Maret : Day 17

370 30 1
                                    

Ujian Akhir Nasional telah berakhir sudah lama. Kini menantikan saat-saat yang paling menegangkan yaitu menunggu detik-detik kelulusan. Semua anak kelas tiga sudah berkumpul sejak jam 9 pagi tadi. Kepala sekolah belum juga mengumumkan hasil kelulusan itu. Tampak mereka sedang kasak-kusuk di tengah aula yang teduh. Anak-anak tersebut menantikan waktu-waktu yang akan mengejutkan jantung agar tidak terlalu menegangkan. Mereka ribut sendiri dengan aktifitas masing-masing.

Ada yang berwajah pucat pasi. Ada yang bersikap santai dan tenang tanpa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Ada yang sudah menangis duluan sebelum pengumuman kelulusan diumumkan karena takut tidak lulus. Ada yang berwajah ceria. Bermacam-macam variasinya dan sangat menarik untuk ditonton.

Di tengah lautan manusia yang sedang sibuk sendiri itu, ada Tamaki sangat panik jika tak lulus. Sesekali pemuda jangkung itu memegang kedua tangannya yang menggigil dan terasa dingin seperti hidup di kutub utara.

"Lama amat pak kepala sekolah mengumumkan hasil kelulusan. Pegal kakiku duduk di lantai aula ini." ucap Rika blak-blakan.

"Iya.. kita udah tunggu sejak jam sembilan pagi. Sekarang sudah jam dua belas siang. Capek aku jadinya," sambung Souko tidak sabar.

"Kalau sampai aku tidak lulus, aku akan bunuh diri." ucap Tamaki pesimis.

"Hush.. apa-apaan sih katamu itu, Tamaki? Jangan pesimis begitu dong. Kita semua pasti lulus." Rika mencoba menghibur Tamaki meskipun gadis itu juga sedang merasa cemas.

"Habis… aku ini merasa sangat bodoh."

"Salahmu sendiri tidak mau belajar."

Tamaki merengut mendengar kalimat pedas yang keluar dari mulut Iori yang seratus persen benar adanya.

Lama mereka mengobrol hingga Kepala Sekolah datang menghampiri aula yang dipenuhi lautan manusia tersebut. Kepala sekolah memberikan kata sambutan terlebih dahulu dan memberikan nasehat-nasehat yang baik untuk anak-anak kelas tiga itu. Kemudian pada ujung yang paling menegangkan, dari kata-kata Kepala Sekolah yang siap mengancam jantung untuk siap terkejut. Hasil pengumuman kelulusan akan diumumkan.

"Dari apa yang telah Saya sampaikan kepada anak-anak sekalian. Semoga kalian menjadi anak yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Setelah Saya mengumumkan hasil kelulusan ini, Saya harapkan anak-anak sekalian dengan lapang dada menerima hasil keputusan tersebut. Hasil pengumuman kelulusan hari ini semuanya…….."

Kata-kata Kepala sekolah terputus mendadak dan kini berganti memperhatikan wajah-wajah pucat dari para siswanya. Tanpa menunggu lama, Kepala Sekolah melanjutkan kata-katanya.

"Saya mengumumkan semua anak kelas tiga… SEMUANYA LULUS SERATUS PERSEN!!!"

"Hore… kita lulus!" seru semuanya dengan kompak.

Mereka saling berpelukan dan jingkrak-jingkrak gembira. Sebagian sujud syukur. Ada yang berteriak senang. Ada yang menangis bahagia. Warna-warni ekspresi kegembiraan menambah semarak haru biru suasana kelulusan. Mereka sangat bahagia karena sudah lulus. Kehidupan baru akan mereka jelajahi demi masa depan yang cerah benderang.

.
.
.
.
.

"Wah! Keren, juara satu dikelas dan satu sekolah. Benar-benar sempurna, nilai yang hebat. Lihat ini—astaga... nilai terendahmu B plus? Dan ada di pelajaran—WTF?! FISIKA?! Ini sangat merendahkanku sebagai Kakakmu, Iori!"

Iori tersenyum saat mendengar celotehan Mitsuki disebelahnya. Sedangkan kedua orangtuanya hanya bisa menggeleng melihat putra sulung mereka yang selalu enerjik setiap saat.

"IORIN!!!" teriak seseorang dari kejauhan.

Keempat orang itu menoleh, dan mereka mendapati Tamaki tengah melambai heboh pada Iori.

"Pergilah, Nak. Nikmati saat-saat terakhir sekolah bersama teman-temanmu." Ibu Iori tersenyum lembut pada putra bungsunya.

"Ibu benar, Iori. Nikmati waktumu bersama mereka, dan ..." Mitsuki menggantungkan kalimatnya. Pemuda kekurangan tinggi badan itu mendekat pada Iori dan berbisik di telinga Adiknya, ".... segera nyatakan perasaanmu padanya."

Mitsuki terlihat menahan tawa begitu melihat Iori yang terpaku dengan wajah memerah.

"Good luck, Otouto." Mitsuki menepuk pundak Iori sebelum berjalan menyusul kedua orangtua mereka.

Iori menggelengkan kepalanya. Pemuda itu berusaha mengenyahkan kalimat akhir sang Kakak yang menurutnya tidak masuk akal sebelum ia melangkah menghampiri Tamaki dan Souko.

"Rika mana?" Iori bertanya karena ia tidak melihat gadis berambut merah itu di antara kedua temannya.

"Cieee... langsung nyari Ri-chan." goda Tamaki. Iori hanya mendengus, sedangkan Souko tersenyum tipis.

"Tadi aku melihat Rika sedang berbicara dengan Ayah dan Kakaknya." jawab Souko seraya mengedarkan pandangannya, "Ah, itu dia." Gadis itu menunjuk ke suatu arah.

Iori mengikuti arah telunjuk Souko hingga ia bisa melihat Rika yang terlihat tengah bercengkrama dengan Ayah dan Kakak gadis itu. Rika terlihat bahagia ketika Ayah tirinya mengusap puncak kepalanya dengan penuh perhatian.

"Sepertinya, hubungan mereka sudah jauh lebih baik." Iori tersenyum tipis. Syukurlah jika memang seperti itu keadaannya.

Souko mengangguk, kemudian ia menyerukan nama Rika hingga gadis berambut merah itu menoleh dan melambaikan tangannya. Rika terlihat kembali berbicara dengan Ayah dan Kakaknya sebelum gadis itu berlari kecil menghampiri Souko, Iori dan juga Tamaki. Sedangkan Tenn dan Kujou-san memilih untuk berbalik dan berjalan ke arah berlawanan dengan Rika.

"Kukira kalian sudah pulang." ucap Rika setelah gadis itu tiba di depan ketiga temannya.

"Tentu saja belum. Kami masih ingin mengenang masa-masa menyenangkan di sekolah ini." jawab Tamaki semangat.

"Kau benar." Rika mengangguk sebelum memandang lurus ke arah gerbang sekolahnya, "Kira-kira, tahun depan apa kita bisa seperti ini lagi ya?" tanyanya setengah menerawang.

Iori, Souko dan Tamaki mengikuti arah pandang Rika. Mereka kembali memutar ingatan mengenai awal mula pertemanan mereka terbentuk hingga saat ini. Dimulai dari tabrakan yang tidak disengaja antara Rika dan Iori, main kucing-kucingan hanya agar Iori mau bergabung dengan band absurd yang Rika bentuk, pentas seni dan berbagai kenangan lainnya yang keempat orang itu torehkan dalam catatan akhir tahun mereka.

Mereka tampak terhanyut dalam nostagia sampai tiba-tiba Souko menjentikkan jarinya.

"Bagaimana kalau kita berfoto dulu?" Gadis bermata violet itu mengeluarkan kamera digital dari balik saku blazer sekolahnya.

"Mantul, Sou-chan. Ayo kita berfoto dan buat kenangan sebanyak-banyaknya." ucap Tamaki semangat. Iori dan Rika memgangguk setuju.

Saat Souko sibuk mencari seseorang yang bisa ia mintai tolong untuk memfoto mereka berempat, Yama-sensei datang entah dari mana dan mengambil kamera dari tangan pemiliknya.

"Mau foto? Sini, biarkan sensei yang fotokan."

Rika tersenyum senang melihat kehadiran guru favoritnya itu, "Yama-sensei juga harus berfoto bersama kami!" ucapnya semangat.

Yama-sensei tertawa dan mengibaskan tangannya, "Gampang. Bisa diatur. Sekarang ayo kalian berpose sebagus mungkin." kata Sensei berkacamata itu.

Empat sekawan itu lalu memasang pose andalan mereka. Rika tersenyum sambil membentuk huruf V dengan jarinya. Tamaki terlihat merangkul bahu Rika dan Souko sambil tersenyum lebar ke arah kamera. Sedangakan Iori hanya tersenyum tipis seperti fotonya di buku tahunan.

"Satu … dua … tiga!"

KLIK!

Satu kenangan pun terabadikan.

Sekolah Menengah Atas adalah tempat yang paling berkesan. Disitulah Iori mengenal banyak hal-hal menakjubkan. Ada impian, cita-cita, persahabatan dan juga cinta.

Semua hal-hal menyenangkan itu membuat Iori merasa seperti sedang menaiki sebuah roller coaster. Iori diajak untuk takut, tertawa, puas dan lega. Meski Iori sedikit malu jika memikirkan hal yang terakhir.

Biarlah kisah cintanya di masa SMA tidak perlu banyak orang yang tahu. Cukup hanya dirinya, Tuhan, Author, dan mungkin sang Kakak tercinta.

Selesai

🎉 Kamu telah selesai membaca High School - Izumi Iori || MHS Project [✓] 🎉
High School - Izumi Iori || MHS Project [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang