BAB 2

5.6K 144 2
                                    

Suara panci, sendok, piring dan berbagai alat perang di dapur berbunyi sahut menyahut. Nafisa sudah mulai menyiapkan sarapan untuk keluarga suaminya. Saat ini ia tinggal bersama mertuanya, karena rumah Farhan belum sepenuhnya selesai.

"Masak Apa Fi?" tanya bunda mengejutkannya yang sedang serius

"Astagfirullah" ucapnya sambil mengelus dada "Fi, Masak nasi goreng aja bun" lanjutnya lagi

"Bunda bantuin ya"

"Gak usah bun. Ini udah mau selesai" tolaknya sehalus mungkin

"Yah udah. Bunda bangunin orang rumah aja deh"

"Hehehe. Iya bun"

Bunda Zahra merupakan ibu dari Farhan. Seorang wanita paru baya yang sangat menyayangi Farhan yang merupakan anak semata wayangnya. Ketika mendapat menantu yang lucu dan menggemaskan seperti Nafisa. Bunda Zahra makin girang bahagia.

Mereka merupakan orang tua yang memiliki pekerjaan di luar rumah sebagai pengusaha. Satu keberhasilan tersendiri ketika mereka bisa mendidik anak mereka hingga bisa menjadi seorang dosen.

"Fisa masak apa sayang?" tanya ayah mertua ramah

"Nasi goreng aja" jawab Nafisa malu-malu

"Farhan mana? Belum di bangunin?" tanya ayah lagi

"Tadi waktu shalat subuh udah bangun. Mungkin tidur lagi" jawab Nafisa sekenanya

"Yah udah, bagunin gih"

Nafisa begong di tempatnya. Merasa kikuk dengan suasana yang sudah beberapa hari ia lakukan. Tapi belum juga terbiasa. Ia bangkit dari duduknya perlahan dan berjalan menaiki tangga menuju kamar mereka. Kedua mertuanya hanya memandangnya sayu, mereka mengerti akan suasana hati dan keadaan yang Nafisa alami.

Sesampainya ia di depan pintu kamar. Langkahnya terasa sangat berat untuk melangkah masuk. Tapi tak bisa lama, karena nanti kedua mertuanya menunggu lama. Ia kemudian masuk ke dalam kamar dan mendapati Farhan tidur sambil membelakangi pintu.

"Kak. Bangun kak, ayo sarapan. Udah pagi" panggil Nafisa lirih sambil menggoyangkan pundak Farhan pelan

Orang yang di panggil tak bergeming. Karena Farhan tidur sambil membelakangi pintu, maka Nafisa mengelilingi tempat tidur agar bisa melihat wajah suaminya itu. Ketika ia sudah melihat wajah suaminya yang sedang tertidur, ada sedikit tetes embun hinggap di dadanya. Perasaan yang sukar di lukiskan, ia tanpa sadar malah tersenyum

"Kamu ngapain?" tanya Farhan ketus. Dan membuat Nafisa berujar mundur

Terlalu tiba-tiba saat Farhan membuka mata. Nafisa bahkan tak sadar hal itu. Ia langsung malu seketika

"Gak. Gak apa-apa, Cuma mau bangunin buat sarapan" jawab Nafisa gelagapan

"Sana keluar duluan. Aku mandi dulu" timpal Farhan selalu saja ketus

"Baik"

*****

Ketika Farhan keluar kamar. Ia sudah rapi dengan pakaian kerjanya, ia mendapati Nafisa masih duduk di meja tanpa makanan di piringnya. Ia kemudian duduk di depan Nafisa

"Mau makan apa Kak?" Nafisa selau bertingkah sopan dan penurut

"Nasi goreng aja"

Nafisa menaruh nasi goreng di piring Farhan. Dan menyerahkannya sopan, kemudian ia mengambil bagiannya dan makan bersama dalam diam.

"Hari ini di rumah aja. Gak perlu ikut ospek segala" ucapnya dengan nasi goreng masih sementara di kunyah

"Baik Kak" Nafisa menurut

"Aku langsung pergi sehabis makan. Jadi kamu di rumah aja sama bibi, kalau bosan bisa belanja atau ngapain gitu. Terserah kamu aja"

"Iya kak"

Farhan segera menyelesaikan makannya dengan cepat sambil terus melirik jam di tangannya. Ia kemudian meraih minumnya dan meneguk habis isi gelas, kemudian berujar

"Nasi goreng ini enak. Kamu yang masak ya?" tanya Farhan

"Iya. Kakak suka?" mata Nafisah berbinar bahagia

"Iya"

Jawaban singkat lalu berangkat kerja. Nafisa mengantarnya sampai ke depan pintu rumah, setelah itu masuk lagi membereskan piring dan gelas bekas makan Farhan di bawa ke dapur dan langsung di cuci.

*****

Di kampus. Farhan baru saja datang sudah di keroyoki oleh beberapa mahasiswi yang mengilainya. Dan beberapa mahasiswa baru, meminta tanda tangannya sebagai penasehat akademik. Dan ia merupakan dosen yang bukan hanya mengandalkan tampang, tapi otak juga bekerja.

"Pak, maaf menganggu. Apa Nafisa tidak bisa hadir hari ini?" tanya Siska, senior centil yang kemarin menggertak Nafisa

"Iya. Dia tidak enak badan. Jadi mungkin tidak bisa ikut ospek sampai hari terakhir" jawab Farhan sekenanya

"Oh. Baiklah" raut kecewa terlihat di wajah cantik Siska. Padahal ia ingin mengintrogasi Nafisa terkait hubungannya dengan Farhan.

Farhan menuju ke ruang dosen dan mengerjakan beberapa artikel yang bisa ia publikasikan dan mengoreksi beberapa proposal mahasiswa bimbingannya. Ia larut dalam pekerjaanya hingga ponselnya memekik membuyarkan konsentrasinya.

"Assalamualaikum. Siapa ini?" tanya Farhan karena melihat nomor baru

"Waalaikumsalam. Ran" Farhan tahu siapa pemilik suara ini, dan siapa lagi yang memanggilnya Ran kalau bukan Mawar

"Ada apa?" tanya Farhan ketus

"Aku ingin bertemu denganmu. Apa ada waktu?"

"Untuk apa? Menyakiti lagi? Pelarian?"

"Kamu jangan sensi dulu. aku hanya mau bicara baik-baik"

"Aku sibuk. Tidak punya waktu untukmu"

Sambungan telepon di putuskan Farhan tanpa salam. Ia masih kesal dengan Mawar yang mengambil sikap sesaat hingga berujung pada pernikahan yang tak di harapkan. Dan setelah enam bulan. Ia menghubungi lagi, oh tidak. Jalan pulang sudah terblokir.

Ia menjadi tak bersemangat mengerjakan pekerjaannya lagi. Mawar sudah menghancurkan konsentrasinya. Ia beranjak dari duduknya, keluar ruangan dan menuju parkiran mobil.

Kami! Suami istriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang