Judul: Semusim Di Praha
Oleh: Sahlil Ge
Genre: Spritual, Slice Of Life
Alur: Maju-Mundur (Dulu dan Sekarang)Diunggah pada: 23 Juni 2019 (BAB 11)
Bagian dari 'Antologi Semusim' (Winter).Hak Cipta Diawasi Oleh Tuhan Yang Maha Esa.
***
Bab 11***
*Bantu saya temukan typo. Belum saya sisir.
***
[DULU - Sultan El Firdausy]
Istanbul, Turki (Masa Lalu)
Angin yang berkelana di sepanjang alur Bosporus berembus pelan. Memasuki jendela tanpa kaca kapal feri yang kini sedang melaju pelan di atas riak-riak. Sangat sopan menyapaku yang duduk persis di samping jendela itu.
Astrid rakus sekali bersandar di dada kiriku sementara sandaran kursinya sendiri kosong. Tangan kananku memegangi sebuah buku dengan halaman terbuka. Masih penasaran dengan pembahasan menarik tentang Puncak Ihsan pada Pokok Tassawuf. Ditulis oleh cendekiawan muslim asal Mesir yang pekan lalu menjadi dosen tamu di departemen keilmuanku. Sementara itu tanganku yang lain melintang di belakang kepala Astrid, sedikit memegangi lengannya.
Kulirik dia sedang mengutak-atik ponselnya. Membuka aplikasi perjalanan. Dia mengetik 'Praha' sebagai kode pencarian untuk penginapan murah. Jangan bilang dia sedang merencanakan perjalanan ke sana. Aku tidak menanyai itu atau pembahasannya akan lain. Alih-alih begitu, aku malah berkata, "Kamu wangi banget, Trid."
Tapi dia malah menyambar, "Mas ini ada yang murah!" sambil menyodorkan layar ponselnya ke depan wajahku.
Aku memutar bola mata. Dia tidak menggubris pujianku. Lalu aku juga tidak meladeninya. Kulanjutkan bacaanku kemudian.
"Ini murah beneran," katanya lagi sembari kembali bersandar di dadaku. "Ini juga ... Ini juga sama ... ya ampuuun, ini gratis sarapan ..."
Aku benar-benar tidak menggubrisnya. Tapi tidak bisa fokus membaca juga.
"Temen-temen di flat lagi pada ngerencanain jalan-jalan tahu, Mas. Tapi aku nggak mau nimbrung. Aku penginnya jalan-jalan sama kamu. Berdua aja," katanya lagi.
"Kita punya waktu deh kalau kamu udah beres UTS," dan lagi.
Lalu ketika dia sadar aku tidak menggubrisnya, dia berkata sambil menoleh ke wajahku, dekat sekali, "Kamu nggak dengerin aku ngomong ya?"
Aku merespons singkat dengan sebuah gelengan.
"Terus tadi aku ngomong sama siapa?"
"Sama angin Bosporus," jawabku singkat. Membuka halaman baca selanjutnya.
Dan seperti biasa kalau Astrid mulai kesal. Dia mengeluarkan senjatanya. Mencubit pahaku dengan cubitan yang keciiiiil sekali. Aku sontak menjingkut.
"Sakit Astrid!" aku mengerjap pelan.
"Abisnya kamu ..." dia mulai berwajah drama dengan menyipitkan tatapannya "aku terjun aja deh ya?"
"Jangan sekarang. Belum ada piranha di sungai itu."
"Kamu pengin aku dimakan piranha?!"
Dia jengkel. Aku tahu itu tidak serius.
"Kamu kalau ngomongin jalan-jalan itu nanti sayang kalau aku udah kelar UTS-nya. Kalau udah kelar nggak ada tanggungan pikiran kan bebas mau merencanakan apa aja. Bebas. Kamu mau jalan-jalan ke mana? Pluto?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RENTAN: Semusim di Praha [OPEN PO]
SpiritualDefinisi hijrah dari sudut pandang yang tak terwakili. Kata siapa bertassawuf di era modern itu mustahil? (Ditulis oleh Sahlil Ge) Blurb: Sudah berkali-kali mendapat panggilan pulang untuk meneruskan estafet obor syiar, Sultan El Firdausy masih saja...