Ini belum sampai duabelas jam pertemuan kita, tapi kau membiarkanku mendengarkan detak jantungmu, lewat pelukanmu.
_Yeri memijat keningnya sambil menahan geraman yang akan keluar dari mulutnya. Entah ini sudah kali keberapa kakaknya, Kim Seokjin menghubunginya dan bertanya tentang keberadaannya.
Tak terhitung pula bagaimana gadis itu memutar otak agar menemukan alasan yang logis. Ia bilang bahwa ia menemani temannya ke rumah sakit, padahal jelas-jelas ia dan pemuda berdarah tadi itu bukan sepasang teman. Disebut kenalan pun sepertinya masih tidak pantas.
Mereka hanya sebatas pemuda berdarah dengan gengsi selangit dan gadis pendek sok kuat.
Seokjin bilang apapun alasannya, ia akan datang menjemput Yeri pukul 9 nanti. Itu keputusan mutlak dan Yeri tak mungkin menolaknya. Memangnya siapa yang berani membandel dari si sulung Kim yang sudah bertahun-tahun menggantikan posisi ayahnya sebagai kepala keluarga.
Yeri melirik jam tangannya. Masih 30 menit lagi sebelum Seokjin benar-benar datang dan menyeretnya keluar dari rumah sakit.
"Sus, apa saya sudah boleh melihat keadaan pemuda tadi?"
Suster yang kebetulan lewat itu mengiyakan pertanyaan Yeri, membuat gadis itu benar-benar menerobos masuk ke dalam ruang rawat pemuda itu.
"Elo? Kok gak tidur?" Ucap Yeri sedikit tersentak karena pemuda itu masih terjaga. "Emang lo gak ngerasa nyeri gitu abis dijahit?"
Pemuda di hadapannya itu tetap diam, membuat Yeri menghembuskan napasnya kasar. "Cih, abis dijahit eh malah bisu." Ia menarik kursi dan mendudukan bokongnya.
"Ngomong-ngomong, kok lo bisa kena luka tembak kayak gitu? Emang ada ya peluru nyasar malem-malem?" Yeri terus berceloteh tanpa memperdulikan tatapan bosan dari sang pemuda.
Pemuda itu bersyukur ketika pintu ruang rawatnya terbuka dan menampakkan perawat dengan beberapa kotak peralatan di atas troli yang didorongnya. Setidaknya kedatangan perawat itu dapat membungkam mulut gadis pendek di hadapannya ini. Yang benar saja, cukup perutnya yang nyeri setelah dijahit, telinganya jangan.
"Selamat malam, Nona. Saya datang untuk memberi vitamin dan menyuntikkan pereda nyeri. Mungkin ini akan sedikit menyakitkan, jadi saya harap Nona bisa tetap di sini menemani pacar Nona."
Kondisi bertambah buruk lagi ketika bahkan ada yang menyangka bahwa mereka berdua adalah sepasang kekasih. Demi Dewa Neptunus Penguasa Bikini Bottom, harus berapa kali ditekankan sih, mereka baru saja bertemu beberapa jam yang lalu. Ingat!
"Saya akan mulai tindakannya."
Yeri masih tenggelam dalam pikirannya sampai akhirnya sebuah rintihan meluncur begitu saja dari mulut pemuda berdarah itu. Perawat menempelkan kapas basah ke area luka tembaknya disertai dengan sedikit tekanan. Cukup dengan itu saja dapat membuat siapapun mengaduh kesakitan.
Gadis mungil itu ikut meringis nyeri saat perlahan si perawat memasang perban pada perut pemuda itu.
Keringat yang bercucuran di dahi pemuda itu membuat Yeri merasa iba terhadap pemuda di depannya itu.
"Permisi, Sus. Dia kayaknya kesakitan banget. Emang harus malam ini banget ya, perbannya diganti?"
Suster tersebut menoleh, "Iya, Nona. Memang tadi sudah saya peringatkan Nona supaya tetap berada di sini karena tindakan ini cukup menimbulkan kesakitan."
Karena merasa usaha untuk menghentikan perawat itu gagal, maka Yeri perlahan mendekat ke arah pemuda berdarah itu.
Belum ada satu detik pun, gadis Kim itu membawa pemuda tersebut dalam dekapannya. Dipeluknya tubuh ringkih yang menahan kesakitan itu. Jemarinya menuntun kepala pemuda itu menuju dadanya, mencoba menutup kemungkinan kesakitan yang semakin bergejolak.
"Gue gak bisa bantu apapun. Gue peluk aja, ya, biar bisa redain sakit lo."
Tak ada jawaban dari pemuda itu, karena pada faktanya ia sedang menyelam dalam pikirannya. Gadis ini bukan seperti gadis-gadis di luar sana yang pernah ia hadapi.
Gadis di depannya ini memang cerewet, tapi percayalah, ia menjanjikan ketenangan bagi siapapun yang sedang kesulitan.
"Oh iya, nama lo siapa sih? Lo satu sekolahan kan sama gue? Tapi kok gue gak pernah ngeliat elo keluyuran di sekolah?"
Memang sekolah tempat keluyuran apa?
"Sudah selesai." Potong si perawat membuat Yeri melepas pelukannya pada pemuda tersebut. "Saya permisi." Kedua insan itu menatap punggung sang perawat sampai benar-benar menghilang di balik pintu.
"Makasih."
"Eh? Lo ngomong sama gue? Kirain udah bisu." Yeri menyindir halus.
"Emang siapa lagi yang ada di sini selain elo. Dasar bego!"
What the hell. Bego katanya? Yang benar saja.
"Sialan lo. Berani-beraninya ngatain gue. Untung aja lo lagi sakit kayak gini. Kalau gak, abis lo gue hajar." Yeri mengepalkan kedua tangan di depan wajah pemuda itu.
"Yakin mau ngehajar gue? Awas aja lo yang gue tumbangin duluan." Balas pemuda itu.
Yeri sudah naik darah sih, untung saja teleponnya bergetar menampilkan nama "Kak Seokjin" di layar. Astaga, Yeri hampir lupa. Ini sisa dua menit menuju jam 9 malam.
"Ya Tuhan. Kak, bentar, aku otewe ke bawah. Kakak jangan naik. Aku yang turun. Oke?" Ucap Yeri panik sambil mematikan sambungan teleponnya.
Pemuda itu mengernyit. "Siapa?"
"Kakak gue. Haduh, lo sih kebanyakan bacot. Pokoknya gue mau pulang sekarang. Kalau telat dikit aja, bisa abis jatah jajan gue sebulan." Yeri menyambar ranselnya. "Gue pergi. Bye."
"Eh tunggu." Tahan si pemuda.
"Apalagi sih?"
"Siniin hape lo." Pemuda itu mengulurkan tangannya meminta telepon sang gadis.
"Mau apaan? Aduh plis dehhh... gue lagi di ujung tanduk nih. Kalo gue telat bisa-bisa Kakak marah besar."
Pemuda itu terkekeh saat Yeri dengan wajah panik plus buru-burunya. "Udah kasih aja. Jangan nambah ulurin waktunya."
Yeri menghela napas pasrah dan menyerahkan telepon genggamnya pada sang pemuda. "Cepetan. Gak pake lama."
Pemuda itu memainkan jarinya di atas layar hape dan tak lama kemudian ia menyerahkan kembali pada Yeri.
"Ngapain lo?"
Pemuda tersebut tersenyum miring. "Ada nama gue di hape lo. Udah gue bonusin sama nomor telpon gue. Jadi kalau kangen, lo bisa langsung telpon aja. Udah sana, buruan pergi. Makasih."
Yeri sempat ternganga karena pemuda itu meluncurkan terlalu banyak kata-kata. Ia jadi susah mencerna semuanya.
"Dasar gila!" Ia lalu meraih kenop pintu dan pergi meninggalkan pemuda tersebut sendiri di ruang rawat tersebut sebelum Seokjin benar-benar akan menyeretnya keluar dari dalam rumah sakit.
"See you, Kim."
*****
huft, author cuma mau bilang, pegel vroh ngetikeeeee.
Cerita masih abu-kelabu. Makanya tunggu terus ya bebs.
Wuff you,
blankswag🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMPITERNAL [jjk x kyr]
FanfictionMungkin peristiwa berdarah yang dialaminya malam itu adalah peristiwa berdarah terbaik yang pernah ada. Kalau biasanya ia hanya akan merintih kesakitan, menunggu kawanannya datang menolong, malam itu justru ia berakhir dengan sebuah pelukan dari gad...