L.A (11)

8 1 0
                                    

Hayolohhhh

Kabar baiknyaaa

Saya lagi mood buat lanjutin cerita ini...

So cekidot..

:'ll

*********

Ekor mata April menapaki laju jalannya motor. Saka masih sibuk menyetir, walau lumayan cepat tapi cukup dirasa aman untuk keduannya. Baik Saka maupun April keduannya sama-sama diam menyelami pikiran masing-masing. Sesekali April tersenyum pada orang pedesaan di sekitaran pesawahan yang di lewatinnya sepanjang perjalanan.

Lokasi pesantren al-ikhlas memang berada di kawasan perkampungan, entah pesantren apa yang ayahnya pilihkan untuknya. Tapi meskipun begitu beberapa minggu disana tidak juga dapat dibilang membosankan malah menyenangkan. April membandingkan kehidupan sebelum dan sesudah pesantren. Kini hidupnya lebih terarah dibanding saat masih bebas dulu sebelum masuk pesantren. Jam dua dini hari, ia akan bangun menggelar sajadah seraya mengaduh pada tuhan seluruh alam. tak jarang pula april mengaduh akan keluh kesahnnya, Tentang perjalanan hijrahnya yang kadang mendapat cercaan dan makian dari teman di pesantrennya. Meski bukan sekamar tetap saja april kepikiran dengan kata-kata mereka yang kadang menohok hati, dan bahkan sangat sesak jika harus mengingatnya kembali, lebih dari pada itu hatinnya seakan teriris jika mengingat kata cacian mereka yang masih sangat jelas di otaknnya.

"Sok'sok'an mau berubah. udah rusak nggak pantaslah kalau mau berubah. Selama ini kemana aja. Iman baru sedikit. kelamaan kalau mau ubah kamu."

April sampai sekarang masih mempertanyakan sudah sejauh apa iman orang yang mengatainnya begitu. Yang ia lakukan hanyalah mendoakannya agar mendapat hidayah. April juga pernah mengikuti kajian, 'seharusnya jika ada saudara kita yang ingin berhijrah dan istiqomah dijalan allah itu harus dirangkul dan dinasehati banyak-banyak dan diberi banyak dukungan bukannya malah dicaci atau bahkan di maki seperti itu'.

Membayangkan masa-masa hijrah april mungkin ia akan sedikit membukannya atau bahkan menceritakannya. Masa itu membuat april malu. Teringat akan dirinnya yang dulu belum mengenal budi pekerti dan sopan santun, April sering sekali mencaci dan memaki pembantu-pembantu di rumahnnya, terutama bok wati. April mungkin jika diberi kesempatan ia ingin sekali meminta maaf pada wanita paruh bayah itu. Tapi apa bisa?. Terakhir kali April menuduh Mbok wati telah mengambil sepatu kesayangan yang akan ia gunakan ke pesta padahal sebenarnya sepatunnya itu masih tertata rapi dalam lemari. Mbok wati pergi setelah insiden itu dengan tidak tahu dirinnya April malah mengatakan kata-kata yang makin memperbesar fitnah Mbok wati.

"Nggak mau ganti rugi, nggak minta maaf, langsung pergi?! Bahkan harga sepatu saya tuh lebih mahal bahkan kalau Mbok jual rumah atau bahkan baju Mbok, nggak mungkin bisa nyamain harga sepatu saya."

Masih teringat jelas kala itu Mbok Wati hanya berlalu membawa koper besar beserta dua orang anaknya yang masih kecil-kecil. April merapal istighfar dalam hati. Cairan bening meruak begitu saja.

April telah banyak dosa selama ini. Mengapa cobaan sedikit saja sudah meruntuhkan imannya, tidakkah ia berpikir selama ini telah banyak berbuat jahat pada orang lain?

"Beli apa lagi?" Saka menoleh menarap april saat tak ada sahutan dari pertanyaannya.

"April..."

Saka kaget bercampur khawatir saat melihat april ternyata menangis.

Kini keduannya berada di pasar--tidak terlalu jauh dari pesantren. Niat saka untuk pergi ke rumah sakit dan mengurus berkas di sana ia tunda dulu hanya karena ia tidak bisa meninggalkan april sendiri di sini. Apalagi saat tadi ia tanya april ternyata baru kali ini mengenal tempat seperti ini, maklum april selama ini hanya berada di dalam pesantren.

Lentera April [FS1] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang