Udah lama. Jauh sebelum nyusulin kamu ke Praha. Tadinya mau dibangun pesantren tahfidz. Tapi aku yang sarankan untuk jadi pesantren unik itu. Soalnya kan pesantren yang sekarang pun sudah punya cukup fasilitas yang memadai. Ibaratnya kalau ada akrediasi, pesantren sudah mendapat nilai A plus. Kalau hotel, mungkin sudah bintang empat."

Aku suka kalau Sultan lagi pakai baju koko yang bahannya kinyis-kinyis. Nyaman kalau dipeluk dari belakang pas boncengan.

"Kamu pengin bakso, nggak?"

Tiba-tiba dia bertanya seperti itu. Maksudku, itu memang sebuah penawaran sederhana. Tapi bagiku itu spesial.

"Udah lama aku nggak jajanin kamu," tambahnya.

"Bakso Mas Arno masih jualan nggak, ya?" lagi.

"Masih," jawabku yang berarti mau diajak makan bakso. Fathan lagi sama Mamah. Aman. Nggak perlu buru-buru pulang.

Seperti pertemuan yang sudah-sudah. Semua orang yang baru melihat wajah Sultan setelah sekian lama pasti langsung meminta salaman dan mengucap kalimat kangen yang kadang terlalu wah.

"Khusus pelanggan yang satu ini, gratis!" seru Mas Arno.

"Kalau ditawarin gratis gini bahaya loh, Mas. Saya bisa minta nanduk lima mangkok," canda Sultan.

"Yo wes! Iku yo aman! Sek tak bungkusno kanggo Pak Kiai sisan. Penglaris. Ngalap berkah."

Sultan terkekeh.

RENTAN: Semusim di Praha [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang