Part 23

1.5K 58 6
                                    

📘Happy reading📘




Begitu tiba di pack, Gerald langsung memeriksa pasukan yang tersisa. Tidak banyak, tapi masih bisa membendung satu pertarungan saja. Hal itu membuat Gerald semakin resah. Ini pertama kalinya sepanjang sejarah bahwa pack telah diserang dalam kurun waktu yang singkat. Entah apa sebenarnya tujuan dari pasukan rogue yang melakukan penyerangan dalam rentang waktu dekat.

Gerald duduk di sofa yang ada di ruangannya. Musik klasik sengaja ia putar dalam volume sedang agar membuatnya lebih rileks. Sebenarnya setelah diskusi dengan Ibu Suri, ia berencana untuk ke pack lain guna meminta bantuan, akan tetapi urung karena peringatan dari Ibu Suri.

Flora masuk ke ruangan Gerald. Ia mendudukkan diri di samping Gerald. Mata pria itu yang awalnya terpejam kini terbuka. Mata sayu itu menatap matenya. Pria itu kemudian memeluk Flora dan dibalas oleh wanita itu.

"Aku tidak tahu lagi harus bagaimana? Kita masih punya pasukan, tapi itu hanya cukup untuk membendung satu kali serangan. Bila dalam waktu dekat serangan kembali terjadi, pack ini pasti akan hancur. Aku sudah berusaha sebisa mungkin tapi tetap saja serangan terus terjadi. Demi keselamatan yang lain aku bahkan mengerahkan pasukan yang baru saja pulih untuk kembali terluka. Aku harus bagaimana?" Seru Gerald frustasi.

Flora terdiam sejenak, kemudian melepas pelukan dan menangkup wajah Gerald.

"Gerald, sesuatu yang terjadi di bumi pastilah ada alasan dan juga jalan keluarnya. Dan tugas kita adalah mencari solusi untuk masalah itu sendiri. Percayalah, jalan keluar dari masalah ini akan datang. Yang terpenting adalah kita berusaha untuk mempertahankan. Jika kita sudah berusaha namun tetap gagal, percayalah semua yang terjadi pasti ada baiknya. Apa yang terjadi sekarang ini akan menjadi pelajaran di kemudian hari."

Gerald kembali memeluk istrinya. Meski wanita itu berkata bahwa solusi itu akan datang, tapi ia masih belum tahu kapan solusi itu tiba. Pria itu tidak ingin pack yang dibangun oleh leluhurnya itu runtuh. Sebisa mungkin ia akan mempertahankannya bahkan sampai ia mati.

***

"Bagaimana?"

"Silver Redmoon pack sudah semakin lemah dengan serangan yang kita lakukan setiap hari. Semua itu berkat bantuan dari Martina."

Pria itu mengangguk, "Dia memang menepati janjinya. Tinggal satu langkah lagi kita berhasil menjatuhkan pack itu."

Pintu ruangan terbuka dengan lebar, memperlihatkan wanita yang sangat cantik. Gaun ungu tua yang melekat di tubuhnya membuatnya terlihat anggun. Wanita itu berjalan mendekati dua pria yang sedang duduk di sekeliling meja marmer. Wanita itu duduk di salah satu kursi kosong.

"Aku sudah mengobati yang lainnya, bagaimana hasil dari penyerangan, Glenn?" Tanya wanita itu.

"Tinggal satu langkah lagi, Martina, usaha kita akan berhasil. Saat ini Silver Redmoon pack sudah melemah kekuatannya."

"Baguslah. Sudah lama aku ingin melihat kehancuran pack yang telah merenggut orang tuaku. Oh ya, aku kelelahan, apa pesananku sudah siap?"

"Tentu saja, Nona. Mari, aku akan mengantarkanmu padanya." Pria itu berdiri.

"Aku pergi dulu, Glenn. Kelelahan ini membuat rambutku sedikit pendek." Martina melangkah keluar mengikut pria tadi.

Sepeninggal Martina, Glenn terus saja tersenyum senang. Impiannya selama ini akan terwujud, yaitu menghancurkan Silver Redmoon pack. Selama ini segala cara telah ia lakukan dan baru kali ini impiannya hampir diraih.

Glenn menengadah, memandang langit-langit ruangan. Ia memejamkan mata.

Ayah, aku hampir berhasil.

***

Flora membuka mata hijaunya, terkejut. Bagaimana dirinya bisa tertidur, di ranjang pula? Padahal ia ingat betul tengah bersama Gerald di ruang kerjanya.

Tunggu! Gerald?

Wanita itu menoleh ke sekeliling. Sepi. Hanya dirinya sendiri di kamar. Flora memutuskan keluar dari kamar.

Begitu ia membuka pintu kamar, mata jamrudnya disambut dengan kesibukkan tim medis mansion dan beberapa omega yang membantu. Belum lagi dengan rintihan korban yang sebagian besar merupakan warga pack. Flora dapat membedakan mereka.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang telah aku lewatkan?

Nalurinya sebagai Luna memanggil. Tanpa bertanya lebih lanjut, Flora segera menangani warga pack yang merintih kesakitan. Darah segar mengalir dari lengan, kaki, dan kepala pria itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Tuan?" Tanya Flora sambil membersihkan luka  di lengan pria itu dengan hati-hati menggunakan peralatan medis yang tampaknya tak sengaja ditinggal.

Pria itu sedikit meringis, "Perbatasan Timur diserang Rogue. Bukan cuma itu, mereka melakukan penjarahan dan menculik beberapa gadis. Banyak warga yang menjadi korban penyerangan mereka."

Akhirnya Flora mengerti dengan apa yang telah terjadi selama dirinya tidur. Sebenarnya ia merasa bersalah dan juga khawatir, tapi ia harus fokus mengurus korban yang terpaksa dibawa ke mansion. Sepertinya keadaan begitu pelik saat ini.

Ringisan pria itu membuat Flora refleks berhenti dan menatap pria itu dengan tatapan bersalah. "Apa aku terlalu keras, Tuan?"

Pria itu terkekeh lalu menggeleng, "Tidak. Jangan panggil aku 'tuan', Luna. Panggil saja aku Roger."

Flora kembali fokus pada luka di kaki Roger, luka itu tepat di tulang kering, sehingga dapat dengan jelas Flora melihat tulang pria itu dan sanggup membuatnya bergidik. Rasanya pastilah sakit.

Roger mengerang menahan sakit ketika sang Luna membersihkan luka di kakinya dengan cairan antiseptik. Flora lagi-lagi berhenti sejenak dan meminta maaf.

"Sebenarnya aku sangat mengkhawatirkan Alpha dan juga keluargaku, mengingat banyak sekali rogue yang datang," ucapan pria itu berhenti karena obat luka yang diberikan, "semoga mereka dilindungi Moon Goddes."

Flora berpamitan dengan Roger setelah selesai dengan lukanya, mengurusi korban yang lain. Sepanjang mengobati warga pack, Flora berusaha menahan tangis.

Hanya ini sajakah yang bisa ia lakukan pada warga pack? Seharusnya dirinya yang melindungi warga pack saat serangan besar terjadi. Tapi, apa yang telah dilakukannya selama ini? Bahkan dirinya tertidur saat warganya sedang berusaha menyelamatkan diri.

Flora merasa dirinya sangat buruk.

"Ini bukan salahmu, Luna. Ini adalah takdirmu. Kesempatanmu adalah di saat seperti ini. Kau belum mengeluarkan potensimu. Semua terjadi karena memang harus terjadi. Kau harus segera membuka potensimu, itu solusi dari semuanya." Ucap pemuda yang kini ia tangani.

Meski tangannya sibuk mengobati, Flora masih bisa mendengar ucapan ptia yang lebih muda tiga tahun darinya. Selesai, Flora langsung berdiri dan mendekati warga lain. Sesaat, Flora terdiam. Dia memiliki kemampuan mengingat orang dengan cepat, tapi baru dia sadari siapa pemuda itu.

Dengan cepat ia menoleh ke tempat pemuda tadi. Kosong. Tidak ada siapapun di sana. Bahkan jika pemuda itu pergi, dengan luka yang sangat parah di telapak kakinya, tidak mungkin akan secepat itu.

Lalu pemuda tadi siapa? Apa hanya ilusi? Tapi ia yakin dapat menyentuh pemuda itu, bahkan dia meringis kesakitan saat diobati.

"Luna." Sebuah panggilan menyadarkannya.

Merasa bersalah, Flora langsung mendekati seorang gadis yang tangan dan kakinya terluka akibat tusukan. Sambil mengobati luka gadis itu, Flora dengan hati-hati bertanya.

"Apa ada pemuda yang di belakangku tadi? Dia berjarak lima langkah darimu."

Gadis itu bingung, "Pemuda yang mana, sedari tadi di tempat itu memang kosong bahkan sebelum Anda tiba, Luna."

Flora kaget, "Kau yakin, baru saja aku mengobati kakinya dua menit yang lalu."

Gadis itu menggeleng pelan, "Kau hanya terdiam di sana selama lima menit, Luna. Tanpa melakukan apapun."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Love My LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang