Judul: Semusim Di Praha
Oleh: Sahlil Ge
Genre: Spritual, Slice Of Life
Alur: Maju-Mundur (Dulu dan Sekarang)Diunggah pada: 03 Juli 2019 (BAB 13)
Bagian dari 'Antologi Semusim' (Winter).Hak Cipta Diawasi Oleh Tuhan Yang Maha Esa.
***
Bab 13 - Orang Baru***
Bantu saya temukan typo. Belum disisir.
***
[DULU - Astrid Pramesti]
Istanbul, Turki (Masa Lalu)
Sultan melenggang jenjang keluar dari arah pintu fakultasnya. Aku suka gayanya yang super kalem tanpa atribut religius di pakaiannya. Padahal dia mahasiswa Fakultas Ilahiyat. Tetap menawan seperti Sultan yang aku kenal dulu.
Untuk ukuran mahasiswa asing yang kuliah di kampus top ini, dia menurutku terlihat sepadan. Aku nggak lagi ngomongin soal otaknya aja ya di sini. Tapi tampilan fisiknya dulu. Posturnya terlihat semakin dewasa pada tiap pertemuan kami berdua. Sultan semakin terlihat lebih tinggi. Menyetarai mahasiswa lain yang berasal dari Eropa misalnya yang tinggi-tinggi. Di kelasku banyak yang tingginya nggak kira-kira.
Dijeda jarak kami seperti saling menemukan hal baru yang bikin pangling satu sama lain. Tiga pertemuan sebelumnya aku ingat dia masih malu kalau kami ketemu dan dia jenggotnya belum cukur. Sekarang kayaknya udah nggak mempersoalkan itu. Lagian aku toh nggak pernah meminta dia untuk memanjangkan atau memendekkan jenggotnya. Dia ngerti lah cara merawat dirinya sendiri. Bukannya aku nggak mau ngopen, tapi Sultannya sendiri yang seringnya melakukan segala sesuatunya tanpa ngomong ke aku dulu. Soal kemandirian aku kasih nilai A.
"Aku belum makan," kataku begitu kami berhadapan.
"Sama."
Dia lalu mengulurkan tangan kanannya yang kosong. Menengadah ke atas.
"Apa?"
"Aku capek. Ujian hari ini di luar perkiraan. Pegangi tanganku," pintanya.
Aku meraihnya begitu saja. Lalu kami berjalan beriringan menjauh dari area kampus. "Nggak ada mahasiswa lain di kampus ini yang kelar ujian dihadang istrinya. Bersyukur, ya, Anda."
"Cari makan deh," katanya.
"Jadi ke rumah sakit?"
"Harus jadi. Aku tadi sudah kirim kabar mau ke sana," dahinya mengernyit kepanasan.
"Topinya dipakai dong, Mas, kalau bawa."
"Kelupaan."
Kami berjalan kaki sampai jauh. Tidak ada kendaraan yang bisa kita naiki secara pribadi. Mobil yang biasanya dipakai Ayaz dan Sultan pun paling dibawa sama Ayaz.
Saat kami sampai di ambang jalan raya. Sesuatu terjadi. Di depan kami berdua ada sebuah kecelakaan lalu lintas. Aku sama Sultan lihat jelas. Dari mobil yang melaju kencang itu menubruk mobil lainnya yang berhenti di pinggiran, sampai keduanya terbalik dan remuk sebagiannya.
Aku sama Sultan sempat mundur karena khawatir akan terjadi semacam ledakan. Orang-orang berdatangan kemudian. Sultan juga hendak lari mendekat tapi aku tahan dulu tangannya sebentar. Bukan apa-apa, aku cuma merasa takut kalau lihat kecelakaan semacam itu. Pastinya semua adegan yang kulihat tadi akan terekam di dalam memoriku lebih lama. Atau setidaknya bakal jadi denging nyamuk sebelum tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENTAN: Semusim di Praha [OPEN PO]
SpiritualDefinisi hijrah dari sudut pandang yang tak terwakili. Kata siapa bertassawuf di era modern itu mustahil? (Ditulis oleh Sahlil Ge) Blurb: Sudah berkali-kali mendapat panggilan pulang untuk meneruskan estafet obor syiar, Sultan El Firdausy masih saja...