Matkul terakhir Abil sekarang tengah berjalan. Dosen yang hari ini masuk di kelasnya adalah Bu Maira, seisi kelas nampak jeli memperhatikan penjelasan dosen muda itu. Bahkan Iqbal sampai melongo dibuatnya, Abil yang melihat eksprsinya hanya geleng-geleng kepala.
"Ingat, jaga pandangan itu penting." Sindir Abil.
"Masya Allah cantik bener ya Bu Maira. Bagaikan bidadari surga, masya Allah." Bukannya mendengar perkataan Abil, Iqbal malah semakin fokus dengan dosen dambaannya seraya memuji paras cantik Bu Maira.
"Astaghfirullah, sadar Bal. Itu mata nanti diakhirat akan dipertanggung jawabkan lho." Abil dibuat heran dengan perkataan sahabatnya.
"Suttt diem dulu! Jarang-jarang lho dosen di sini cantik, ada sih cantik tapi udah menikah. Tapi untung ada satu yang masih single, tuh bidadari surgaku yang lagi jelasin materi. Kan ku pepet kau dengan basmalah wahai cintaku." Abil dibuat geli sendiri mendengar perkataan sahabatnya yang menurutnya lebay.
"Ck! Dasar." Decak Abil.
"Mungkin sampai di sini dulu penjelasannya, karena sudah habis waktunya. Saya pamit dan semua boleh keluar kelas. Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh." Ucap Bu Maira menutup penjelasannya dan semuanya menjawab salamnya kompak.
"Yahh, padahal belum puas natap tapi udah selesai aja. Dua jam rasa dua menit." Ucap Iqbal nampak frustasi.
"Kalau mau punya istri yang kayak Bu Maira, loe juga harus bisa jadi kayak Bu Maira. Termasuk harus bisa jaga pandangan! Karena, yang baik pasti akan dipertemukan dengan yang baik pula." Celetuk Abil sambil mengaitkan tas ranselnya ke pundak dan berjalan keluar dari kelas meninggalkan Iqbal.
"Ck! Dia normal gak sih, masa liat yang kinclong begitu gak tertarik sama sekali." Gerutu Iqbal nampak kesal dengan ucapan sahabatnya.
Abil hari ini berniat untuk langsung pulang, biarlah Iqbal sadar dengan apa yang dikatakannya. Ia hanya takut tidak bisa merubah sahabatnya itu, karena yang ia inginkan bersahabat hingga jannahNya bukan hanya sekedar di dunia.
"Abil ...," mendengar namanya dipanggil, Abil menolehkan kepalanya kebelakang. Rupanya Bu Maira.
"Ya Bu? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Abil sopan seraya menundukkan pandangannya, bagaimanapun juga perkataan Iqbal tidak sepenuhnya salah. Bu Maira memiliki wajah bak wanita arab yang bisa membuat siapapun terpesona, tidak terkecuali Abil.
"Hmm, saya mau ngomong sesuatu sebentar sama kamu. Bisa?" Ucapan dosen muda itu membuat Abil menatap sekilah wajahnya.
"Bisa Bu. Silahkan." Jawab Abil mempersilahkan.
"Jangan di sini, di taman saja gimana? Di sana ramai kok." Perkataan dosennya itu membuat dahinya mengeryit. 'Pentingkah apa yang diucapkan Bu Maira?' Pikir Abil.
"Hmm, iya deh." Tak enak menolak, akhirnya Abil lebih memilih meng-iyakan permintaan dosennya.
Sesampainya di taman samping kampus, keduanya duduk dikursi panjang dengan jarak yang cukup jauh. Mahasiswa masih nampak berlalu lalang.
"Apa yang ingin Bu Maira katakan?" Tanya Abil to the point. Jujur, sebenarnya dari tadi ia merasa risih.
"Jujur, sebenernya dari pertama kali saya melihat kamu. Saya sudah menyukaimu Bil." Deg! Ucapan dosen muda itu membuat Abil seketika terdiam mati kutu. Ia mencerna baik-baik ucapan dosennya itu.
"Ma ... maksudnya?" Tanya Abil memastikan.
"Saya mencintaimu, maukah kamu menjadi imam saya? Mendampingi hingga JannahNya?" Jawab Bu Maira dengan matap dan lugas.
'Jadi, ni dosen ceritanya ngelamar gue nih. Ya Robb, kalau Iqbal tau bisa berabe ini urusannya.' Batin Abil tak enak, ia juga masih ingat dengan janjinya waktu malam lalu. Janji akan mencari adik kelasnya, cinta sejatinya, bidadari impiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Impian
Novela JuvenilEntah ini hanya sekedar obsesiku atau dia memang benar adanya. -Muhammad Abil Arsalan. Sosok wanita bercadar yang pernah Abil temui ditaman kota membuatnya penasaran dengannya. Belum lagi dengan wanita bercadar itu yang selalu menjadi bunga tidurnya...