[11] After Long Time

22 4 0
                                    

Sehun menatap gereja tua dihadapannya. Ia ingat, dulu ia sering menangis dianak tangga. Menunggu seseorang yang sama sekali tidak akan menemuinya. Sehun tahu dulu ia menanti kehadiran ibunya.

Sebuah tepukan halus ia rasakan di bahu kirinya. Saat menoleh ia menemukan suster Anna.

Wanita paruh baya itu sudah menua. Wajahnya tak lagi kencang dan mulai keriput, namun tak membuat Sehun lupa sosok yang telah menemaninya selama ini.

"Sehun-ah..." Sapa suster Anna pada Sehun lalu memeluk lelaki yang kini sudah melebihi tingginya.

"Apakabar suster Anna?"

Suster Anna melepas pelukannya lalu mengangguk. "Kau semakin tinggi dan tampan"

"Aku memang tampan"

"Kau belum berubah"

Sehun tersenyum lalu menatap bayangan dirinya di anak tangga. Suster Anna menepuk pundaknya.

"Dulu kau sering menangis disana" Ujar suster Anna lalu menggiring Sehun dianak tangga gereja.

"Pasti merepotkan sekali telah membesarkanku"

Suster Anna tersenyum tipis "Bagaimana bisa aku mengabaikan bayi lucu itu? Merepotkan atau tidak, aku tidak pernah menyesal telah merawatmu"

Sehun menunduk "terimakasih dan maaf karena pergi begitu saja".

Suster Anna menggeleng "Tak apa Sehun. Aku mengerti."

"Tak lama setelah kau pergi. Seseorang mencarimu."

Sehun menatap suster Anna bingung. "Dia? Dia siapa?"

Suster Anna tersenyum lalu mengarahkan kepalanya kedalam gereja.

"Kau datang diwaktu yang tepat. Dia menunggumu didalam sana"

Sehun menggigit bibirnya lalu menatap pintu gereja lamat-lamat. Ia membukanya perlahan dan mengedarkan pandang. Menemukan siluet seorang wanita bermantel coklat dengan rambut hitam disanggul yang tengah berdoa di bangku terdepan. Seperri tak menyadari kehadiran Sehun, wanita itu masih tetap berdoa.

Langkah kaki Sehun semakin lebar. Ia benar-benar penasaran dengan seseorang yang mencarinya ini. Jika dia adalah orang tua Sehun maka amarah yang memuncak dalam dada Sehun akan ia luapkan sebentar lagi. Segala pertanyaan akan terjawab setelah bertahun-tahun menghantuinya. Kenapa dia dibuang kemari...Kenapa dia harus menderita seperti ini kenapaa dia harus ditinggal pergi kenapa...

Wanita itu menoleh dan bertemu pandang dengan Sehun.

"Oh Sehun?" Panggil wanita itu yang terdengar lembut ditelinga Sehun. Lelaki yang menatapnya itu langsung melebarkan bola matanya. Sedetik kemudian wanita itu berdiri lalu perlahan mengelus rahang tegas Sehun.

Wanita itu tak bisa menahan air matanya. Ia menatap lamat-lamat lelaki dihadapannya seolah menemukan sesuatu yang sudah lama tak ia lihat. Bagaimana bisa bayi kecil itu sudah tumbuh sebesar ini..

"Anda siapa?"

Wanita itu terisak. "Aku..yang melahirkanmu dan meninggalkanmu disini.." Ia memeluk Sehun "Maafkan aku...."

Sehun terdiam. Namun ia tak bisa membendung air matanya. Rasa kecewa, marah dan kesal tiba-tiba luruh ketika sosok itu memeluknya. Perlahan tangannya membelai lembut punggung sosok itu lalu memejamkan mata.

"Eomma.."

***
"Kau sudah besar" Ujar wanita itu memandang Sehun tak percaya. "Terakhir aku mengunjungimu kau masih seperutku"

Sehun tersenyum lalu menatap wanita itu cukup lama. "Kau sering mengunjungiku?"

Wanita itu mengangguk. "Setiap tahun sekali aku kemari"

"Kenapa tak menemuiku?"

"Aku malu bertemu denganmu. Bagaimana bisa seorang ibu meninggalkan anaknya begitu saja. Aku memang tak pantas dipanggil ibu"

Sehun menatap kedepan. Disebrang sana terdapat taman hijau yang luas, banyak anak anak bermain disana.

"Dulu aku selalu ingin bertanya. Kenapa aku dilahirkan jika aku hanya ditinggalkan" Sehun menoleh pada wanita itu yang kini tengah gusar. "Bolehkah aku tahu jawabannya?"

Wanita itu membelai puncak kepala Sehun. "Kondisiku saat itu cukup sulit. Aku masih SMA saat itu dan jika aku mengurusmu mungkin kau tidak akan tumbuh sebaik ini seperti sekarang. Maafkan aku...maaf karena terlahir dari ibu yang buruk sepertiku"

Sen tersenyum tipis "Setidaknya kau tidak benar-benar meninggalkanku, kau orang yang memberiku hadiah setiap bulannya, kau juga yang memberiku uang jajan lama disini. Benar kan?"

Wanita itu tersenyum "Kau menyadari itu?"

Sehun mengangguk "Aku merasa memiliki harapan. Bahwa aku tidak sendirian selama ini."

"Maafkan aku"

"Eomma...jangan meminta maaf lagi. Aku sudah memaafkanmu. Aku lah yang seharusnya minta maaf, karena pergi begitu saja dan membuatmu khawatir."

Wanita itu mendengus "Kau tidak tahu betapa cemasnya aku dan suster Anna saat itu. Kau bahkan belum lulus SMP bagaimana kau kabur begitu saja. Kau selama ini dimana ? Kau makan dengan baik? Apa kau tidur dengan nyenyak..apa kau-"

"Aku baik-baik saja" Sela Sehun lalu meraih kedua tangan wanita itu. "Ada seorang kakek yang membesarkanku cukup baik. Walau akhirnya aku ditinggalkan lagi."

"Maaf karena kau jadi hidup semenderita ini Sehun. Harusnya saat itu aku menjemputmu."

"Jangan meminta maaf lagi eomma.." Sehun menggenggam erat tangan ibunya "Aku.. Sangat berterimakasih karena kau telah melahirkanku, tak meninggalkanku selamanya dan mencariku, mencemaskanku dan kembali padaku. Terimakasih"

Wanita itu merengkuh Sehun lagi dalam pelukannya. Membuat Sehun kembali nyaman dalam pelukan hangat nan menenangkan itu.

"Aku sangat merindukanmu, Eomma.."

Wanita itu terisak tak sempat berkata-kata hanya anggukan dan sentuhan tulus yang menjawab semua penyesalan sekaligus kerinduannya selama ini.

"Ngomong-ngomong...aku belum tahu namamu eomma.."

Wanita itu melepas pelukannya lalu terkekeh.

"Siapa namamu?"

Wanita itu mengusap air matanya lalu menggenggam tangan Sehun.

"Oh Siyeon"

Dan Sehun menjatuhkan rahangnya sembari menilik wajah ibunya yang memang tak asing.

Wajah yang sama dengan foto buku tahunan itu. Wajah ibunya saat muda.

"Eomma..kau benar-benar Oh Siyeon? Oh Siyeon dari SMA Hanyang angkatan 2000?"

"Oomooo...bagaimana kau tahu?" pekik Siyeon tak percaya bahwa putranya tahu dimana dulu ia sekolah.

"Kim Taeri.."

Wajah Siyeon mengeras lalu genggamannya mengendur membuat Sehun menatap ibunya cemas. Perubahan raut wajah ibunya yang kini memucat membuat Sehun bingung.

"Eomma kau baik-baik saja?"

"Kau..bertemu.. Taeri? Kim Taeri?"

"Hmm..."

"Bagaimana bisa..."

"Sebenarnya..."

TBC

After 19th Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang