"Arrrrggghhh, boseeeeeeennnhhh."
Iori mengernyit mendengar suara ambigu itu. Netra hitam keabuannya melirik gadis berambut merah yang kini tengah uring-uringan tidak jelas. Aktifitas membacanya seketika terganggu oleh apa yang gadis itu lakukan.
"Main ToD kuy!" seru Rika tiba-tiba, membuat beberapa temannya menoleh ke arah gadis itu. Lagi-lagi kelas Iori dkk mendapat jam kosong karena Yama-sensei sedang menghadiri rapat perkumpulan para jomblo, eh maksudnya para guru. Meskipun tidak salah juga sih menyebutnya seperti itu karena memang kenyataannya guru di sekolah ini jomblo semua.
Entah berkah atau musibah, karena meskipun jomblo, para guru itu memiliki wajah yang ga malu-maluin. Contohnya saja Gaku-sensei si guru matematika, Torao-sensei si guru olahraga, Ryu-sensei guru biologi, dan juga guru-guru lainnya yang tidak bisa saya sebutkan disini. Buang-buang waktu, cape pula ngetiknya. Pokoknya gurunya cogan semua. Yang sekolah disini pasti betah deh. Yakin ta sumpah
Oke, kembali ke laptop.
"Sekolah itu tempat belajar, bukan bermain." ucap Iori yang kembali pada kegiatan membaca bukunya. Sungguh anak yang rajin. Tidak seperti Tamaki yang malah sibuk main mobel lejen di ponsel milik Souko.
"Tapi kan harus diselingi dengan bermain, biar ga monokrom."
"Monoton, Rika." ralat Souko.
Gadis berambut merah itu mengangguk, "Iya. Itu maksudku."
"Mending makan. Aku laper." Tamaki yang sudah berhenti main game karena ponsel Souko keburu lobet pun menimpali.
"Kamu kan baru makan. Laper lagi? Itu perut apa karung?" tanya Souko seraya menatap Tamaki dengan sebelah alis terangkat.
"Apa bedanya perut Tamaki sama karung? Menurutku sama aja."
"Hidoii, Iorin."
"Ayo dong gengs, kita main. Aku boseeen." Rika masih saja merengek karena hasrat bermainnya belum terpenuhi.
"Jangan ToD. Males." sahut Iori tanpa menoleh pada lawan bicaranya.
"Trus apa dong?"
"Udah kubilang, mending makan." Cerocos Tamaki yang memang selalu kelaparan.
"Mau makan, kan? Nih, makan penghapusku." Dengan kesal, Rika menjejalkan penghapus ke mulut Tamaki yang kebetulan sedang menguap dengan lebarnya. Mendapat serangan tiba-tiba, Tamaki langsung batuk-batuk mirip orang TBC karena tersedak penghapus gopean itu.
"Ri-chan parah, ih. Kalo aku mati gimana?" Sungut Tamaki setelah berhasil mengeluarkan penghapus yang nyangkut di tenggorokannya.
"Kalo mati ya dikubur." sahut Rika tyda peduly.
"Paling nanti ada berita. Telah berpulang ke rahmatullah, Tamaki bin ular kadut. Meninggal karena terpaksa memakan penghapus untuk menyembuhkan penyakit busung laparnya." sambung Souko yang berhasil menohok kokoro Tamaki.
"Yang kalian katakan itu jahad." Tamaki merengut sebelum beralih pada Iori yang masih anteng dengan kegiatannya. "Iorin, bantuin aku dong. Teman dunia akhiratmu lagi dibully nih."
"G. Tq." sahut Iori singkat, padat, dan tidak jelas. Setidak jelas hubungan antara Gaku-sensei dengan Tsumugi-sensei si petugas perpustakaan.
"Kita main ini aja nih." Souko mengeluarkan sebuah boneka beruang mini dari tasnya. Ukuran boneka itu sebesar kepalan tangan orang dewasa. Mungkin akan lebih bagus jika dipakai sebagai gantungan tas ketimbang gantungan ponsel. Yaiyalah
"Hah? Masa main boneka? Emangnya anak kecil? Bonekanya beruang, lagi. Anabelle dong. Biar greged."
Nawar mulu nih si bongshor
"Kayak berani aja nih Tamaki. Pas kemping mati lampu aja kamu gelendotan ke Iori semaleman."
Skak
Tamaki diam seribu bahasa.
"Jangan ingatkan aku, plis." Iori bergidik membayangkan kelakuan laknad Tamaki waktu itu.
"Ini adalah beruang pengakuan." jelas Souko tiba-tiba. Padahal ga ada yang nanya.
"Hah?" - Iori
"Keren!" - Rika
"Nyolong punya petrik ya?" - Tamaki
"Nyolong, nyolong. Aku bukan kamu ya. Makan gorengan lima, bilangnya satu. Dasar pencury." Souko melirik sinis Tamaki. Enak aja dibilang nyolong, orang dia dapet ini dari hadiah ciki kok. Ciki Jaguar. Iya, ciki yang hadiahnya maenan anak-anak itu. Entah gimana boneka segede ini bisa masuk ke dalam bungkus ciki. Tapi yasudahlah. Jangan dipikirin. Ga penting juga.
"Sou-chan, jangan keras-keras dong. Kalo ketauan, nanti aku ga bisa nyolong lagi."
"Udah, udah. Jadi main ga nih?" tanya Rika tidak sabar.
"Jadi lah. Merapat dulu dong sini."
Ketiga manusia itu segera merapat ke arah Souko. Sebenarnya hanya Tamaki yang mepet-mepet ke Souko. Karena Iori dan Rika duduk di depan mereka, jadilah kedua orang itu hanya memutar tubuh ke arah gadis bermata violet itu.
"Cara mainnya gini." Souko membuka kotak pensil entah milik siapa dan mengambil sebuah pulpen, "Kita putar pulpennya, kalo pulpen ini berhenti ke arah salah satu dari kita, maka dia harus mengakui sesuatu. Ngerti ga?"
Mereka mengangguk tanda mengerti. Padahal mah nggak. Khususnya Tamaki.
"Baiklah. Kita mulai ya." Souko mulai memutar pulpen. Benda panjang itu berputar, membuat para anak manusia itu tanpa sadar menelan ludah gugup.
Jangan gue
Jangan gue
Jangan gue
Jangan gue
'Tap'
Doa Tamaki tidak terkabul karena pulpen itu kini mengarah padanya.
Kampreto
"Ayo, Tamaki. Katakan apa yang harus kamu katakan."
"Iya, iya." Tamaki menghela napas panjang dan memulai pengakuannya. "Dari kelas 1 sampai 6 aku selalu dibully. Duit jajanku yang sedikit selalu diambil mereka. Jadi pas ada orangtua mereka yang meninggal, aku ketawa."
Gubrak
IoSoRi sweatdrop mendengar akhir kalimat Tamaki. Sia-sia saja tadi mereka merasa iba pada si bocah nolep itu.
Tamaki memang tidak pantas dikasihani! Batin mereka kompak.
Tanpa menunggu lama, Tamaki segera memutar pulpen. Benda itu berputar dan berhenti ketika benda itu mengarah ke Rika.
"Hah? Aku?..." Rika menunjuk dirinya sendiri. Teman-temannya mengangguk mengiyakan.
".. jadi duta shampo lain? Hahahaha... ups."
Ingin Iori tampol wajah Rika yang imut itu. Eh?
"Durasi, Ri-chan. Durasi."
"Selow ae manteman. Emmm... aku mau mengakui apa ya." Rika tampak berpikir, "Pass deh."
Souko segera menoyor kepala Rika tanpa belas kasih, "Kao pikir ini kuis. Cepetan ngomong elah."
"Santuy atuh slur. Iya, ini aku mau ngomong." Rika menghela napas seperti yang Tamaki lakukan sebelum memulai pengakuannya. "Seminggu yang lalu aku kan ke mini market, trus aku liat ada anak kecil yang pengen eskrim. Karena merasa iba, aku beli eskrim trus aku makan eskrimnya tepat di depan anak itu."
Tamaki melongo.
Souko menghela napas.
Dan Iori tidak bisa berkata-kata.
Dosa apa ia memiliki teman-teman koplak macam mereka, ya Gusti .....
*********
Jangan dibully, qaqa. Aku buntu ide :"
KAMU SEDANG MEMBACA
High School - Izumi Iori || MHS Project [✓]
FanfictionIori hanya berharap masa terakhir di SMAnya akan tenang seperti tahun-tahun sebelumnya meskipun ia pindah sekolah. Namun harapan itu sirna saat Nanase Rika menyerang. Warn : Gaje, bahasa campur aduk, dan membaca ini dapat menyebabkan kesia-siaan ya...