Aku Tahu

26 2 0
                                    

   Aku berlari menuju anak-anak kelasku yang sedang bergotong royong membersihkan kelas dan lingkungan sekitarnya.

   Sebenarnya kelasku dan Kirana tidak jauh, kami hanya bersebelahan. Hanya saja kami menggunakan jalan yang berbeda untuk menuju kelas, karena tempat ini terbilang luas jika hanya untuk 71 orang saja.

   Sampai di kelas, ada Lia yang sudah memulai menyapu. Aku hanya menegur ringan saja. Kemudian aku mengerjakan bagianku, menyapu halaman. Aku alergi debu, makanya aku lebih memilih bagian yang di luar ruangan, karena lebih terbuka dan sejuk udara paginya. Maklum disini masih jauh dari pusat keramaian kota, udara juga masih sangat terjaga. Alasan lainku adalah sembari melihat Kirana yang sedang menyapu juga di teras depan kelasnya.

   Tidak lama kemudian, Lia mengahampiriku. Aku benar-benar terkejut, seketika aku melihat kanan kiri. Entah ada angin apa dia seberani itu menghampiriku di ruang terbuka. Sebenarnya hal ini biasa saja, namun untuk aku yang pemalu, ini bukanlah hal yang biasa. Tapi aku menikmatinya.

“Dam, tadi kata ketua kelas hari ini kita jam kosong lagi. Karena guru kelas kita gak datang. Kita nanti gantian sama kelas sebelah”, kata Lia

“Loh kenapa gak digabung aja kelasnya, bukannya malah enak belajar bareng terus selesai deh. Cepat selesai, cepat juga ke asrama”, jawabku

“Maunya juga gitu, tapi ketua kelas juga udah bilang begitu. Cuma gurunya nolak”, jawab Lia menjelaskan

“yahh, lama deh kita nungguin,” jawabku dengan nada kecewa

“Kita nongkrong dulu yuk ke kantin bawah. Mumpung jam kosong. Ada mereka juga tuh pada turun cari sarapan", ajak Lia

“wah boleh tuh, tapi aku selesaikan dulu ini ya. Sekalian aku ambil uang dulu di asrama”, jawabku

“iya aku tungguin kok. Aku juga mau ambil uang dulu di asrama. Nanti kamu kutungguin disini ya”, kata Lia

“Paling juga aku yang nungguin kamu. Kamu loh suka lama kalau sudah di asrama”, ledekku

“ahaha enggak kok, aku ambil uang langsung kesini”, jawab Lia sambil tertawa

   Entahlah, hari ini tanpa direncanakan malah terjadi hal-hal yang menyenangkan. Semesta memang hebat, untuk setiap manusia yang berada di bumi. Semesta mampu menghadirkan cerita-cerita yang tidak terduga dan berbeda-beda.

“Aku penasaran, cerita seperti apa yang akan terjadi hari ini”, gumamku dalam hati

   Setelah aku menyelesaikan tugasku, aku segera ke asrama untuk mengambil uang. Setelah keluar, aku terkejut. Karena Lia sudah menungguku ternyata.

“Wah ditungguin nih. Kamu kok gak bareng mereka tadi?",tanyaku

“Gak papa”, jawab Lia sambil tersenyum

   Kami berjalan bersampingan menuju kantin bawah. Dikatakan bawah karena lokasi sekolah kami memang berada di atas seperti bukit, sedangkan kantinnya ya di bawah, di luar area sekolah kami namun masih dekat.

“Kapan nih kita ke pasar malam lagi?”, tanyaku sambil berjalan

“iya nantilah, pasarnya kan juga seminggu sekali. Gak tiap hari Adam”, jawab Lia

“Iya sih bener juga, tapi aku maunya tiap hari”, jawabku

“iya kamu aja jualan sendiri, tiap hari”, jawab Lia

“Temenin”, jawabku menggoda

“Aku kan yang beli. Gimana mau nemanin, coba?", kata Lia

“Masih bisa, yang penting ada kamu di pasar itu. Bagus kok, aku merasa ada yang nemanin”, jawabku sambil tersenyum tipis

“Tapi gak tiap hari, malam selasa aja”, jawab Lia secara cepat disusul dengan  tawa

“Yah, sama aja bohong kalau gitu”, jawabku kesal

   Suasan seketika berubah sewaktu kami telah sampai di jalan raya, tepat di pagar sekolah kami.

“Aduh!”, teriakku

“Kamu kenapa?”, tanya Lia

“Aku salah injak batu nih. Pas kena di lukaku lagi. Sakit banget rasanya”, jawabku sambil memegangi kaki yang terbungkus sepatu

“Terus gimana, masih bisa jalan?”, tanya Lia dengan muka kawatir

“Bisa kok bisa, tapi pelan-pelan”, jawabku sambil mencoba berdiri

“Sebenarnya ini udah kering kok, hampir sembuh. Cuma, nyerinya emang belum hilang sepenuhnya”, kataku sambil mencoba berjalan pelan-pelan

Ketika sampai di kantin kami bersikap sewajarnya anak SMA yang sedang nongkrong. Bercanda, bercerita, tertawa, bergosip, dan ngemil bersama anak-anak yang lainnya. Aku juga menyempatkan sekitar lima detik waktuku untuk keluar dari semua kegiatan ini dan memilih untuk memandangnya. Cuma, ketika sudah ketangkap sama dia. Aku segera kembali pada semua kegiatan yang sedang berlangsung.

Tidak ada yang spesial, aku hanya sedang mengatakan padanya bahwa aku memerhatikannya, itu saja. Namun secara tersirat melalui bahasa tubuhku. Pada saat jam pelajaranpun, aku juga melakukannya.

Kata mereka, tujuan adalah hal yang penting. Tapi itu tidak berlaku untukku. Aku senang menikmati semua hal ini, tidak penting ada tujuan atau tidak, dan tidak penting ada arah atau tidak. Karena semua seperti apa yang kukatakan sebelumnya, yang terpenting aku menikmatinya.

Sampai saat jam pelajaranpun telah usai, kami semua kembali ke asrama. Ini adalah saat yang kutunggu-tunggu. Selain aku tidak sabar untuk bisa berkirim pesan pada Lia, aku juga tidak sabar untuk meneruskan penelitianku tentang informasi seputar Lia pada temanku.

Ketika di Asrama, aku segera mengunjungi temenku. Tentu saja, tidak lupa aku menceritakan semua yang terjadi padanya. Aku mengatakan secara eksplisit bahwa aku dekat dengan Lia dan kami sangat dekat.

“Kamu seriusan kah Dam?", tanya temenku diakhir ceritaku padanya

“Iya seriuslah, tapi kamu diam-diam aja jangan cerita ke orang”, jawabku

“Bukan itu maksudku, tapi kamu belum tahu kah soal Lia?”, tanya temanku

“Iya makanya aku tanya sama kamu itu karena aku gak tau apa-apa tentang dia. Kasih tau dong makanya biar aku tahu!”, jawabku

“Setahuku dia udah pacar di Kota asalnya, dan pacarnya itu temenku juga”, jawab temanku

   Aku tidak segera menanggapi, aku diam dengan perasaan campur aduk. Aku bingung harus mengatakan dan merespon seperti apa, meskipun sebenarnya tubuhku sudah meresponnya.

“Nahkan, dia gak ada cerita ya. Coba aja tanya ke Lia langsung, siapa tahu mereka udah putus makanya dia mau dekat sama kamu”, tutur temanku

“Oke, nanti aku tanya”, jawabku cepat

   Sekita aku pergi ke kamarku mengambil handphone untuk segera mengirim pesan. Tanpa memperdulikan apapun lagi, aku segera menulis dan mengirim pesan itu.

“Selamat Sore”, isi pesanku yang langsung kutujukan pada Kirana.

Pangeran KancilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang