30. Hah?????!

116 14 17
                                    

Reina menghela napas sangat panjang lalu mengelap keringat di dahinya yang membuatnya tak nyaman.

“Waktu itu lo lari karena liat hantu itu di perpus ya?”, tanya Reina pelan-pelan.

“Jelasin. Jelasin lebih rinci.”, pinta Ryo.

“Waktu itu pas lo abis megang rambut gue terus gak lama lo liat hantu itu kan di deket rak buku? Makanya waktu itu lo langsung lari.

“Iya. Terus parahnya waktu gue pergi dan lo taruh buku-buku di rak, dia ada di deket lo.”

“Hah? Oh ya? Yang itu gue gak tau.”, Reina terkejut sekaligus takut.

“Rein, gue rasa kita bisa tukeran vision.”

“Vision apa?”, tanya Reina benar-benar tak mengerti.

“Gue gak tau. Mungkin kita harus coba lagi nanti buat mastiin. Tapi kayaknya, kalau kita ngelakuin hal kayak tadi, kita bisa bertukar pengalaman.”

“Gue gak ngerti.”

“Susah dijelasinnya. Intinya, lo bisa tahu kejadian yang gue alami dan gue bisa tahu kejadian yang lo alami. Kayak telepati atau apa lah gue gak ngerti juga”

“Hmmh..Oke. Tapi, gue kan gak tau kalau hantu itu ada di dekat gue waktu gue di taru buku di perpus. Kok lo bisa tau kalau ada dia?”

“Nah. Itu dia yang gue gak ngerti. Waktu itu emang lo beneran gak liat?”

“Gak. Gak kayaknya.”

“Ngerasa sesuatu? Yang aneh gitu?”

Reina mencoba mengingat detil kejadian itu. “Hmmh..apa ya? Waktu itu gue cuma kesel aja sih sama lo soalnya lo lari begitu aja. Jadinya, gue sendirian deh beresin semua buku-buku itu.”

“Yakin? Cuma kesel?”

Reina coba mengingat lagi. “Hmmh.. apa ya? Kayaknya agak dingin sih. Tapi gue pikir karena langit lagi mendung aja makanya jadi lebih adem.”

“Adem apa dingin?”

“Bedanya apa?”

"Bandung itu sejuk tapi Swiss itu dingin."

"Belum pernah ke Bandung, apalagi Swiss."

“Aduuh. Gini deh. Bayangin aja beda rasanya pake AC suhu 21 di cuaca yang normal sama suhu 18 waktu lagi hujan.”

“Gue gak punya AC. Gak tau.”

“Aduh. Ya udah lah.”, Ryo mulai lelah karena Reina tak bisa menjelaskan lebih jauh.

“Kok jadi kesel gitu?”

“Abisnya.”

“Tapi, kalau dia datengin gue lagi gimana? Waktu di perpus gue gak liat tapi tadi kan liat walaupun dikit.” Reina merasa sangat cemas.

“Iya. Gimana ya?”

Ryo dan Reina berhenti sejenak. Keduanya sama-sama sedang berpikir.

“Kenapa dia gangguin lo? Terus kenapa jadinya dia mulai deketin gue juga?”

“Gak tau.”

“Bener gak tau?”

“Iya. Gak tau!”

“Bentar. Bentar. Jadi, yang selama ini suka buat lo pingsan itu karena liat dia?”

“Hmmh.. Iya. Jangan kasih tau yang lain ya.”

“Sejak lo kecil?”

“Dari mana lo tau sejak kecil?”

Reina mengingat permintaan Pak Cipto yang memintanya untuk menggali informasi tentang penyebab kebiasaan pingsannya Ryo. Saat itu, Pak Cipto bercerita bahwa Ryo seperti itu sejak usianya masih kecil. Tetapi, Reina takut Ryo akan marah jika tahu ia dan Pak Cipto bekerja sama untuk mengungkap itu. Karena itu, dia diam saja.

“Kok diem?”, tanya Ryo lagi. “Tau dari mana?”

“Nebak aja.”

Ryo  tak percaya. “Pak Cipto?”

Mata Reina membelalak, tak menyangka Ryo bisa dengan sangat mudah menebak itu.

“Tuh mata lo. Keliatan banget sih. Jujur aja.”

“Gak.”

“Gak apa?”

“Gak apa-apa.”

“Lama-lama ngeselin juga ya.”.

“Lo juga kadang-kadang suka ngeselin.”

“Loh kok jadi gue?”

“Balik lagi deh ke masalahnya. Terus gimana ini kalau dia tiba-tiba muncul lagi? Gue takut!”

Ryo diam karena merasa bingung juga.

“Selama ini lo gimana?”

“Kalau gak pingsan ya lari.”

“Huft!” Reina menarik napas panjang lagi lalu mulai menangis.

“Kok nangis?”

“Gue takut.”, jawab Reina dengan suara bergetar.

“Itu yang gue rasain selama ini Rein.”

Mendengar itu, Reina jadi teringat kejadian saat Ryo menangis di gudang sekolah waktu itu, sehabis Ryo lari lalu kehujanan karena melihat hantu itu.

“Kalau mau nangis. Nangis aja.”, lanjut Ryo.

Namun, Reina merasa ketakutan yang dirasakan Ryo jauh lebih besar karena Ryo mengalami itu sejak kecil. Karena itu, ia berhenti menangis.

“Maafin gue ya karena sempet gak percaya sama lo. Pasti berat banget buat lo selama ini ...”

Ryo dan Reina saling berpandangan lagi.

“Rein.”

“Ya?”

Ryo dan Reina masih saling berpandangan.

“Lo suka sama gue?”, tanya Ryo.

“Hah?”. Reina benar-benar kaget mendengar pertanyaan Ryo. Ia tak pernah membayangkan Ryo akan menanyakan hal seperti itu apalagi pada situasi seperti ini – yang sebenarnya sangat tak cocok untuk membahas hal romantis.  

“Lo suka sama gue?”, tanya Ryo sekali lagi, kali ini dengan lebih tegas.

“Apaan deh random banget pertanyaannya.” Reina mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Rein.”

“Apa?”

“Kita...pacaran beneran aja gimana? Kayaknya gue suka sama lo.”

Mendengar itu, Reina yang terkejut langsung mengalihkan pandangannya ke wajah Ryo lagi. “Hah?”

Ryo memasang wajah serius, sama sekali tak terlihat sedang bercanda dengan ucapannya tadi.

Bersambung ...

****
Author Thoughts
Kenapa si Ryo tiba-tiba 'nembak' Reina gitu ya? Kalau aku jadi Reina, langsung jawab dong. "Yes! Yes! Ayok!"😆

Jadi udah jelas ya guys penyebab kenapa Ryo sering pingsan. Tetapi, itu belum apa-apa loh karena sebenarnya ada rahasia yang akan diungkap selanjutnya. Apa ya?

Lanjut baca terus. Vote dan Komen terus biar makin banyak yang baca😆

💜 Makasih banyak udah baca 🤗
Semoga kamu suka dan baca terus cerita ini sampai tamat ya 😊💜

Spooky Sweet BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang