Desember : Day 10

242 37 0
                                    

WELKAM TU MOBEL LEJEN

Seluruh pasang mata yang ada di kantin memusatkan perhatiannya pada satu meja yang berada di tengah-tengah kantin itu. Yotsuba Tamaki terus saja menekan-nekan layar ponsel milik Souko. Tidak memperdulikan tatapan orang-orang bahkan tiga orang temannya yang kini duduk satu meja dengannya.

Jangan bingung kenapa Tamaki selalu memainkan ponsel Souko. Hal itu dilakukan karena Tamaki ga punya hempon sendiri. Kasian ya ..

Kasian, kasian, kasian.

"Tamaki." panggil Souko.

Tidak ada respon.

"Tamaki." kali ini Rika yang memanggil sambil menepuk-nepuk atau memukul-mukul lengan Tamaki. Sejak pertama kenal, baik Iori, Rika, maupun Souko sudah tahu kalau Tamaki memang orang yang seperti itu. Selain nolep dan pecinta puding nomor wahid, bocah bongsor itu juga gemar main game.

"Tamaki, kecilkan volumenya." kata Iori yang hanya ditanggapi dengan 'hm' andalan Tamaki. Dan Tamaki pun mengecilkan volumenya. Hal itu membuat ketiganya lega. Setidaknya, mereka tidak lagi ditatapi oleh banyak pasang mata lagi.

"Oh iya, pulang sekolah nanti kita jadi menjenguk Yama-sensei, kan?" tanya Rika pada kedua temannya. Kenapa dua? Karena satu lagi sudah tenggelam dalam lautan luka dalam. Eh, maksud saia tenggelam dalam permainannya kembali.

Souko mengangguk sebelum meminum jus Tabasco miliknya. Ah, kabar gembira untuk Souko seorang. Saus Tabasco kini ada ekstraknya. "Jadi lah. Aku kasihan sama Yama-sensei. Pasti dia menderita sekarang."

"Apa separah itu lukanya?" tanya Iori yang memang kurang apdet mengenai kondisi guru hijau bermata empat itu. Sekarang ia mulai bertanya-tanya, apa jatuh dari bajay bisa menimbulkan luka fatal? Seperti geger otak, atau tangan dan kaki diaputansi misalnya. Persis seperti yang ada di sinetron favorit Mitsuki di rumahnya.

"Parah sih ngga. Cuman ya, Yama-sensei kan jomblo, jadi pasti dia nyesek aja gitu pas sakit ga da doi yang jenguk."

Emang ada hubungannya ya?

"Jadi, fix nih ya. Pulang sekolah nanti kita langsung ke rumah Yama-sensei." ucap Rika yang diangguki oleh Souko dan Iori. Tamaki? Udah, jangan diharapkan dia mah.

.
.
.
.

Kring .. Kring ... Kring

Tak terasa bel pulang sudah berbunyi. Para murid pun lantas segera berhamburan keluar dan kembali ke habitatnya masing-masing.

"Sebelum ke rumah Yama-sensei, kita beli martabak dulu yuk. Kan ga enak jenguk orang sakit dengan tangan kosong." ucap Souko ketika mereka berjalan menuju gerbang sekolah.

"Ayo. Kebetulan aku juga lapar."

Bletak

Jitakan super didapat Tamaki dari Rika yang kini menatap galak padanya, "Lapar gundulmu. Ini buat Yama-sensei, tahu. Lagian kan Tamaki ga patungan, jadi ga boleh ikutan makan martabaknya."

Souko menghela napas menyaksikan perdebatan tidak penting antara Tamaki dan Rika. Sedangkan Iori? Pemuda tsundere ga bolong itu terlihat sedang memfokuskan pandangannya pada sesuatu. Ah, pada seseorang yang kini sedang berdiri dekat gerbang sekolah lebih tepatnya.

"Rika, bukankah itu -..."

"Tenn-nii ..."

Kalimat Souko terpotong oleh gumaman Rika. Gadis itu kini juga berhenti berjalan dan ikut melihat ke arah pemuda berambut putih kemerahan yang kini berjalan ke arah mereka.

"Tenn-nii, sedang apa di sini?" tanya Rika pelan setelah Tenn tiba di depan mereka. Gadis itu heran. Tenn ini kan bersekolah di akademi khusus laki-laki, lalu apa yang dilakukan saudara kembarnya di sini?

"Ayo pulang." ucap Tenn datar. Sejenak mata kucingnya mengerling pada Iori yang berdiri tak jauh darinya sebelum kembali pada Rika. "Ayah ingin bertemu denganmu."

"Tapi, aku-..."

"Ini perintah, Rika." Tenn menatap Rika tegas. Dan hal itu selalu bisa membuat adiknya tidak kuasa untuk menolak.

"Baiklah." Gadis bermata crimson itu segera menoleh pada teman-temannya. "Gomen, minna. Aku ga bisa ikut jenguk Yama-sensei. Titipkan salamku padanya ya."

Setelah mendapat anggukan dari Souko, Rika segera berjalan mengikuti Tenn yang sudah melangkah lebih dulu menuju mobil yang terparkir di luar gerbang.

"Tenten ga berubah ya? Tetep aja dingin kayak es balok." Komentar Tamaki setelah mobil yang Rika naiki sudah berjalan meninggalkan area sekolah.

"Tadi itu... siapa?"

Souko dan Tamaki menoleh pada Iori saat teman mereka bertanya dengan nada suara yang pelan.

"Iorin ga tau? Itu Kakak kembarnya, Ri-chan. Namanya Kujo Tenn."

Iori segera menoleh pada Souko dan Tamaki. "Kujo? Bukankah marga Rika itu Nanase?"

Souko menghela napas sebelum berkata, "Nanase itu marga Ayahnya. Orangtua Rika sudah bercerai. Jadi saat berpisah, Tenn ikut Ibunya dan Rika ikut dengan Ayahnya."

Iori terdiam mendengar jawaban Souko. Jadi, Rika hanya tinggal dengan Ayahnya? Lalu kenapa gadis itu- ....

"Rika memilih tinggal di asrama karena Ayahnya meninggal sejak ia kelas 1 SMA." ucap Souko seolah tahu apa yang ada di dalam pikiran Iori, "Dia menolak tinggal bersama Ibunya. Mungkin Rika masih merasa kecewa karena Ibunya memilih untuk menikah lagi. Aku tidak terlalu mengenal Ayah tiri Rika, tapi aku yakin Kujo-san adalah orang yang baik. Karena selama ini, beliau lah yang membiayai segala keperluan Rika sejak Ibu Rika meninggal setahun setelah kematian Ayah kandungnya."

Iris hitam keabuan Iori sontak melebar mendengar penjelasan Souko mengenai kondisi keluarga Rika.

Kini, Iori jadi mengerti satu hal. Ternyata ia tidak benar-benar mengenal Rika dengan baik hingga hal penting seperti itu saja ia tidak tahu.

High School - Izumi Iori || MHS Project [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang