BAB 14

3.4K 105 3
                                    

Nafisa pulang ke rumah dan mendapati pakaian suaminya sudah di dalam koper kecil. Koper perjalanan yang sering di bawa Farhan.

"Mau kemana Kak?" tanya Nafisa

"Keluar kota seminggu." Jawab Farhan jutek

"Butuh bantuan?" tawar Nafisa

"Gak perlu! Udah selesai kok."

Nafisa perlahan mundur. Ia hanya bisa meyaksikan kegiatan suaminya yang sampai detik ini kadang tak mau Nafisa menyentuh barang-barangnya yang di anggap penting.

Tak ada jalan lain selain keluar dari kamar dan menuju balkon tempat kesukaannya. Menghirup udara sore yang menyesakkan, dan berusaha menjernihkan pikiran yang berkecamuk antara memikiran Farhan dan Arnold.

"Fi" panggil Farhan lirih

Nafisa memutar tubuhnya menghadap sumber suara

"Ada apa?" tanya ia sambil berusaha tersenyum

"Aku mau berangkat."

Nafisa segera berlari kecil ke arah suaminya dan meraih koper kecil itu untuk di bawa. Mereka berjalan dalam diam sampai di depan mobil Farhan. Nafisa memasukkan koper itu di bakasi mobil dan berjalan perlahan ke arah suaminya.

Ia menatap Farhan, kemudian meraih tangannya dan menciumnya kyusuk. Baru kali ini Farhan pergi keluar kota selama sebulan mereka menikah. Kebersamaan itu masih sangat singkat.

"Jaga dirimu!" ucap Farhan terlampau santai

"Kakak juga ya."

Farhan hanya menganguk dan mengecup kening istrinya lama. Kemudian masuk ke dalam mobil, meluncur bebas ke bandara.

****

Arnold masih memikirkan pertemuannya dengan Nafisa tadi siang di kampus. Bidadarinya masih sangat cantik seperti dulu, dan ia masih keras kepala juga seperti dulu. ketika ia memilih untuk melakukan sesuatu yang di rasanya benar, maka ia akan terus memperjuangkannya. Dan ia merasa bahwa pertemuan mereka seharusnya tak terjadi lagi, tapi malah terjadi

"Kamu kenapa?" tanya Siska yang entah kapan sudah datang

"Kamu dari mana?" tanyanya pada sepupu muslimnya itu

"Dari kafe. Janjian sama teman, eh. Kamu beneran mau jadi mualaf?"

"Gak jadi! Orang yang ku taksir sudah menikah dengan orang lain."

"Yah, terlambat dong"

"Emang enak ya jadi muslim?" Arnold mulai penasaran

"Yah, enak juga sih. Tapi kamu jangan nanya aku, nanya ke ustad. Takutnya salah jawab, kalau ada pertanyaanmu yang kritis."

"Iya. Oh ya, jurusan kamu pertanian kan?"

"Iya. Kenapa?"

"Kamu kenal gadis ini?"

Arnold memperhatikan foto Nafisa yang di ambilnya diam-diam saat Nafisa berada di depan program studi pertanian. Siska memperhatikan foto itu lama kemudian mengingat seseorang.

"Dia Nafisa. adik kelas aku, kenapa sama dia?" Siska menjelaskan

"Dia cantik ya,"

"Jangan bilang kamu suka sama dia."

"Dia yang udah buat aku begini. Menikah dengan orang lain dan meninggalkanku merana." Arnold mendadak curhat

Siska mengeryitkan dahi. Jelas saja ia tak mengerti maksud pembicaraan Arnold. Bagaimana mungkin gadis lugu seperti Nafisa bisa menikah, dan kalau pun menikah. Dia seharusnya di antar jemput oleh suaminya bukan dosen populer mereka.

"Masa sih dia udah nikah? Yang aku tahu dia jomblo kali." Siska masih menolak kebenaran

"Dia udah nikah. Suaminya namanya siapa gitu, aku lupa. Yang aku tahu dia anak dari mitra yang bekerja sama dengan perusahaanku." Arnold menjelaskan

"Gak. Aku gak percaya!" Siska masih cuek

"Terserah kamu lah!" Arnold jengkel

Percakapan itu berakhir dengan tanda tanya dari Siska dan tanda seru dari Arnold. Mereka sama-sama punya pilihan dan tak mau mengusik kehidupan orang lain.

****

Bara dan Mawar kembali bertemu. Kali ini mereka memilih kafe dekat bandara, pertemuan kali ini untuk mengenal lebih dalam lagi satu sama lain. Mawar memutuskan untuk membuka hati untuk Bara, dan perlahan melupakan Farhan yang sudah beristri.

"Boleh aku tahu kamu lebih dalam lagi?" pinta Bara sopan

"Aku seperti ini. Gadis labil yang masih berusaha mengontrol perasaanku." jawabnya malu

"Hahaha. Baiklah, mau makan apa?"

Bara menganti topik. Sepertinya Mawar mau ia mencari tahu dari orang tuanya, bukan dari Mawar sendiri.

"Kamu mau makan apa?" tanya Mawar

"Nasi goreng seafood aja!" jawab Bara cepat

Mawar lalu memanggil pelayan untuk memesan makanan untuk mereka. Sang pelayan menulis di buku kecil di tangannya untuk di serahkan nanti pada chef yang akan menyiapkan makanan mereka

Dari jauh mata Mawar melihat seseorang yang tak asing. Lelaki yang kadang masih ia rindukan, sosoknya makin berkarismatik dengan pakaian yang rapi dan bersih. Di dalam hatinya ia mengangumi istrinya, ia mampu merawat Farhan dengan baik, wajahnya pun semakin berseri-seri, menambah tampan saat di pandang.

Bara yang tahu calon istrinya ini sedang melirik orang lain. Ia segera mengikuti arah pandangan dari Mawar, dan betapa terkejutnya ia melihat seseorang yang sudah sangat lama ingin ia temui, rindu pada teman lama yang membuncah sehingga ia lupa kalau ada Mawar di situ.

"Akhi Farhan" panggil Bara penuh semangat

Farhan melihat dari jauh sumber suara yang tak asing di pendengarannya. Sahabat seperjuangannya itu sudah berubah, sudah makin matang saja. Ia lalu melangkah cepat menuju ke arah Bara. Tapi kemudian terhenti saat melihat seseorang di belakangnya

"Masya Allah. Saya tak menyangka akan bertemu akhi di sini" ucap Bara terlalu girang

"Alhamdulillah. Dunia terlalu sempit ya, Allah punya cara sendiri untuk mempertemukan dua sahabat" ucapnya sambil melirik Mawar yang menunduk malu

"Kenalkan, dia calon istriku" Bara memperkenalkan Mawar

Mereka sama-sama berusaha baru saling mengenal. Padahal di dalam hati mereka, meronta. Kenapa harus bertemu di saat seperti ini. Kenapa malah akan menikah dengan orang yang mereka kenal.

"Jadi kapan tanggal pernikahannya?" tanya Farhan pura-pura

"Minggu depan. Tanggal 20. Datang ya"

"Insya Allah, hari ini mau keluar kota dulu. kalau sempat aku datang" seperti Farhan pada dasarnya. Mampu bersikap cool dan seolah tak terjadi apa-apa

"Kamu kapan?" pancing Bara

"Aku? Afwan banget baru ngasih tahu ke kamu sekarang. Aku udah nikah, sekarang jalan tujuh bulan." jawab Farhan enteng

Di dalam hati Mawar meradang. Ia sakit hati. Tak tahukah Farhan kalau saat ini ia berusaha mengendalikan dirinya.

"Masya Allah. Dengan siapa? Si akhwat pujaanmu itu ya waktu kuliah dulu?"

Gadis pujaan Farhan sejak kuliah dulu adalah Mawar. Dan jelas saja bahwa pertanyaan Bara membuat mereka saling melirik

"Gak. Dia anak kecil!" jawabnya cepat

"Hahaha. Kamu ini bisa saja, yah sudah. Kalau aku menikah nanti, ajak istrimu ya!"

"Sip. Aku duluan ya. Mau berangkat. Assalamualaikum."

"Waalaikusalam." jawab mereka serempak

Farhan berlalu dari situ sebelum itu mereka saling tukar nomor ponsel agar mudah di hubungi dan Mawar langsung merana. Ia langsung bad mood. Makan pun sudah tak bersemangat. Dan Bara sangatlah peka, tapi ia biarkan saja. Nanti juga ia akan tahu, cepat atau lambat.

Kami! Suami istriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang