Nanti

28 2 0
                                    

   Hari ini adalah hari Senin, pada hari ini kami melakukan upacara bendera untuk yang pertama kalinya dan didampingi oleh guru-guru. Kami semua berbaris sesuai dengan kelasnya masing-masing, tapi tidak denganku.
   Aku memilih masuk dalam barisan kelas sebelah, lebih tepatnya sepuluh tiga. Bukan tanpa alasan aku pindah barisan, selain karena ada teman yang kebetulan pada saat makan pagi tadi kami masih berbincang-bincang cukup hangat terkait Lia. Karena semenjak malam itu, aku menjadi semakin penasaran dan ingin mencari tau tentang dia lebih jauh tapi melalui temannya dulu sewaktu SMP.
   Didalam barisan aku mendapatkan kejutan yang tidak aku rencanakan sebelumnya, yaitu aku berdiri tepat di belakang Kirana. Ini benar-benar sebuah kesempatan yang tidak akan datang kedua kalinya. Tapi aku benar-benar tidak tau harus melakukan apa. Selain karena aku sedang upacara juga karena temanku.
   Topik kami tentang Lia, tentu akan terdengar berbeda jika pada saat yang sama aku malah menanyakan Kirana yang juga teman sekelasnya. Aku benar-benar bingung, hatiku terburu-buru, perasaanku ingin sesegera mungkin upacara ini berakhir. Tapi aku juga masih ingin terus berada di dekatnya.
   Isi kepalaku berisik sekali, mereka sedang berdiskusi tentang narasi dan skenario seperti apa yang pas untuk kugunakan dalam mendekati Kirana hari ini.

   Sampai saat upacara telah berakhir. Ternyata sebelum kami dibubarkan kami masih disiagakan di lapangan untuk mendengarkan sedikit pengarahan dari Pembina Kedisiplinan. Isi dari pengarahan tersebut adalah tentang bersih-bersih bersama sebelum memulai kegiatan belajar mengajar hari ini.
   Entahlah, apa yang terjadi mendadak aku seperti mendapat angin segar, ini kesempatanku. Aku punya sedikit waktu sekitar tiga menit untuk melancarkan aksiku.

   “Hai, kamu tadi kok gak nyanyi ya pass upacara?” tanyaku langsung pada Kirana setelah barisan dibubarkan untuk bersih-bersih.

   Aku benar-benar menfaatkan waktu yang sedikit ini. Kugunakann seluruh indraku untuk fokus memerhatikan semuanya tentang dia sebagai informasi untuk bahan komunikasi kedepannya nanti.

“Aku nanyi kok”, jawabnya dengan suara lirih sambil tersenyum-senyum malu

   Dia terlihat lucu sekali, aku sangat yakin dia pasti kaget tiba-tiba ada aku yang menegurnya. Secara, kami kan memang belum saling mengenal, lebih tepatnya hanya aku yang menyadari hadirnya. Sedang dia, aku tidak tahu apakah dia juga menyadari kehadiranku.

“Tapi aku gak dengar suaramu tadi?”, jawabku dengan percaya diri

“Kan suaranya banyak, mungkin kamu aja yang gak dengar”, jawab Kirana sambil sedikit merengut

   “oh iya juga sih, kalau begitu kita kenalan dulu biar nanti aku bisa bedakan diantara banyaknya suara, ada suaramu juga.”, jawabku dengan tersenyum sambil menyodorkan tangan.

   “Namaku Kirana, kamu Adam kan?’, sambil menerima tanganku, raut wajahnya juga mulai berubah dari yang tadi.

“Siapa”, jawabku sambil mendekatkan telinga seolah aku tidak mendengar jelas jawabannya dengan tangan masih bersalaman

“Kirana!!”, jawabnya dengan intonasi sedikit tinggi.

“Suaramu kecil banget sih, aku gak dengar tapi bagus kok kamu teriak. Suaramu jadi terekam dan aku sudah hapal”, jawabku sambil meledek

“kamu Adam kan?”, jawab Kirana mengulangi pertanyaannya tadi.

   “Nanti ya aku kasih tau, aku mau bersih-bersih dulu gak enak sama yang lain. Daaa”, jawabku dengan raut wajah sumringah dan berlari menuju anak-anak kelasku yang sedang bersih-bersih.

   Terus terang, sebenarnya aku juga ingin berlama-lama berbincang dengannya, tapi aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagia ini dari wajahku. Aku benar malu, jika dia mengetahuinya.

Pangeran KancilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang