BAB 18

19.8K 1.8K 423
                                    

Bab 18

Setelah bercermin sekilas dan memastikan kalau luka di sudut bibirnya tidak terlalu kentara, Raza pun keluar dari mobil. Sesuai janji tadi siang, dia akan mengambil ponselnya malam ini. Semoga saja Ola sudah ada di rumahnya.

"Olanya ada, Pak?" tanyanya dengan ramah pada Pak Man, penjaga di rumah Ola.

"Oalah, Mas, saya malah mau nanya soal mbak Ola ke Mas. Soalnya, mbak Ola belum pulang dan Bapak udah di rumah."

Raza mengernyit, kemudian melirik jam yang melingkar di tangannya. Pukul delapan malam. Lalu kenapa semalam ini perempuan itu belum pulang? Padahal biasanya, Ola tak pernah pulang semalam ini, apalagi sendirian. Apa masih di rumah temannya itu?

"Sama Ola, Za?" Suara seseorang yang baru saja datang membuat perhatian Raza yang sedang berbincang kecil bersama Pak Man teralihkan. Yang menyapanya itu ternyata Om Adinata, ayah Ola.

"Om," sapa Raza yang kemudian menyalami ayah dari sahabatnya, lalu berkata kalau dia ke sini pun untuk mencari Ola.

"Ponselnya nggak aktif. Tadi Ola ada bilang sama kamu kalau dia mau pergi ke mana, nggak?"

"Katanya, Ola mau ke rumah Mbak Dila," jawab Raza apa adanya. Ola memang memberitahunya begitu, tapi dia tidak tahu kenyataannya bagaimana. Kenapa lama sekali? Apalagi perempuan itu sudah tiba di rumah temannya sejak siang tadi.

Adinata yang mendengar jawaban Raza pun mengernyit. Ekspresinya terlihat terkejut, mungkin karena beliau baru mengetahui kalau putrinya memiliki teman selain dirinya. Entahlah.

"Dila?"

"Benar, Om, belum lama ini Ola dekat dengannya. Barangkali Om mengenalnya?" tanya Raza seraya menyunggingkan senyum tipis yang langsung dibalas gelengan oleh Adinata setelah terdiam selama beberapa saat.

Setelah itu, ayah Ola pun mengajak Raza untuk masuk. Jika saja dia tak membutuhkan ponselnya, maka sejak tadi dia sudah memutuskan untuk pulang kembali. Jujur saja, walau dia sering berkunjung ke rumah Ola, dia tidak terlalu akrab dengan orang tua perempuan itu. Pasalnya, kedua orang tua Ola memang sangat sibuk dan jarang sekali berada di rumah.

"Begitukah? Om akhir-akhir ini memang sibuk," balasnya seraya tersenyum. Jauh di dalam lubuk hatinya, Adinata merasa bersalah. Dia ketinggalan momen bersama putrinya, dengan keluarganya. Sangat miris.

***

Raza yang sedang duduk sambil mengotak-atik kameranya pun mengalihkan perhatiannya saat mendengar suara pintu yang ditutup secara asal sampai terdengar suara berdebam. Setelahnya, Raza bisa melihat Ola yang melambaikan tangan kanannya yang bebas karena tangan kirinya sedang membawa kantong kertas yang Raza sendiri tak tahu apa isinya.

"Udah lama, ya? Sorry," ucap Ola sambil cengar-cengir, kemudian menaruh kantong kertasnya di meja, sebelum ikut duduk di samping Raza.

"Katanya Papa pulang, benar?"

Raza hanya mengangguk untuk menanggapi. "Ponsel gue?" pintanya seraya mengulurkan tangan, membuat Ola mendengkus kecil.

"Nanti. Gue mau temuin Papa dulu, oke? Jangan pulang dulu," ucapnya sambil berlalu, dibalas dengan helaan napas oleh Raza.

Terkadang Ola memang semenyebalkan itu. Padahal dia sedang meminta ponselnya sendiri, bukan meminta ponsel milik Ola. Kenapa susah sekali? Dia harus pulang. Dia tidak bisa berdekatan dengan Ola terlalu lama, sebelum pikirannya benar-benar jernih. Getaran aneh yang sempat singgah di masa SMA mereka memang tak bisa dibiarkan.

Laki-laki itu menghela napas lelah. Sungguh, dia merasa asing dengan dirinya sendiri. Jika harus dijabarkan, selama dia menjalani hubungan dengan Yasmin, dia sudah benar-benar tak lagi merasakan hal sialan ini. Lalu, kenapa datang kembali? God! Sudah satu tahun berlalu, kenapa semua ini harus terjadi lagi? Apa ini karena dia baru saja patah hati?

[Not] FellowshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang