BAB 21

20.3K 1.9K 275
                                    

Bab 21

"Heh, maling."

"Eh, sialan! Gue kaget!" Perempuan itu tersentak dan Raza terkekeh geli karenanya.

Begitu keluar dari kamar dan masuk ke dapur, dia dibuat geleng kepala dengan tingkah sepupunya. Bagaimana tidak, pasalnya meskipun hal ini sudah sangat biasa dan Raza sendiri sudah tidak merasa aneh, tapi tetap saja, kebiasaan Aksel yang makan camilan sambil jongkok di depan kulkas yang terbuka selalu membuatnya heran.

Aksel bilang, biar nggak khilaf, biar nggak terlalu banyak nyemil. Soalnya, kalau sambil jongkok di depan kulkas, otomatis dia bakalan lebih dulu merasa dingin dan akhirnya berhenti. Ya, begitulah Aksel dan keribetannya. Katanya, takut melar. Padahal kalau Raza lihat, tubuh sepupunya itu sudah kecil. Kalau perlu, pakai banget.

"Refleksnya nggak bagus banget," komentar Raza seraya membungkuk untuk menjangkau botol air mineral yang berada di pintu bagian bawah, lalu menenggaknya langsung dari mulut botol, membuat sang sepupu mengernyit jijik. "Jorok, ih!"

Raza hanya mengedik, lalu kembali menyimpan botol air tersebut ke tempat semula, tetapi langsung ditepis Aksel. "Keluarin, jorok! Pakai gelas kek, apa kek, jangan langsung kayak gitu. Ih, nyesal tadi gue ambil minum dari botol itu. Pasti sebelumnya lo juga minum langsung dari botolnya, kan?" cerocosnya yang sama sekali tak Raza hiraukan. Malahan, laki-laki itu hanya menatap sepupunya dengan malas. "Bawel. Kebiasaan banget sih nyemil di depan kulkas."

"Eh, si Jomlo!" seru Aksel refleks. Setelah berkata demikian, perempuan itu membekap mulutnya sendiri, lalu cengar-cengir. "Ups, keceplosan. Tapi, emang jomlo, kan, Za?"

"Lo aja, yang punya pacar, malam minggunya tetap di rumah. Lagian, ngapain di sini? Om sama Tante ke mana?"

"Mama sama Papa lagi malam mingguan, dong. Double date sama Tante dan Om," balas Aksel tak acuh. Bahunya pun mengedik tak peduli.

"Ha?"

Aksel berdecak kesal. "Lemot! Papa sama Mama lagi pergi ke pesta nikahan sama Om dan Tante juga. Ngerti?!"

Pantas rumah sepi. Begitu Raza turun dari kamar, dia tak menemukan keberadaan mamanya, pun dengan suara bawelnya.

"Putra di mana?"

"Lah, kenapa tanya ke gue? Situ yang serumah aja nggak tahu, apalagi gue."

"Terus, Reksa ke mana?"

"Anak itu mah keluyuran sama anak band-nya," jawab Aksel ketus. Dengan mendengar jawaban sepupunya saja, Raza bisa tahu di mana keberadaan adiknya. Pasalnya, Putra dan Reksa itu sudah kayak Upin dan Ipin, ke mana-mana selalu bersama walau mereka bukan kembar.

"Tumben di rumah, Za. Nggak keluar?"

"Baru mau keluar," jawab Raza yang sekarang sudah anteng dengan ponselnya.

Seketika Aksel baru menyadari kalau sepupunya sudah tampak rapi. Padahal, sebelumnya sang tante bilang kalau anaknya sedang tidur.

"Ke mana? Ke rumah Ola?"

Raza mengernyit sebentar, sebelum akhirnya menggeleng. "Gue mau ketemu Rio."

"Terus gue gimana?" tanya Aksel cemberut, membuat Raza mengalihkan perhatiannya dari benda pipih yang masih menyala, lalu memandang sepupunya yang masih betah berjongkok di depan kulkas.

"Apanya yang gimana?"

"Masa lo mau ninggalin gue sendirian di sini."

"Ya masalahnya apa?" balas Raza dengan santai dan Aksel mencak-mencak mendengarnya. Bahkan perempuan itu sempat menggerutu kalau Raza tidak berkeprimanusiaan karena dengan teganya meninggalkan dia di rumah sendirian. Apalagi, di rumah tantenya ini tidak ada ART yang menginap.

[Not] FellowshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang