Untukku?

60 25 17
                                    

06 juni 2019

Happy reading.
💗💗💗


Liona's pov.

Cinta memang hebat. Dia bisa melakukan banyak hal, termasuk merubah seseorang. Rika yang biasanya selalu fokus dengan sekolah dibuat uring-uringan hanya Karena sebuah puisi Karya Salman yang dimuat di majalah sekolah.

Aku bisa merasakan apa yang tengah Rika rasakan. Aku pernah berada pada posisi yang Sama. Itu kualami saat Farah menyampaikan padaku kabar kedekatan antara kak Rafly dan kak stevie.

Saat itu, aku seperti kehilangan seluruh energi dalam tubuhku. Meskipun belum ada kepastian tentang hubungan mereka, hatiku rasanya sakit. Hanya membayangkan orang yang kuidam-idamkan dekat dengan orang lain saja sudah menimbulkan rasa perih.

Aku tidak mau Rika berada pada posisi Yang Sama. Salman tidak boleh menutupi apapun dariku.

Kalau dia menyukai seseorang, aku harus tau. Setidaknya dengan demikian, Aku bisa memikirkan Cara untuk membuat Rika berhenti berharap.

Sekolah hampir sepi. Beberapa siswa sengaja mempercepat langkahnya agar bisa mendapatkan tempat duduk didalam bus.

Beberapa yang lainnya, seperti tidak peduli akan nasip mereka selama didalam bus. Mereka menikmati langkah mereka dari gerbang sekolah ketempat parkiran bus yang jaraknya lumayan jauh.

Aku membiarkan Rika dan Farah pergi duluan. Sementara aku, masih setia menunggu Salman didepan gerbang.

Dia sepertinya masih diperpus, membicarakan sesuatu dengan buk Dian, guru b.indo.

Aku sempat melihatnya mengikuti ibu itu dari belakang begitu barisan dibubarkan saat apel pulang.

Diantara rasa takut ditinggal bus, Dan keinginanku untuk menyelamatkan perasaan Rika, aku akhirnya tetap memilih tinggal disini. Meskipun tidak ada lagi siswa yang terlihat dihalaman sekolah.

Sesekali, aku mendongakkan kepala, mencari tahu tanda-tanda kemunculan Salman datang.

Lega rasanya melihat kemunculan Salman. Dia tampak tengah membaca sesuatu dalam map Yang terbuka dalam genggamannya.

"Kenapa lama sekali?"

Salman tampak sedikit terkejut melihatku masih berdiri disini menunggunya.

"Kenapa belum pulang?"

"Nungguin kamu!"

Salman menghela napas panjang. Map ditutup, kemudian kedua tangannya menggulung map itu menyerupai pipa.

Dia maju beberapa langkah mendekatiku. Setelah ini, dia pasti akan mendaratkan gulungan map itu kekepalaku, kemudian mengataiku bodoh. Dia selalu begitu.

Mengetahuinya, aku segera menutup mataku, mengantisipasi serangannya dengan menyilangkan kedua tanganku sejajar dengan wajah.

Beberapa detik kunanti, Aku tidak merasakan ada benda menyentuhku. Kuputuskan untuk membuka Mata.

Salman berdiri tepat didepanku sambil berkacak pinggang. Dia menatapku kesal, tapi bisa kulihat bahwa dia seperti tidak tahu harus bagaimana menanggapi sikap nekatku.

Seharusnya Salman terharu Karena aku rela ditinggal bus demi bisa bertemu dengannya.

"Aku bilang kak Irma buat gak nunggu. Sekarang kamu pasti ditinggal juga! Jalan kedepan sana buat nyari bemo jauh, aku gak mau kamu capek!" Ada apa dengannya, kenapa dia seperti seorang ibu yang cerewet.

"Ya, biarin. Kamu juga ditinggal. Jadi masih ada Yang bisa diajak pulang dan capek bareng, iyakan?" Salman akhirnya menampilkan senyumnya, ya walau hanya sedikit. Kalian bisa bayangkan senyumnya bagaimana.

Lokasi sekolah memang sengaja dijauhkan dari keramain supaya para siswa bisa belajar dengan tenang.

"Buruan jalan, jangan sampe Kita gak dapet angkutan umum. Ngomongnya sambil jalan aja."

Dia sangat peka. Aku dan dia kemudian berjalan bersisian, menghapus kesan jalan yang sepi.

"Kamu ngapain tadi keperpus?"

"Cerpenku lolos. Juara tiga. Besok aku kebalai bahasa Denpasar, ngambil hadiah."

"Hah? Serius?" Aku refleks menarik-narik lengan bajunya. Dia segera menarik tangannya, tidak nyaman mendapat perlakuan yang demikian.

"Aku terlalu senang!" Akuku jujur. Salman memang hebat. Aku tahu dia tidak Salah pilih jurusan. "Congratulation, jadi aku dapet traktiran dong?"

Salman tidak langsung menjawab. Pandangannya kembali tertuju kedepan.

"Selain pertanyaan tadi, kamu mau tau apa lagi?"

Giliran aku yang tidak segera menanggapi. Kusemaikan rambut yang kuikat satu ke samping. Masih mengulur waktu, memikirkan kalimat yang tepat untuk memulai percakapan serius ini.

"Jangan protes kalau sesi tanya-jawabnya aku tutup." Ancam Salman membuatku tidak bisa diam terlalu lama lagi.

"Aku udah liat majalah sekolah hari ini."

"Soal puisi itu?"

Aku mengangguk. Salman memang cerdas. Aku tidak perlu terlalu lama berbasa-basi dengannya.

"Kamu buat puisi itu untuk siapa?"

"Kalau aku bilang puisi itu buat kamu, kamu percaya?"

Aku jelas terkejut mendengar pertanyaan balik Salman. Aku menghentikan langkahku, mengerjapkan Mata, belum dapat berkata apapun. Antara percaya atau tidak, aku tidak dapat memastikannya.

Ah, itu tidak mungkin untukku, dia pasti sedang berencana untuk membuatku GR lagi.

"Bukannya aku udah pernah bilang kalau itu cuman tugas?"

Aku akhirnya menghembuskan napas yang sempat tertahan. Benar, puisi itu tidak mungkin ditunjukan untukku.

"Aku juga sudah bilang gitu, tapi dia gak percaya."

"Dia? Dia siapa?"

"Rika," akhirnya aku menyebutkan nama itu. Ekspresi wajah Salman tidak berubah. Dia seperti tidak terkejut. Atau mungkin, sebelumnya dia sudah tau kalau Rika menaruh perhatian yang lebih kepadanya.

"Dia uring-uringan setelah baca puisimu itu. Dia bilang, puisimu jujur. Ada makna yang dia tangkap kalau Kamu beneran lagi suka Sama cewek lain."

"Kalaupun itu benaran untuk seseorang, puisi itu gak bakalan ngasih efek lebih."

"Maksudnya?"

Tidak ada penjelasan lebih lanjut.

*
*
*
*
Tbc.

Thanks for reading^^

💗💗💗


Don't forget to leave vote and comments.

😘Ketika Salmon Ketemu Lion❤️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang