Agustus : Day 5,6,7

300 33 15
                                    

#5#

Hawa dingin mulai mengusik Iori. Hujan yang terus menerus sedari tadi tak kunjung reda. Iori merasakan bagian samping mantelnya telah basah terkena tetesan hujan yang turun dari payungnya.

Iori pikir ini terlalu gila jika ia terus berjalan menuju rumah, ia bisa mati membeku. Pemuda itu akhirnya menutuskan untuk berjalan menepi menuju kedai ramyun yang berkanopi panjang agar ia bisa berteduh didepannya.

Iori melipat payungnya dan menatap kearah jalan yang dihiasi ribuan tetes air hujan. Iris hitam keabuan-nya menyipit saat sebuah sedan hitam melintas tak jauh dari tempatnya berteduh.

Tidak.. Bukan sedan itu yang menjadi titik fokusnya, melainkan orang yang duduk di kursi penumpang. Iori bisa melihatnya karena kaca mobil itu yang memang terbuka.

"Bukankah itu Rika?" gumam Iori tanpa melepas pandangannya dari dua orang yang tengah asyik mengobrol. Sesekali tawa si gadis berderai saat tangan sang pemuda mengusak pelan rambut merahnya.

Iori tidak mengerti, kenapa ia merasa terganggu dengan interaksi kedua orang itu.

'Drrtt.. Drrttt.. Drrtt.. '

Getaran ponsel di dalam sakunya memutuskan tatapan Iori dari mobil yang sudah kembali berlalu itu. Iori segera merogoh saku seragam sekolahnya dan mendapati nama sang kakak tertera di layar ponsel.

"Moshi-moshi... "

"......."

"Aku sedang berteduh karena tadi hujannya lumayan deras, tapi sekarang sudah mulai reda. Aku akan pulang sekarang, Nii-san."

"........"

"Baiklah."

Iori memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Pemuda itu lalu membentangkan payung sebelum kembali berjalan menembus hujan untuk sampai ke rumah.

*****

#6#

Wajah Rika terlihat tenang ketika harus menghadap Yaotome Gaku, guru Matematika sekaligus wali kelas yang terkenal dengan kejombloannya.

Sebenarnya Rika sudah bisa menebak alasan ia dipanggil untuk menghadap pria berusia 23 tahun itu.

Apalagi jika bukan karena nilai mata pelajaran Matematika Rika yang bermasalah.

"Ini apa?"

Rika mengerjapkan matanya bingung, kemudian tertawa kecil. "Ini 'kan grafik nilai. Masa Sensei tidak tahu," jawabnya sambil tergelak.

Gaku mendesah pelan, "Perhatikan grafiknya."

"Wow, bagus sekali. Warnanya merah seperti buah stroberi kesukaan Sensei. Gaku-sensei mau memberikan buah stroberi untukku?" Rika justru memasang puppy eyes andalannya dengan topik yang melenceng dan kembali membuat Gaku mati-matian menahan emosinya.

"Kita tidak sedang membicarakan buah stroberi, Rika. Kita sedang membicarakan nilai Matematikamu," tutur Gaku.

"Hush! Sensei tidak sopan! Kita tidak boleh membicarakan orang lain."

"BUKAN ORANG LAIN TAPI NILAI MATEMATIKAMU!"

"Ish, Gaku-sensei jangan berteriak! Nanti telingaku sakit!" Rika mengusap-usap telinganya sambil memasang wajah kesal yang terlihat imut.

Ingin rasanya Gaku membenturkan kepalanya pada meja. Dosa apa dia sampai memiliki siswi berkepribadian absurd seperti Rika?

SRET!

Perhatian Gaku teralihkan pada sosok pemuda jangkung yang baru saja membuka pintu dan masuk ke ruang guru.

"Ah, kebetulan kau sudah datang, Iori. Ke mari," wajah Gaku yang terlihat kusut seketika berubah cerah berkat kedatangan Iori.

High School - Izumi Iori || MHS Project [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang