"Sewindu
Bilakah aku datang kala itu
Masihkah bisa kudapati
Sepasang matanya yang berbinar
Mendapat jawab dari
Seribu tanyanya?"
This ending is about:
Ansel Alatas
Raflessia RenjaniAlso
Another path they would have
In another life.•
RAFLESSIA
Paris, November 2022.
"Kalau semua agama mengajarkan kebaikan, kenapa agama kita masih menganggap agama lain derajatnya lebih rendah hanya karena mereka berbeda?"
Mungkin itu hanya pertanyaan sederhana dari anak perempuan yang nggak sengaja membaca koran harian yang memuat insiden pembakaran rumah ibadah, memang. Namun sayangnya, pertanyaan sederhana ini menghasilkan sebuah jawaban yang berdampak besar kepada kehidupan gue.
"Huss, kamu nggak boleh tanya begitu!"
"Kenapa?"
"Itu bukan pertanyaan yang pantas ditanyakan oleh orang-orang bertuhan! Semua sudah tertera dalam kitab, kenapa kamu masih bertanya?!"
Oh... begitu.
Jadi untuk menjadi orang bertuhan, kita harus menutup mata atas kebenaran?
Jadi untuk menjadi orang bertuhan, kita harus mengabaikan kebaikan?
Hidup dan bertumbuh dengan Papa yang terlewat agamis ternyata membuat gue kehilangan diri gue sendiri. Gue dilarang mempertanyakan sesuatu yang ingin gue ketahui kebenarannya hanya karena Mama dan Papa nggak mau anaknya dicap sebagai manusia nggak bertuhan. Padahal jelas, maksud gue bukan itu.
Gue masih percaya Tuhan itu ada.
Gue bertanya demikian hanya karena ingin tahu kenapa manusia-manusia bertuhan di sekitar gue justru menujukkan sikap yang bertentangan dengan nilai kebaikan paling sederhana; saling mengasihi kepada sesama.
Gue diajarkan untuk menjalani hidup sesuai aturan dan menyimpan semua pertanyaan di dalam kepala. Begitulah cara seorang Raflessia Renjani tumbuh.
Dan itu juga yang menjadi alasan seorang Raflessia Renjani membelot.