Part 11

3.2K 166 5
                                    

🍁Happy Reading🍁

Flora menutup mulutnya, menatap ke depan dengan tatapan tak percaya. Saat ini dia berada di depan restoran yang berada di pinggir pantai, tepatnya di depan pintu. Bingkai pintu restoran itu dihiasi dengan lilin yang disusun di rak kaca yang dibuat menyesuaikan bentuk pintu. Mata hijau Flora berbinar melihatnya, dia melangkah masuk. Kelopak bunga mawar merah terhampar di lantai membentuk karpet merah yang di sepanjang sisinya terdapat lilin. Flora melangkah dengan takjub. Kaki jenjangnya terus melangkah masuk, setelah melewati dinding kaca Flora kembali terkejut. Di balkon restoran yang biasanya terdapat meja dan kursi makan, sekarang kosong. Digantikan dengan bunga mawar yang disusun membentuk hati dan diselingi dengan lilin. Kini Flora berdiri di tengah mawar dan lilin yang membentuk hati itu.

"Maaf jika ini sangat sederhana, sayang." Tutur Gerald sambil berjalan mendekat.

Flora menggeleng, "Ini, ini indah, Gerald. Ya ampun!"

Gerald tersenyum menatap matenya yang masih melihat dekorasi yang romantis itu dengan tatapan takjub. Gerald mengeluarkan sebuah kotak dari saku celananya, melangkah ke dalam lilin dan mawar berbentuk hati. Dia berlutut dengan satu kaki, menatap gadisnya yang menatapnya bingung.

"Will you marry with me, my luna?" Gerald membuka kotak itu yang berisi cincin emas yang bermatakan batu ruby.

Flora menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya, matanya berkaca-kaca. Dia mengangguk dan mengulurkan tangan kirinya. Segera Gerald memasangkan cincin itu di jari manis Flora. Tanpa sadar, air mata jatuh dari ujung mata gadis itu. Gerald berdiri dan menghapus air mata di pipi gadisnya.

"Kenapa kau menangis, sayang? Apa cincin itu terlalu kecil?" Gerald menatap matenya cemas.

Flora memukul dada bidang Gerald. Tak tahukah dia bahwa dirinya menangis karena bahagia? Dasar pria tidak sadar dengan apa yang telah dia lakukan.

"Ini air mata bahagia, kau baru saja melamarku dan kau masih bertanya kenapa aku menangis, huh? Dasar bodoh!" Flora terlihat kesal.

Gerald memeluk Flora, dia juga bahagia. Sesekali dia mengecup puncak kepala gadis itu. Flora semakin membenamkan wajahnya di dada bidang Gerald.

Matahari terbenam menjadi saksi atas kebahagiaan pasangan itu.

***

"TIDAK! Itu tidak boleh terjadi!" Teriak seorang wanita.

"Ramalan itu memang benar adanya, bahwa dia bisa menghancurkan bangsa kita. Ini memang tidak boleh terjadi." Seorang pria mendukung.

"Lalu bagaimana kita menghentikannya?"

"Karena itulah aku mau bergabung denganmu." Seorang pria memasuki ruangan, wajahnya menyeringai licik.

"Kau! Bukankah kau bagian dari mereka?" Tunjuk wanita berambut merah itu, dia tak percaya sekaligus tak terima.

"Memang! Aku memang bagian dari mereka. Tapi telah lama ku dambakan bisa menyatukan yang lain di bawah naunganku."

Wanita itu masih menatap pria yang bersedia membantunya. Agak aneh bila dia dibantu oleh bangsa yang amat dia benci. Tapi dia juga tak mau ramalan itu terjadi. Wanita itu akhirnya membiarkan pria itu bergabung.

***

Flora terbangun saat merasakan cahaya menyilaukan menerpa wajahnya. Dia mengerjap-kerjapkan mata hijaunya. Flora mengambil posisi duduk, memperhatikan sekitar. Baru dia sadari dia berada di kamar Gerald, itu berarti semalam dia tidur bersama Gerald, lagi. Flora menghela napasnya, beranjak bangkit dan menuju kamar mandi.

Flora menuju dapur. Sepanjang dia menuju dapur, mansion begitu sepi tak seperti biasanya.

"Selamat pagi, Luna." Sapa Gamma Rio yang dibalas anggukan.

"Dimana Gerald?"

"Alpha sedang menghadapi rogue di perbatasan."

"Lalu mengapa kau di sini? Kau tidak membantu yang lain?" Selidik Flora.

"Alpha yang meminta saya tetap di mansion menjaga anda, Luna."

Flora mengangguk, berjalan menuju dapur. Saat dia hendak meminum air, gerakannya terhenti tiba-tiba. Pandangan Flora menjadi kosong, tubuhnya tak bisa dia gerakan.

Flora POV

Aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Semua gelap, aku tak bisa menggerakan tubuhku. Aku merasa tubuhku melayang, tak ada yang bisa kulihat.

"Flora!"

Seseorang memanggilku, tapi aku tak tahu persis dimana karena suaranya terdengar di sekelilingku. Suara itu membuatku bisa menggerakan tubuhku. Kemudian titik putih terlihat di depanku, tubuhku terasa seperti ditarik oleh sesuatu mendekati titik putih yang semakin lama semakin membesar. Aku menutup mataku karena silau.

Perlahan aku membuka mataku, dan apa yang ada di depanku membuat mataku terbelalak.

Orang-orang berlarian menyelamatkan diri, beberapa rumah di bakar, jerit tangis merobek malam yang sepi. Aku melangkah maju, satu-dua melewati tubuhku begitu saja, tembus. Di depan sebuah rumah yang besar, aku melihat seorang wanita sedang memeluk kedua anaknya dan menangis. Aku melangkah mendekati mereka, langkahku terhenti sepuluh meter dari mereka.

"Pergilah bersama anak-anak, Anaya." Perintah lelaki yang kuyakini suami wanita itu.

"Tidak, Richard. Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku-"

"Pergilah! Setidaknya bawa anak-anak bersamamu. Cepatlah!"

Wanita yang dipanggil Anaya itu membawa anak-anaknya yang masih kecil menjauh. Pria itu, Richard, segera berubah menjadi serigala berwarna coklat dan berlari ke arah lain.

Aku sekarang berada di tengah puing-puing rumah yang hangus terbakar. Aku menatap semua dengan sedih. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa aku harus melihat ini? Lalu mataku melihat dua jasad dari orang yang baru saja aku lihat, Anaya dan Richard. Tiba-tiba dadaku terasa sakit, seperti ada benda berat yang menimpa. Jantungku terasa sangat sakit, aku menjerit kesakitan. Kepalaku juga terasa sakit. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku, mimpi ini menyakitkan. Aku meremas kepalaku, dan semua kembali gelap. Aku berusaha menggerakkan tubuhku, namun hasilnya nihil, tubuhku mati rasa. Tubuhku terasa mengambang lagi, yang kemudian terasa seperti dihempaskan ke bawah, aku hanya bisa menutup mataku.

Aku merasa sesuatu mengecupi wajahku. Dengan susah aku membuka mata. Manik biru keabuan yang aku suka adalah hal pertama yang aku lihat. Mata itu menatapku khawatir. Pemilik mata itu mencium kedua mataku dan keningku.

"Syukurlah kau bangun, sayang. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kau tadi berteriak dan menangis?" Gerald terlihat cemas.

Aku ingin menjawabnya, tapi tenggorokanku terasa kering. Mengerti keadaanku, Gerald mengambil air dan membantuku meminum air itu.

"Apa yang terjadi, Amor?"

Aku hanya bisa menggeleng, aku tak mau mengingatnya lagi. Semua terasa nyata, dan entah kenapa dadaku terasa sesak mengingatnya. Aku tidak bisa mengeluarkan suaraku, seakan ada yang menahannya keluar. Aku hanya bisa diam menatap Gerald yang menunggu jawabanku. Aku menggeleng, berharap dia mengerti aku tak bisa menjawab, dan dia mengerti.

"Kau istirahat saja. Aku tidak memaksamu untuk menjawab." Dia hendak bangkit, aku menggeleng dan memegang perutku.

Gerald menarikku dan kami menuju lantai bawah, dia memasak makanan untukku. Aku memperhatikan setiap gerakannya. Tak lama makanan siap. Tapi dia tak memberikannya padaku, aku menatapnya bingung.

"Aku akan menyuapimu."

Aku hanya diam, secara tidak langsung merasa senang.

.
.
.
.
.
.
.
.

Ayem kambek, gaes. Maaf author baru update cerita soalnya sempat mentok nggak dapet ide 😢😢, tapi akhirnya up juga dan aneh, n part ini lebih panjang kan? Author bakal usaha in bikin part berikutnya panjang dan update secepatnya, doa kan, ya 😉
Oh ya, konflik nya udah mulai nih 😎

See you guys 😘😘

Love My LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang