Keindahan Pada Perjumpaan

62 3 1
                                    

Hari-hari berikutnya berada ditempat ini memang terasa membosankan. Namun aku tidak mau tinggal diam pada sebuah keadaan yang dimana aku bisa membuatnya menjadi sebuah seni pertunjukkan yang dapat membuat semua orang terkesan sesuai dengan apa yang kuingingkan.

Pada hari itu, tepatnya Rabu sore. Kami masih saja kosong tanpa kegiatan. Aku merencanakan kegiatan tentang kebersamaan dengan dalih untuk menambah keakraban. Padahal ini hanya semata-mata hanya untuk menciptakan kesempatan untuk dapat lebih jauh dalam berkenalan.

Kurencanakan ini dengan bersama teman-teman yang memang memiliki pengaruh dalam perkumpulan. Setiap ketua asrama kukumpulkan untuk menyiasati kegiatan ini dengan tujuan bisa terlaksanakan. Semua setuju, tanpa sanggahan "Ohh tidak ini begitu mudah buatku" gumamku dalam hati.

Ketika sore hari telah tiba kami membagi semuanya menjadi beberapa bagian agar lebih mudah untuk menempatkan ditempat-tempat yang ingin dibersihkan. Aku memberikan sedikit arahan agar si dia yang menjadi incaran bisa berdekatan ketika ditempatkan. Meski demikian aku menolak untuk menjadi satu penempatan.

Aku mendapat bagian kebersihan tempat peribadahan, sedangkan Kirana diruang makan. Letaknya bersebelahan sehingga memungkinkan untuk bisa mencuri pandangan. Sampai pada suatu ketika sebuah kejadian terjadi diluar perencanaan, kakiku tertusuk paku yang sudah bertagar menembus sandal yang sedang kugunakan.

"Awwww....!!" Teriakku sontak dengan keras.

"Kamu kenapa" ujar seorang perempuan sekelompokku yang aku masih belum tahu namanya.


Aku terduduk yang dengan segera mencabut paku yang menancap

"Kakiku tertusuk paku" ujarku sambil menahan rasa perih.

"wah pakunya bertagar, ini harus segera diobati. Tunggu sebentar aku ada p3k di kamar, biar aku ambilkan. Kamu jangan kemana-mana dulu, tunggu aku" ujarnya yang kemudian berlari ke asrama untuk mengambil peralatannya.

Aku masih terdiam dan bertanya-tanya dalam hati.

"Siapa dia kok baik banget dan tahu namaku juga lagi" gumamku dalam hati.

Tidak lama kemudian dia datang membawa kotak peralatan medisnya dan kemudia membersihkan kakiku dengan alkohol lalu memberikan obat merah dan dibalut dengan kassa dengan tujuan agar tidak infeksi.

Selama dia mengobati kakiku aku terus memandanginya.

"Wah perhatiaan banget sih dia, telaten sekali dalam mengobati" ujarku dalam hati.

Di sekolah ini kami memang ditanamkan jiwa korsa dan kami semua adalah keluarga. Sehingga sangat wajar jika semua saling tolong menolong. Namun aku tidak percaya bahwa kebaikan setiap perempuan itu tulus selamanya sebagai teman, selalu pasti ada yang menaruh hati dan menginginkan lebih dari sekedar persahabatan.

Aku memang tidak mengenal dia, namun aku malu jika harus menanyakan namanya. Karena dia sudah tahu namaku terlebih dahulu. Kupikir itu akan melukai hatinya jika aku menanyakan namanya langsung.

Otak ini mendadak bekerja dengan sangat keras tentang bagaimana caranya untuk mencairkan situasi diantara kami.

"Terima kasihnya udah ngobatin aku. Tapi apa ini nanti akan baik-baik saja?" tanyaku padanya.

"Ini hanya pertolongan pertama kok. Tapi lebih baik daripada tidak diobatin begini. Cuma nanti kalau ada apa-apa bagusnya kamu bawa kepuskesmas. Karena ini belum tentu bersih total di dalamnya. Paku yang bertagar itu bahaya, bukan pada rasa sakit diawalnya tapi efek dikemudian hari yang mengakibatkan infeksi itu yang diwaspadai." Ujarnya menjelaskan.

"wah mengerikan sekali. Tapi aku biasanya kena pecahan kaca sembuh kok dan enggak infeksi. Kamu nakutin aku aja ini." Jawabku dengan nada bercanda.

"iya beda kalau beling itu buat sobek kaki bawahmu aja, berdarah. Lukanya tertutup sembuh. Tapi ini paku yang bertagar. Kotoran dari paku ini yang tertinggal di dalam itu bikin infeksi." Jawabnya dengan agak emosi.

"Gimana kalau aku minta nomor hpmu, biar nanti kalau ada apa-apa aku hubungin kamu deh. Kayaknya kamu calon dokter pintar." Ujarku sambil tersebut.

Kemudian dia memberiku nomor handphone dan aku juga tidak lupa mengucapkan terima kasih padanya.

Selesai kegiatan dengan di kaki terpincang-pincang sambil dibantu sama teman, aku pulang dengan senyuman sambil terbayang-bayang.

"Fix, dia cantik" ujarku dalam hati setelah aku mempertimbangkannya.

Kebaikan yang luar biasa untuk sebuah permulaan, ketelatenannya dalam mengobati membuat pancaran inner beauty dalam dirinya benar-benar terpancar.

Selain kebawelannya ketika menjelaskan, ditambah senyuman yang samar-samar itu seperti kemanisan yang sedang tertutupi.

Itu adalah Lia, perempuan pertama yang berhasil menggagalkan rencana awalku.


Pangeran KancilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang