Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ketika memutuskan jatuh
Untuk si anomali
Ia tidak takut akan kekacauan
Yang akan anomali berikan
Namun ia takut
Jika si anomali
Mencintai anomali lainnya
Anomali yang bukan tandingannya
Anomali yang dapat membuatnya
Dirundung kalah."
This ending is about:
Meteor Gumilang Isabella Nadhiratya
Also
The desire to break the rules And claim what he thinks He deserve.
•
METEOR
Jakarta, March 2017.
Hanya membayangkannya saja, gue langsung tersenyum seiring dengan tumpah-ruahnya kalimat-kalimat yang hanya tertuju kepada seseorang yang enggan beranjak dari benak gue. Bang Joni bilang, ini efek yang biasa ditimbulkan oleh jatuh cinta.
Surai sekelam malam diembus risaunya angin yang
Resah disajikan sepercik surgawi
Terpatri indah, senyumnya melengkung bagai lesung
Siap berlayar, kemanakah kan bermuara?
Membawa jiwak—
"MINGGIR DONG METEOR!"
Gue refleks meremas pensil dengan emosi yang sudah menyentuh ujung kepala. Menoleh, gue mendapati wajah setengah mengantuk seseorang lainnya yang baru saja merusak keindahan sajak gue.
Selalu dia. Si cewek aneh.
"Bisa nggak sih jangan rusuh?! Rusak nih!" hardik gue, yang hanya ditanggapi dengan decakkan super menyebalkan. "Woy punya mulut, nggak? Minta maaf!"
"Salah sendiri, punya badan segede gapura tapi duduk di pinggir."
Namanya Isabella Nadhiratauahgelap, dan dia sudah menjadi teman berantem gue sejak minggu pertama dia menjadi anak baru di kelas ini—lebih tepatnya saat dia mendaratkan bola basketnya di dahi gue waktu pelajaran olahraga. Selain menyebalkan, sepertinya dia juga payah dalam segala hal. Akibat kepayahannya dalam segala hal itulah dahi gue sampai memar dan harus diperban selama beberapa hari.