02| Kurang dari Satu Malam

37 4 15
                                        

"Sejak awal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sejak awal

Hanung mengerti bila bukan sosoknya

Sekalipun ada detik dimana

Senyum itu tertuju padanya

Tetap saja

Bukan sosoknya."

This ending is about:

Hanung Sunggawa Chaniago
Aletha Karenina

Also

The one who had a big heart.

ALETHA

Jakarta, October 2022.

Mungkin di kehidupan sebelumnya gue pernah berbuat dosa besar, makanya Tuhan memenuhi hidup gue di masa sekarang dengan kesialan bertubi-tubi.

Pertama, gue harus kuliah di jurusan yang sama sekali nggak pernah gue bayangkan hanya karena kesalahan sesederhana salah mengclick nama fakultas saat pengisian formulir SNMPTN secara online.

Kedua, gue baru menyadari kesalahan itu saat pengumuman hasil SNMPTN. Gue diterima. Yah, kalau ini sih gue nggak heran. Nilai raport gue waktu SMA cukup mumpuni untuk menembus fakultas ternama di universitas itu, kok.

TAPI YA, TETAP AJA!

Sebenarnya, gue punya keinginan untuk masuk jurusan yang berkaitan dengan desain. Tetapi kenapa berakhir di fakultas Hukum? Gue nggak pernah suka apapun yang berkaitan dengan politik. Terlalu rumit dan memuakkan.

Seaakan belum cukup sial, masih ada yang ketiga.

Ternyata kuliah hukum itu susah! Gue harus tergopoh-gopoh mengimbangi ambisi teman-teman gue yang memang pada dasarnya punya minat dan bakat dalam bidang ini.

Dan... masih ada yang keempat. Justru yang ini merupakan kesialan paling sial di antara kesialan-kesialan gue yang lain.

Saat gue memasuki semester akhir dan harus magang di salah satu firma hukum yang cukup punya nama di Jakarta, gue harus berhadapan dengan atasan menyebalkan. Namanya Hanung Sunggawa Chaniago—tapi Pak Jimmy dan atasan gue yang lain memanggilnya Hasung. Ganteng sih, tapi sayang... kurang tinggi. Hobinya marah-marah, tetapi hanya kepada gue dan beberapa anak magang lain. Padahal gue sering melihat dia bisa bersikap santai saat bersama atasan gue yang lain. Tapi kenapa kalau sama bawahan dia nggak bisa santai, sih? Selalu suka tarik urat dan tarik kesabaran bawahan.

Agak aneh, memang. Gue juga nggak mengerti kenapa bisa begitu.

Nggak terhitung sudah berapa puluh kali gue dimarahi, padahal gue baru satu bulan magang di firma hukumnya. Salah sedikit, gue pasti disemprot. Sensitif banget kayak pantat bayi. Efek jomblo kali, ya?

STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang