BAB 25

3.4K 105 7
                                    

Hari-hari di lewati dengan lebih baik. Farhan dan Nafisa sama-sama memperbaiki diri. Mereka juga membangun rumah tangga dengan kepercayaan dan komitmen sabar menanti rezeki terbesar dari sang pemilik segala nyawa.

Hari ini saja Fahran mengajak Nafisa ke taman kota guna menjernihkan pikiran dari rutinitas kampus yang hampir membuat mereka sama-sama heng. Tapi langkah keduanya terhenti karena suara seorang pria memanggil nama Fahran.

"Akhy Farhan? Apa kabar?" sapa Bara saking semangatnya sampai menepuk pundak Farhan kuat.

"Astagfirullah. Ante ini kalau sudah ketemu. Badan ana bisa remuk." Balas Farhan namun langsung melompat ke arah Bara, kemudian merangkul sang sahabatnya di bawah ketiak lalu menjitak pelan kepala Bara.

Kemudian mereka sama-sama berdiri dan tertawa juga berpelukan. Seolah lupa bahwa di belakang mereka ada teman hidup yang diam-diam tersenyum melihat tingkah bocah mereka.

"Ehem!" Mawar berdehem.

Farhan menoleh ke belakang punggung Bara dan melepas pelukan teletubis mereka dan Fahran langsung meraih tangan Nafisa untuk di genggam.

"Apa kabar ente dan istri?" tanya Bara.

"Alhamdulillah baik. Kabarmu bagaimana?" balas Farhan.

"Kami." Bara menatap sekilas pada Mawar. "Alhamdulillah sangat baik." Jawab Bara.

"Syukurlah."

"Fisa sudah ngisi ya? Wajahmu pucat." Sapa Mawar basa-basi. Sambil menjulurkan tangan ingin berjabat.

"Hah? Ngisi?" otak cerdas Nafisa langsung tahu makna kalimat itu. "Hehehe. Belum kak, doakan saja ya? Kakak udah ya?" lanjut Nafisa lagi dan meraih uluran tangan Mawar.

"Alhamdulillah udah. Masuk dua bulan." Jawab Mawar bangga.

Bara dan Fahran hanya bisa saling lempar pandang. Tak paham dengan apa yang di bicarakan Nafisa juga Mawar. Tapi mereka kemudian mengerti dengan kalimat terakhir Mawar tentang dua bulan. Mawar hamil.

"Alhamdulillah." Timpal Nafisa tak menghilangkan senyum manis di bibirnya.

Satu senyuman saja sudah mampu mengalihkan dunia Farhan, mampu menarik perhatian Bara. Senyum Nafisa mampu membuat orang di sekelilingnya ikut tersenyum juga. Dan itu terjadi pada Bara, senyumnya seolah bernyawa, senyum yang tulus dan tidak di buat-buat.

"Ente gak nyesel." Bisik Bara pada Farhan.

"Maksud ente?" kening Fahran berkerut.

"Maaf sekali. Ana kecelongan. Senyum istri ente." Tutur Bara sambil berusaha mengendalikan diri.

"Lain kali jaga pandanganmu ya akhy. Tak baik memandang yang haram."

"Iya. Syukron."

"Afwan!"

Pada akhirnya mereka memutuskan untuk jalan-jalan bersama sampai makan siang bersama dan pulang ke rumah masing-masing karena lelah.

*****

Pagi menyapa pasangan suami istri yang sekarang sedang duduk manis di meja makan. Mereka berdua diam dalam pikiran masing-masing sampai bel rumah mereka berbunyi dan mengejutkan mereka berdua.

"Siapa pagi-pagi begini bertamu?" tanya Farhan pada istrinya yang hanya mengangkat bahu, pertanda tak tahu.

"Aku lihat dulu."

Nafisa beranjak dari duduknya dan berjalan perlahan ke pintu depan. Tangan kirinya meraih gagang pintu dan tangan kanannya memutar kunci pintu. Ketika pintu terbuka, nampaklah wajah sang ibunda tercinta. Sang mertua.

Kami! Suami istriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang