Part 20

1.4K 88 1
                                    

🌺Happy reading🌺


Matanya menatap lurus ke hamparan hutan luas melalui kaca besar yang menyatu dengan dinding batu kastil. Pikirannya berkecamuk sejak dua hari yang lalu, sejak Stephen meramalkan kehancuran vampire. Ada yang salah dengan ramalan itu. Ia sangat yakin.

Sudah dua hari ia menyelidiki keganjilan yang dirasakan. Ia butuh bukti, jika memang benar ramalan itu benar, berarti nasib bangsanya akan berakhir di tangan manusia.

"Ada kabar baik yang kau bawa?"

Lima meter di belakangnya, seseorang keluar dari bayangan, melangkah mendekat sambil membuka topeng. Wajah cantik Asia langsung terlihat. Gadis itu berdiri bersampingan.

"Sejauh ini memang banyak bukti yang aku dapat. Lebih jelasnya kau bisa lihat di sini." Gadis itu menyerahkan flashdisk merah. "Kau punya laptop, kan?"

Alice tertawa, "Kami bangsa vampire walau hidup beratus-ratus tahun, tapi kami beradaptasi dengan jaman. Jadi teknologi yang ada sekarang sudah mahir."

Gadis Asia itu ikut tertawa. "Yeah, aku pikir kalian mengisolasi diri. Tapi baguslah kalau begitu, itu memudahkan orang-orang yang kau bayar untuk urusan ini. Termasuk aku tentunya."

Alice tersenyum. Kedua perempuan itu diam menatap hutan. Lima detik, Alice dua menyerahkan amplop tebal pada gadis itu yang langsung diterima.

"Apa semua yang aku butuhkan ada di dalam benda ini?" Tanya Alice mengangkat flashdisk merah.

Gadis itu mengangguk, "Semuanya ada di dalam, tidak kurang satupun. Jujur saja aku lebih suka mengirim lewat email, tapi karena kalian tidak memiliki aplikasi sistem khusus, aku terpaksa mengantar langsung."

"Tidak masalah, bagiku justru lebih baik seperti ini. Sepertinya tidak rugi aku membayar mahal untuk hal seperti ini. Aku tahu kalian lebih baik dari yang lain. Hanya dalam dua hari sudah mendapat semua bukti kongkrit."

"Baiklah, sebaiknya aku harus pergi. Tidak baik jika ada yang tahu keberadaanku di gua mewah ini."

Alice mengangguk. Satu detik gadis kemudian itu menghilang, benar-benar hilang. Wanita vampire itu menatap flashdisk merah di tangannya, menimbang-nimbang kapan harus melihat isinya di waktu yang tepat.

"Alice."

Panggilan itu membuat Alice terlonjak kaget. Ia menoleh, tapi tak ditemukan seorang pun. Kosong. Ruangan tempat ia berdiri kosong. Lalu siapa yang tadi memanggilnya?

"Ra?"

Tak berselang lama, gadis tadi muncul di depannya. Membuat Alice melangkah mundur.

"Halo, Alice. Aku lupa sesuatu." Seru gadis itu riang.

"Apa itu?"

"Temanku melihat kekeliruan. Tapi dia tidak bilang dengan jelas apa yang keliru, yang jelas temanku itu mengatakan kalau kalian akan mengalami kekeliruan. Saranku, berhati-hati dalam bertindak dan mengambil keputusan, kita tidak tahu seberapa besar harga yang harus dibayar jika penglihatan dia terjadi."

Alice mengangguk, "Terima kasih telah memberitahu padaku. Tapi lain kali bisakah datang dengan normal, maksudku tidak seperti hantu."

Gadis itu terkekeh, "Itulah kenapa aku dikenal sebagai Raib."

Gadis cantik itu kembali menghilang. Alice memilih kembali ke ruangannya. Biarkan saja jika nanti Raib datang lagi di ruangan itu, paling tidak ia disambut ruangan kosong.

***

Alice meremas rambutnya. Ia kesal saat ini.

Bagaimana tidak, dari bukti yang ia dapat, ada dua orang yang bisa jadi adalah sumber dari kekeliruan yang dirasakan. Dan keduanya memiliki bukti yang kuat.

Dan apa kata Raib tadi, ada kekeliruan yang dilihat oleh temannya. Apa temannya itu bisa melihat masa depan? Jika iya, kekeliruan apa yang dimaksud? Apa kekeliruan mengambil keputusan? Apa kekeliruan ramalan Stephen? Atau kekeliruan dari Luna yang ia pikirkan? Semua kemungkinan itu membuat Alice semakin bingung, kepada siapa dirinya harus bertanya?

"Baik, begini saja. Daripada bingung, lebih baik aku kumpulkan bukti lain, dan itu akan jadi penambah." Putus Alice pada dirinya sendiri, tapi diam-diam merasa ragu.

***

Satu hari berselang, Alice yang telah yakin dengan keputusannya kemarin mencoba mencari bukti lain. Ia sangat yakin bahwa salah satu dari dua orang yang dicurigai adalah pengkhianat yang ia cari.

"Alie, kau baik-baik saja?" Tanya Anna, sahabatnya yang merupakan manusia. Saat ini Alice berada di rumah sahabatnya yang sudah tidak muda lagi.

"Entahlah, Anna. Aku masih tidak mengerti dengan semua ini. Aku sedang dikhianati, entah oleh siapa. Sudah kucari sendiri buktinya ditambah dengan membayar orang untuk membantu, dan hasilnya aku malah mencurigai dua orang," Alice menatap mata coklat Anna, "dan kabar baiknya keduanya adalah kepercayaanku."

Alice menundukkan kepalanya. Anna menatap dengan lembut. "Aneh rasanya bicara denganmu saat ini, seperti bicara dengan anakku atau bahkan cucuku."

Alice mengangkat kepalanya, menatap tidak mengerti. Tapi ia memilih diam, ia tahu Anna akan kembali berbicara.

"Dulu, saat aku tahu kau adalah vampire, untuk pertama kalinya aku kecewa padamu. Kau sahabatku, tapi kenapa aku tidak tahu. Tapi aku yakin, kau memiliki alasan. Siapa juga yang mau berteman dengan makhluk penghisap darah," Anna terbatuk, dengan segera Alice memberikan minum.

"Maaf, diusia setua ini aku terkadang merasa risih dengan batuk ini, membuat pembicaraan terus terjeda. Berbeda sekali denganmu yang masih terlihat segar. Aku berani bertaruh usiamu bahkan jauh lebih tua dariku." Anna kembali berhenti, menarik napas panjang. Di usia yang renta membuatnya harus berhenti sejenak saat bicara panjang untuk mengatur napas.

"Alie, keputusanmu itu tidaklah salah, tapi kau harus tetap ingat ucapan gadis muda itu. Entah kenapa aku merasa dia benar, karena jarang sekali ada orang yang mau memperingatkan 'mantan' kliennya, padahal sudah kau bayar. Lepas kontrak. Aku yakin gadis itu baik."

Alice mengangguk, matanya menatap mata lembut sahabatnya. Itu tatapan seorang ibu.

Alice lalu berdiri, memakai topi hitam yang tadi dilepas. "Anna, aku harus kembali. Lagi pula putramu sebentar lagi pulang, tidak baik dia melihatku di sini. Semoga kau tetap sehat diusia yang, uemm, renta."

Anna tertawa demi mendengar kalimat akhir sahabatnya. "Yah, terima kasih karena mau mengunjungiku lagi. Berhati-hatilah."

Alice menatap Anna sebentar lalu berjalan keluar rumah, segera berbaur dengan penduduk lain.

Keputusannya tadi mengunjungi Anna tidaklah salah, meski menurutnya arah pembicaraan melebar kemana-mana, tidak saling berkaitan. Namun saat bicara dengan Anna, pikirannya terbuka. Ingatan-ingatan yang mengenai dengan dua orang yang dicurigai kembali masuk ke ingatannya. Dan ada beberapa kejadian yang merupakan bukti yang memberatkan salah satunya.

"Charles, tidak kusangka kau pandai memutarbalikkan fakta hingga sebagian bukti mengarah pada Stephen. Salah karena terlalu buta untuk menyadarinya dari awal."




Maaf ya, kalo menurut kalian part ini aneh. Part ini tuh ceritanya flashback.

See you 😘😘

Love My LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang