BAB 4

4.5K 137 1
                                    

Nafisa masih mondar-mandir di kamar. Penasaran dengan apa yang terjadi di antara mereka. Ia segera melirik jam dinding di kamar mereka, sudah pukul 21:44 malam. Ia merasa semakin sesak di bagian dada ketika Farhan malah masuk ke dalam kamar dengan keadaan cuek.

Ia tak tahan harus tidur sekamar dengan suami yang menyelingkuhinya. Suami yang ia percaya selama enam bulan selalu menjaga perasaannya ketika berjauhan. Malah punya gadis simpanan yang terlihat sangat matang dan dewasa.

Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar, tanpa melirik Farhan sedikit pun. Ia memilih tidur di sofa ruang tengah sambil menonton acara tengah malam hingga tertidur dengan sendirinya.

Program di televisi tak mampu membuyarkan lamunanya tentang adegan tadi di ruang tamu. Hatinya kenapa terasa sangat sakit ketika melihat pria asing yang langsung menjadi suaminya itu menemui gadis lain di depan mukanya.

"Fi" panggil Farhan lirih

Nafisa pura-pura tidur walau ia masih jengkel.

"Kamu belum tidur kan?" tanya Farhan lirih

"Kalau kamu belum tidur. Tolong dengarkan aku" suara Farhan terhenti sejenak "Dia mantan kekasihku. Dia belum tahu tentang pernikahan kita. Dialah yang membuat kita menikah. Karena sikapnya kita bisa jadi suami istri" lanjutnya lagi

"Kakak masih mencintainya?" suara Nafisa terdengar dari balik selimut

"Kenapa?" bukannya menjawab Farhan malah bertanya balik

"Selama aku hidup. Banyak yang menyukaiku, melamarku sejak SMP. Tapi saat itu aku masih sangat kecil. Tak paham apa itu cinta dan lamaran, apalagi menikah. Dan ketika aku beranjak dewasa aku malah langsung di nikahkan dengan pria yang tak aku kenal, tak aku tahu asal usulnya dan aku tidak mencintainya. Padahal, aku sudah memutuskan untuk mencintai seseorang saja, dan itu adalah suamiku" suara Nafisa terhenti membuka selimut dan menatap tajam ke arah Farhan

"Dan sekarang. Setelah tinggal beberapa hari denganmu, sikapmu sangat dingin, berbeda dengan pandanganku selama enam bulan kita menikah. Bunda selalu bercerita bahwa kau anak yang ceria dan ramah. Tapi ketika melihat dan hidup denganmu, kamu sangat berbeda dari ekspektasiku. Aku sempat berpikir bahwa sikapmu berubah karena menikah denganku. Tapi itu bukan salahku. Itu hanya salah paham" Nafisa menjelaskan dengan emosi yang meletup-letup

Farhan tak bisa berkata. Ia terdiam mendengar penjelasan Nafisa, mau merespon pun takut masalah malah berkepanjangan, apalagi di depannya ini anak kecil yang baru beranjak dewasa.

"Maafkan aku Fi. Tolong bersabar, jika kamu tidak sanggup. Maka katakanlah padaku" akhirnya hanya itu yang bisa ia katakan

"Tak sanggup? Maksudnya?" Nafisa keluar dari selimut dan menatap nanar pada Farhan

"Mmm, maksudku" ucap Farhan seolah tercekat saat melihat wajah Nafisa yang malah terlihat lucu dengan mata sembab karena mengantuk dan rambut yang acak "Kalau kamu tidak mau bersuamikan aku, kita bisa bercerai" ucap Farhan agak gugup

"Segampang itukah kata cerai darimu?" pandangan Nafisa berubah. Farhan yang melihat Nafisa beberapa hari yang lalu memiliki pandangan yang teduh dan menentramkan, kini menjadi tegas. Nyaris menyeramkan dengan penampilan yang acak-acakkan

"Lalu kamu maunya gimana?" suara Farhan masih terdengar tenang dan tetap sedingin es

"Aku hanya mau, bersikaplah seperti dirimu yang sebenarnya" ucap Nafisa lirih dan berlalu menuju kamar

*****

Pagi yang cerah untuk menyambut hari yang baru. Nafisa sudah siap-siap ke kampus dengan pakaian yang sangat cantik. Pakaian baru yang di belikan Farhan. Ia merupakan gadis berhijab, maka Farhan membelikannya beberapa gamis dan kerudung untuk di pakai ke kampus.

"Anak bunda cantik banget" puji sang mertua ketika melihat Nafisa berjalan ke arah mereka

"Gak kok bun. Fisa biasa aja" timpal Nafisa agak tersenyum.

Ia sudah terbiasa di dalam rumah itu. Sehingga sifat aslinya yang memang ceria sudah kembali. Melupakan kejadian kemarin malam yang harus membuatnya berusaha ekstra untuk menjadi kuat

"Farhan mana?" tanya ayah

"Lagi siap-siap mungkin. Fisa duluan ya, takut ketinggalan angkot" jawabnya sepolos wajahnya

"Emang Farhan ngajarnya jam berapa? Barengan aja" timpal bunda

"Gak usah bun. Fisa duluan aja, Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Nafisa lalu mencium tangan kedua mertuanya itu dan berlalu keluar dari rumah secepat mungkin. Kedua mertuanya hanya bisa melepas kepergian sang menantu dengan tanda tanya

Tak lama saat Nafisa sudah keluar rumah. Farhan baru saja turun dari lantai atas. Dan berjalan seolah tak terjadi apa-apa

"Farhan. Kamu biarin Fisa pergi ke kampus sendiri?" bentak ayah yang membuatnya terkejut

"Hah? Fisa udah pergi?"

"Makanya cepat kejar" kini bunda yang sewot

Farhan langsung berlari mengejar istrinya, tanpa sarapan. Tapi saat keluar rumah, Nafisa sudah tidak ada. Maka dengan cepat ia masuk ke dalam mobil dan mengejar Nafisa yang mungkin saja masih berada di persimpangan jalan menunggu angkot.

Dan benar saja. Gadis mungil yang lincah itu masih berdiri di tepi jalan. Ia menghentikan mobilnya di depan Nafisa dan membuka kaca mobil sambil memanggil Nafisa dari dalam

"Ayo bareng"

"Gak. Saya bisa naik angkot" Nafisa berusaha untuk menghindar

"Masuk Fi. Jangan membantah" intonsasi Farhan terdengar tegas

Nafisa, walau ia ingin menghindar tapi ia sadar bahwa Farhan masih suaminya. Tak mau durhaka, maka ia masuk ke dalam mobil dengan hati meradang.

Selama perjalanan Nafisa diam saja, Farhan pun demikian. Mereka sudah memutuskan untuk menjalani rutinitas seperti biasa. Menjadi diri mereka sendiri. Mereka memutuskan untuk tetap merahasiakan pernikahan mereka dari teman-teman mereka, dan siapa pun itu. Kecuali keluarga mereka

"Sampai di terminal pemberhentian berikut aja" ucap Nafisa tanpa melihat Farhan

"Kenapa?"

"Kakak tidak mau kan kalau pernikahan ini sampai di ketahui publik"

"Mereka tahu kamu itu adik aku" jelas saja Farhan menolak

"Gak. Aku gak mau kita terlalu dekat"

Farhan terdiam. Ia tak mau berdebat untuk pagi ini. Maka dengan berat hati ketika sampai di tempat tujuan, Nafisa turun dari mobil Farhan dan berjalan perlahan menuju kampus yang bisa di lihat oleh Farhan dari kaca spion.

Kami! Suami istriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang