BAB 31

17K 1.9K 277
                                    

Bab 31

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi,dan Ola merasa bingung harus ngapain. Mau pergi keluar, rasanya akan sangat canggung mengingat semalam dia sama sekali tidak bertatap muka dengan penghuni rumah ini, kecuali Raza tentunya. Ola pun tengah merutuki kekasihnya yang belum menemuinya.

Padahal ini sudah siang, apalagi di rumah orang. Ola tak mau dikira kalau dia belum bangun. Dia yang sudah mandi, meski memakai pakaian yang sama pun akhirnya hanya duduk menunggu, sesekali mondar-mandir dan berharap kalau Raza akan segera menemuinya. Sialnya, Ola meninggalkan ponsel di rumah sehingga dia tak bisa berbuat banyak. Terutama menghubungi laki-laki itu.

Semalam, tidurnya amat nyenyak. Begitu bangun tidur, jujur saja kalau Ola sempat bingung saat mendapati dirinya berada di ruangan yang asing. Namun, begitu ingat, dia tentu saja langsung menyunggingkan senyum. Kenyataan kalau Raza adalah pacarnya bukanlah mimpi.

Sekali lagi Ola tersenyum, melangkah menuju sebuah pintu yang dia duga adalah pintu menuju balkon. Angin berembus cukup kencang begitu dia membuka pintu, sampai membuat beberapa helai rambutnya beterbangan dan menutupi sebagain wajahnya. Merenggangkan kedua tangannya seraya menarik napas, menghirup udara pagi hari yang belum terkontaminasi, Ola merasa seperti di rumahnya saja. Nyaman dan membuatnya tenang.

Suara ketukan di pintu membuatnya menoleh, lalu segera melangkah dengan cepat untuk membukanya. Ola yang akan membuka mulutnya pun seketika mengatupkannya kembali saat melihat jika yang di depannya ini bukan Raza seperti dugaannya, melainkan ibu laki-laki itu. Ya ampun, mau ditaruh di mana mukanya ini? Ola amat malu, sungguh. Dia sudah seperti maling yang tertangkap basah saja.

"Hai, Cantik. Tidur nyenyak kan?" Tante Adeeva menyapanya dengan ramah, seperti biasa. Memang sangat melegakan, hanya saja Ola tetap merasa kikuk.

Akhirnya, dia tersenyum, lalu menanyakan kabar dari ibu kekasihnya yang tentu saja dibalas Adeeva dengan hangat.

"Yuk, turun, kita sarapan sama-sama. Tante suruh Abang ke rumah Aksel sebentar tadi, nggak apa-apa, kan?" tanyanya, tapi Ola bisa menangkap nada menggoda di sana. Sebentar, mamanya Raza belum tahu status mereka yang sekarang, kan? Oh, semoga saja. Dia benar-benar belum siap.

Ola tersenyum tipis, menjawab pertanyaan Adeeva dengan berkata kalau itu bukan masalah, lalu menuruti ajakan sarapan bersama dari perempuan paruh baya itu. Dalam hati, Ola sibuk memaki. Bagaimana bisa laki-laki itu pergi tanpa memberitahunya, membuat dia terjebak di antara keluarganya sendirian?

Begitu sampai, Ola bisa melihat Ayah serta adik Raza duduk di kursi dengan beberapa makanan yang sudah terhidang di meja. Ola menatap takjub. Ya, dia belum pernah dihadapkan dengan sarapan sebesar ini. Maksudnya, biasanya saat orang tuanya masih bersama, dan jika mereka menyempatkan sarapan bersama, tak pernah Ola melihat beberapa makanan akan tersaji di pagi hari.

Ya, dia akui kalau tatapannya mungkin terlihat norak, hanya saja apa ini tidak terlalu berlebihan? Dia biasanya dihadapkan dengan menu praktis seperti dua lembar roti serta satu gelas susu. Namun Ola merasa senang juga dengan perlakuan manis Tante Adeeva kepadanya, tak berbeda dengan Putra yang notabene anaknya.

"Ayo, duduk, Sayang. Abang bilang, kita bisa sarapan tanpa dia." Suara mamanya Raza membuyarkan lamunannya.

Ola mengangguk, lalu duduk tepat di samping perempuan itu. Sebelumnya, Ola menyapa ayah Raza, juga membalas sapaan Putra. Ternyata, anak laki-laki itu sudah besar saja.

Suasana sarapan terasa sangat hangat atau bahkan terhangat yang pernah dia rasakan. Bagaimana Tante Adeeva dengan cekatan mengurus semua keperluan suaminya, juga saling melempar tatapan penuh cinta antara mereka berdua, mau tak mau membuat Ola menyunggingkan senyum. Dia baru sadar, kalau diingat kembali, dia sudah lama tak melihat ekspresi seperti ini dari kedua orang tuanya.

[Not] FellowshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang