[7] ruang musik

5.1K 896 68
                                    

Sebagai ketua osis, Eunbi memang memiliki jadwal yang sangat padat. Bahkan dia sering malakukan izin atau dispen hanya untuk melaksanakan tugas osis.

Terkadang teman temannya seperti Minju, Chaeyeon, Sakura, Nako itu merasa miris melihat Eunbi yang tanpa lelah bekerja itu.

"Bi gua balik duluan ya," pamit Sakura sebagai salah satu anggota yang akan membantu acara ulang tahun sekolah nanti berlangsung.

Eunbi melirik jam, "Belum waktunya balik Sak. Lagian di luar masih banyak anak anak kerja."

Sakura menggeleng, "Gak bisa Bi. Lo tau aja lah gimana."

Setelah berucap Sakura langsung pergi padahal waktu itu masih jam setengah 4 sore.

Iya, Eunbi sudah mendengar cerita dari Sakura tentang suster ngesot yang mendatanginya..., kemudian Nako yang bermimpi diperlihatkan kematian seorang gadis di kelasnya.

Eunbi mau tidak percaya tapi dia tau batasannya. Maksudnya adalah, percaya atau tidak itu bergantung pada kita asalkan tidak merugikan orang lain.

"Bi ngapain di ruang osis sendirian?" Tanya Hitomi yang baru saja masuk ke dalam ruangan osis bersama Chaewon.

"Oh ini, lagi ngurusin proposal," sahut Eunbi.

"Oh gitu."

Eunbi melirik ke arah samping laptopnya, "Eh Tomi Chaewon, tolong kunciin ruangan musik dulu dong takutnya gua gak sempat."

Chaewon mengangguk sambil menerima gembok beserta kuncinya tersebut, "Oke."

"Makasih ya. Btw jangan lupa balikin!"

Chaewon mengacungkan jempolnya, sama dengan halnya yang Hitomi lakukan.







👻👻👻







Eunbi meregangkan badannya, akhirnya proposal yang dia buat selesai dan tinggal di print walaupun dia mengerjakan sampai hampir jam 6 sore.

Sedari tadi anak anak osis atau panitia tambahan masuk ke dalam ruangan osis membawa tasnya, kemudian pamit kepada Eunbi hendak pulang.

Eunbi setuju saja, tapi dia harus menyelesaikan tugasnya supaya di rumah tidak ada beban lagi.

Eunbi mengirimkan email kepada Chaeyeon supaya dia memprintkan dan membawanya besok.

"Bi mau bareng?"

Eunbi sedikit terkejut mendengar suara Yena diujung pintu, dia adalah salah satu panitia tambahan acara sekolah.

"Tungguin gua bentar mau gak?" Tanya Eunbi balik.

"Oke gua tungguin di depan gerbang aja ya," Eunbi mengacungkan jempolnya, kemudian memasukkan laptopnya ke dalam tas dan menggunakan jaket.

Eunbi berjalan melewati kooridor utama sendirian, namun ternyata pagar yang membatasi kooridor utama dan gerbang depan sudah ditutup, terpaksa Eunbi harus lewat samping.

Baru jalan sebentar, mata Eunbi terpaku pada salah satu ruangan yang terbuka lebar.

Jadi, ruangan itu berada tepat lurus berhadapan dengan Eunbi, alias ruangan itu berada di antara belokan, sehingga Eunbi dapat melihat dengan jelas kalau pintunya terbuka.

"K-Kuncinya...," Eunbi merogoh sakunya dan mendapati kunci ruangan musik di sana.

"B-Bukannya tadi u-udah dikunci s-sama C-Chaewon ya?" Batin Eunbi.

Kalau Eunbi terus terusan diam, dia gak bakalan keluar juga dari sekolah dan harus terkurung di dalam sekolah semalaman, tentu saja Eunbi gak mau hal itu terjadi.

Dengan perasaan yang kacau balau dan takut, Eunbi melewati ruangan itu dan berusaha untuk menguncinya.

Selesai dikunci, Eunbi segera melangkahkan kakinya menjauh, namun tiba tiba suara tuts piano berbunyi dari dalam ruangan.

Badan Eunbi seketika berkeringat hebat, bahkan angin pun berhembus kencang tidak mengurangi rasa panas ditubuh Eunbi.

Tuts piano terdengar semakin kencang, terdengar indah namun diselimuti dengan nuansa menyeramkan.

Lagu itu..., Eunbi mengenalinya. Itu adalah salah satu lagu legendaris dari SMA Angkasa 48 yang dibuat oleh 12 siswa berbakat kemudian mereka mati massal.

Rumornya mereka mati karena ritual yang dilakukan.







Kret...







Pintu ruangan musik lagi lagi terbuka, Eunbi berusaha balik badan dan kini dia menemukan 12 siswa yang dimaksud tadi, wujudnya mengenakan pakaian sekolah namun sangat menyeramkan.

Arwah arwah tersebut menyanyikan lagu legendaris itu dan berusaha untuk mendekati Eunbi yang terbujur kaku, bahkan dia tak mampu melakukan apa apa.

Semakin dekat, Eunbi hanya bisa memejamkan matanya berharap ada keajaiban.

Eunbi merasa tangannya ditarik oleh dua orang, tapi Eunbi masih enggan untuk membuka matanya. Entahlah Eunbi sudah pasrah jika dia diculik atau sejenisnya.

"Hosh..., hosh...,"

"Aneh? Emangnya hantu bisa ngos ngosan?" Batin Eunbi.

"Buset Bi ngapain merem mulu sih? Cepetan naik ke dalam mobil elah!" Otomatis Eunbi membuka matanya dan kini dia mendapati Yena dan Yujin yang sudah sangat berantakan.

"Loh kok kal—"

"Udah intinya motor lo tinggal, terus lo naik mobil aja sama gua," Yujin mendorong Eunbi agar masuk ke dalam mobilnya.

Eunbi terdiam, "Tadi gua ngeliat secara langsung kisah mistis ruangan musik, Yen, Jin."

Yena menoleh ke arah belakang, "Tuh kan gua bener Jin pasti ada yang gak beres."

"Iya iya buset, tapi kan Eunbinya gak papa."

"Iya sekarang sih gak papa. Kalo tadi telat bisa bisa Eunbi jadi bagian mereka juga loh!?" Sahut Yena.

Eunbi melotot, "Hah? Maksudnya?"

"Oh? Lo gak tau ya? Jadi tuh sebenarnya yang mengikuti ritual cuman satu orang. Kemudian dia mati dan bergentayangan sambil nyari anggota gitu."

"Supaya apa deh Na? Supaya rame?" Tanya Yujin. Sompral sekali mulutnya.

Yena memukul lengan Yujin, "Gua seriusan. Itu memang kenyatannya, makanya setiap tahun bertambah aja deh itu anggotanya, kalo lo kena tadi Bi, mungkin lo jadi anggota yang ke 13."

Setelah kejadian itu, Eunbi tidak mau lagi pulang lewat dari jam 5 dan lewat samping, atau pulang sendirian ketika sore.

Bahkan, Eunbi takut untuk ke ruangan musik walaupun saat pelajaran sedang berlangsung di sana.

twelve | izoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang