Tujuh | Kedatangan Jovan

21 0 0
                                    

Sementara di rumah Reven...

"Haduh, gue barusan ngetik apaan? Gue udah gila ya? Sumpah Rev, lo bodoh, lo bodoh, lo lebih bodoh dari semua orang yang lebih bodoh di dunia ini!" Katanya pada dirinya sendiri.

Reven mengacak rambutnya kasar, namun tiba-tiba terhenti. "Lo gak bodoh, Rev. Kalo lo gak ngomong gitu tadi ke Caca, usaha lo buat deketin Caca gak berhasil!" lanjutnya.

Pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok Ivy, ibu Reven. "Reven? Kamu lagi ngapain, nak. Sibuk gak? Makan siang dulu, yok."

"Iya ma, Reven nyusul. Duluan aja," kata Reven masih setia bemondar-mandir.

"Rev? Tumben nyuruh kita duluan, biasanya kamu langsung ngikut. Kamu lagi ada masalah? Ceritain sama mama sini, nak." kata Ivy sambil mendekati anak cowonya.

"Enggak kok ma, cuma masalah kecil. Reven bisa atasin sendiri kok. Selama ini mama udah banyak bantu Reven sampai jadi numpuk di pikiran. Reven gak mau ngerepotin mama lagi, udah saatnya Reven mandiri dan selesain masalah Reven sendiri," ucapnya lugas.

Ivy menghela napasnya berat, lalu mengusap lembut kepala anak kebanggaannya itu. "Sayang, mama gak pernah sekali pun ngerasa Reven ngeberatin pikiran mama, justru mama senang kamu mau jadiin mama tempat curhat kepercayaan kamu. Padahal kamu bisa aja kan curhat sama papa, secara papa kan cowo. Mama pernah kok, ngerasain jadi kamu, dan mama bingung mau curhat ke siapa. Karena kan, nenek udah gak ada sejak mama SD," ucapnya sambil mengulas senyum.

Reven menghela napas, "Maafin Reven ma,"

"Kamu gak salah, sayang."

"Kalo gitu, makasih udah mau terima curhatan Reven selama ini." ucapnya tulus.

"No prob, my son." selepas itu ia langsung memeluk anaknya yang langsung dibalas oleh Reven.

"Reven bangga punya mama kayak mama," katanya sambil melepas pelukan.

Ivy hanya membalas perkataan putranya dengan senyum. Entah kenapa, rasa bangga telah melahirkan Reven bertambah. Memang, anaknya bukan hanya Reven. Reven mempunyai kakak perempuan, namun entah kenapa Ivy hanya menyukai Reven. Bukannya pilih kasih, tetapi ada alasan yang membuatnya menjadi seperti itu. Tetapi, tetap saja Ivy menyayangi dengan penuh dan tulus kepada Rasha, kakak Reven.

"Coba cerita sama mama, apa masalah kamu?" tanya Ivy.

"Biasa ma, masalah remaja. Itu, suka-sukaan, hehe" ucapnya tak berdosa.

"Oalah, coba ceritain dong sama mama." Ivy pun mulai tertarik dengan arah pembicaraan Reven.

"Jadi, di kelas Reven ada anak perempuan namanya Caca. Orangnya lucu, manis, terus juga cantik. Tapi sayangnya, diumur dia ini dia gak tau arti 'cinta' ma. Reven mau ajarin, hmm maksudnya gimana ya. Reven--" ucapnya terpotong.

"Reven suka sama dia?" tembak Ivy cepat dan sepertinya tidak meleset.

"Yaa, bisa dibilang gitu. Cuman hati Reven belom mantap, Reven masih mau pendekatan sama dia walaupun Reven pesimis dia mau terima Reven dengan baik. Makanya, besok Reven mau jemput dia buat berangkat sekolah bareng. Boleh kan, ma?" jelas Reven.

"Pernah mama melarang semua keinginan kamu selagi gak nyelakain dan buat kamu sedih?" ujarnya sambil mengelus rambut anaknya.

"Enggak sih, hehe. Jadi, boleh nih?" Ivy hanya mengangguk membalas pertanyaan anaknya.

"Yeayy! Thankyou, mam."

"Tapi inget ven, kalau kamu berangkat bareng dia, pulang juga harus bareng dia. Bagaimanapun, kamu yang udah ngajak dia pergi bareng kamu juga yang harus pulangin dia. Kalo bisa, bawa Caca kesini untuk kenalan sama mama. Mama penasaran sama perempuan secantik Caca. Boleh?" pinta mamanya.

HappierWhere stories live. Discover now