Tragedi rabu malam kamis part 2

13 0 0
                                    

Ira berlari cukup kencang. Dia tiba-tiba pingsan tepat di bawah pohon manga samping ruang kelas bersebelahan dengan gudang yang terkunci. Beruntungnya, banyak siswa-siswi yang sedang berada disana karena memang letak pohon manga ini berapa di jalur lalu-lalang. Sehingga ketika Ira pingsan disana sudah ada yang menolongnya. Begitu juga Rama yang mengejarnya tadi sudah berada disana dan ikut menggotong Ira untuk dibawa ke asramanya (asrama depan). Aku yang baru sampai hanya bisa berdiri bengong sambil melihat saja.

Untuk asrama depan, karena susunannya bukan kamar-kamar seperti asrama belakang (barak) kami siswa putra tidak diperkenankan untuk masuk. Kami hanya mengantar tepat sampai depan pintunya saja. Padahal kami sangat penasaran untuk masuk ke dalam. Di dalam sudah ada total dua siswi yang kerasukan, termasuk Ira dengan kondisi pingsan. Sebenarnya kami juga sudah melapor kepada Pembina sejak kejadian tadi pagi. Namun karena sempat berhasil kami tangani sehingga pembinapun belum menganggap hal ini sebagai hal yang darurat. Siang inipun kami melaporkan kembali. Sangat disayangkan, Pembina baru bisa hadir sore hari karena beliau sedang ada tugas di kerjaannya. Beliau berjanji nanti sore akan datang lebih awal dari biasanya beserta dengan juru kunci desa dan penjaga desa disini.

Selepas dzuhur kami makan siang. Suasana di ruang makan hari ini tidak seriang biasanya. Ada salah seorang camat asrama putri yang juga kerasukan di ruang makan ternyata. Tatapan matanya kosong dan kakinya selalu diayun ke  depan dan belakang, ketika ditanya dia hanya menoleh, melotot, dan tersenyum menyeringai. Sehingga mereka memutuskan untuk diam saja, selama dia tidak berbuat onar.

Ketika usai, diapun meminta untuk dituntun kembali ke asrama. Anehnya dia meminta hal tersebut dengan sangat sopan sekali. Seperti seorang nenek paruh baya yang sedang meminta tolong kepada cucunya. Siswi yang dimintain tolongpun merasa takut, namun kami kuatkan untuk menurutinya dengan jaminan kami siswa-siswa juga ikut mendampingi dari belakang. Untuk yang kali ini, cukup mengecawakan karena kami tidak diperbolehkan sampai depan pintu asrama, hanya sampai wilayah perbatasan asrama putri. Padahal kami yang ikut menemani masih sangat-sangat penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Aku berdua dengan Rama segera bergegas ke tempat rahasia kami setelah mengantarkan siswi-siswi tersebut.

“Huhhh…hari ini luar biasa banget rasanya. Baru ini, aku sekolah tapi banyak betul yang kerasukan. Padahal masih pagi” ujarku kepada Rama.

“Dulu di kampung kami juga pernah begini, malah lebih banyak daripada ini.” Sahut Rama dengan santai.

“Iya kampungmu kan kampung setan” ujarku cuek.

“Tapi masih mending ini, daripada malam?” timpal Rama.

“Haihhh…enggak ada capeknya apa jadi setan masuk-masuk terus ke tubuh orang?”, sahutku.

“Ahahaha.. ini kan gara-gara kita juga yang malam minggu kemarin begitaran.” Jawab Rama sembari tertawa.

“Ahaha tau gitu kemarin kita ngaji aja ya daripada begitaran disana.” Ujarku menimpali candaannya.

“Iya auto kita yang dirasuki.” Balas rama sambil ketawa.

“Aku kalau di rasukin langsung lari ke asrama depan pokoknya, enggak mau tau.” Balasku.

“Langsung masuk, langsung baring di kasur mereka ya, ahaha.” Ujar Rama.

“Iyalah tapi harus ada merekanya juga di dalam. Jadi aku bisa milih buat tiba-tiba pingsan.” Jawabku.

“Ahaha rusak sudah, fix. Eh btw tadi kamu ngapain hayo sama Lili di depan?” tanya Rama.

“Enggak ngapa-ngapain, dial oh lagi ketakutan gitu. Mana belum apa-apa ada yang datang ngabarin anak depan ada yang kerasukan juga katanya.” Jawabku.

“Kalau gak ada yang datang, emang mau ngapain?” tanya Rama menggoda.

“Iya gak tau juga, ahahaha.” Jawabku.

“Eh kamu tuh aslinya mau sama siapa Lili kah kok Kirana?” tanya Rama.

“Bisa dua-duanya gak sih?”, tanyaku balik.

“Kelasss, kalau untukmu se angkatan juga putri juga gak papa. Asal pacarku jangan." Kata Rama memperingatkan.

“Kok kamu malah yang pacaran duluan Ram?" tanyaku.

“Lah, makanya tadi pagi kita bisa masuk ke asrama belakang”. Kata Rama sambil tertawa sombong.

“Astaga, baru ngeh aku. Pantasan heran juga aku, ternyata…” jawabku

“Ahahaha, untung aku ingat kamu sama Lili, makanya ku ajak. Kalau enggak, ya aku gass sendiri.” Jawabnya dengan sombong.

Setiap habis makan, kami berdua Rama memang biasa nongkrong berduaan di tempat rahasia. Paling sering kalau seusai makan malam, kalau makan siang biasanya ketika lagi gak ada guru aja yang datang. Tempat rahasia kami juga sebenarnya cukup menyeramkan, karena merupakan gudang yang sudah gak dipake tapi gak dikunci. Sehingga kami bisa bersihkan sedikit dan bisa digunakan. Rama memang pemberani untuk urusan hantu-hantuan, berbeda denganku yang kadang takut dan kadang juga berani.

Siang ini karena kelelahan, kami memutuskan untuk tidur siang di asrama karena udah yakin bakal kosong sampai sore hari ini alias gak ada guru datang. Untuk penjelasan ada di bab awal. Sebelum benar-benar tidur, aku mengecek ponselku. Aku membaca-baca ulang sisa-sisa percakapan dengan Kirana. Rasanya aku ingin menghubunginya lagi. Tapi kupikir dia pasti sedang istrirahat juga. Aku mengurungkan niatku.

“Nanti sore aja ah aku datangin dia., sebelum main bola.” Gumamku dalam hati.

Sore ini, cuacanya sangat cerah. Cocok banget untuk olah raga dan melepas stress setelah dihantam acara kerasukan-kerasukan sejak tadi pagi. Beberapa ada yang membersihkan kelasnya. Kami yang putra, memilih bermain bola bersama warga sekitar dan ada juga yang jogging keliling desa. Sesuai dengan rencanaku, aku berniat mengunjungi Kirana dulu sambil menunggu yang lainnya. Biasanya kalau jam-jam sore begini, mereka udah pada habis mandi dan suka nongkrong di tangga depan sambil jajan-jajan pentol dan lain-lain.

Sebelum aku sampai ke asrama depan untuk memanggil Kirana, ternyata ada Lili yang sedang piket membersihkan kelasnya sore ini. Aku memutuskan untuk menghampirinya terlebih dahulu.

“Wihh… udah baikkan kah Lil kok udah nyapu-nyapu?”, tanyaku sambil berdiri di pintu kelas.

“Aku piket hari ini Dam, jadi mau gak mau.” Jawabnya dengan agak lesu.

“Ku bantuin kah Lil?” tanyaku sambil tersenyum.

Lili tidak menjawab, dia hanya seketika berdiri menghentikan kegiatan menyapunya sambil melihat ke arahku dengan senyum yang dipaksakan. Lalu melanjutkan kegiatan menyapunya kembali.

“Padahal aku udah semangat banget nih mau bantuin, tapi malah gak dijawab” ujarku

“Hhmmm…(menghela nafas) sini.. sini.., kamu Dam.” Jawab Lili dengan ekspresi kesal sambil melambaikan tangannya.

“Ahahahaha.” Aku membalasnya dengan tawa lalu kabur berlari ke lapangan.

   Dalam hatiku sebenarnya aku juga masih ingin berlama-lama disana, tapi apa boleh buat bukan sekarang waktunya. Disaat yang bersamaan, ketika aku berlari ke lapangan. Aku melihat Kirana sedang berjalan keluar asramanya, sepertinya dia ingin berbelanja ke warung bawah. Seolah ada getaran batin ketika aku menyadari keberadaannya, diapun juga melirik ke arahku. Namun tanpa senyuman dan lalu, berlalu begitu saja.

Aku bermaksud menunggunya di lapangan, karena kalau ke warung pasti melewati lapangan. Bukan bermaksud untuk menegurnya, hanya sekedar ingin berkontak mata saja. Sayang, dia justru lewat jalur samping. Mungkin karena disini banyak cowok, jadi dia malu. Didalam permainan sore ini, aku merasa seperti tidak terlalu fokus. Aku masih kepikiran dengan Kirana, pikiranku sedang berusaha untuk mencarinya. Disela-sela permainan aku tak sekali untuk menoleh ke arah jalan. Aku ingin melihatnya (lagi). Sore ini dia cantik sekali, kerudung persegi warna merah maroon, dan kemeja kotak-kotak warna ping abu-abu.

Cukup lama aku bermain dan menunggu. Aku memutuskan untuk fokus bermain saja akhirnya. Lagian nanti pas magriban juga pasti ketemu di mushola atau di ruang makan. Matahari sudah mulai meredup, keringat sudah mulai memandikan badan, dan nafas juga sudah mulai ngos-ngosan. Tak selang lama, Pembina kami datang dari tangga bawah, disusul oleh barisan siswi-siswi putri juga, dan disana ada Kirana juga. Ternyata mereka tadi habis ngobrol dengan Pembina kami di lapangan bawah.

Seketika itu juga kami semua yang anak-anak asrama dibubarin main bola. Kami disuruh baris di depan aula, ada hal yang mau disampaikan oleh Pembina kedisiplinan kami. Di dalam barisan, aku masih sambil mencuri-curi pandang untuk melihat Kirana sembari mendengarkan arahan serta penjelasan mengenai kejadian hari ini. Beberapa orang dari kami mendapat tugas untuk mengambil bubur merah dan putih nanti selepas magrib. Ditambah untuk yasinan bersama nanti di mushola habis magrib. Di infokan juga bahwa akan ada yang datang nanti habis isya’ yaitu juru kunci dan penjaga desa, sehingga kami diarahkan untuk bersiap-siap terutama dalam hal merapikan asrama jika sewaktu-waktu mereka nanti berkunjung ke asrama kami.

Wah sepertinya akan ada hal menarik nih nanti malam.” Gumamku dalam hati.

Pangeran KancilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang