Kita Perlu Jujur

11 0 0
                                    

Siang di ruang makan. Ini adalah bagian favoritku, karena setiap sabtu siang kami makan siang dengan pakian bebas pantas bukan seragam. Disela-sela waktu makan siang, aku menyempatkan diri untuk curi-curi pandang pada Kirana. Walau tempat duduk kami berjauhan dan terhalang oleh anak-anak lain, tapi tetap saja aku bisa melihatnya. Untuk memastikan bahwa dia hari ini kenyang, sehingga aku tidak perlu menanyakannya kembali. Sayang, dia siang ini memakai pakaian dinas luar.

"Ummm... sepertinya dia mau ijin berlibur..", gumamku dalam hati.

Seusai makan siang, aku segera bergegas ke asrama. Langsung saja aku mengambil handphone dan baring-baring diranjang favoritku. Terus terang, aku benar-benar gemes sekali ingin menghubungi Kirana. Aku ingin menanyakan, dia mau pergi kemana.
Tiba-tiba teman sekamarku datang, dia melihatku dalam keadaan yang berseri-seri.

"Kamu kenapa kok senang betul kulihat ?", ujarnya

"Biasa aja, itu na cuacanya cerah", sahutku sambil tersenyum sumringah.

"Ohh gitu, untung aja ini bulan Maret", jawabnya sedikit sinis.

"Lah emang kenapa, kok Maret?", tanyaku penasaran.

"Kalau bulan Juni hujan, kata pak Sapardi", jawabnya sambil melawak.

Teman sekamarku ini memang hobinya melawak, kami semua memberikan dia gelar "Ketua Asosiasi Pelawak" atau disingkat "KAPAk". Selain itu dia juga berbakat untuk menjadi sastrawan, dengan tulisan tangan yang lebih baik jika diketik atau dituliskan orang lain.

Selesai dengan dia, aku segera pergi keluar. Niat hati ingin membeli sop buah, karena pas banget untuk siang-siang terik begini. Tanpa disengaja, di depan asrama aku melihat Kirana. Dia sedang berjalan menuruni tangga dengan tas besar, pakaian dinas luar, dan jilbab persegi warna hitam. Itu menandakan dia sudah mau berangkat untuk berlibur. Jadi sebelumnya asrama putra ini memang segaris lurus dengan asrama putri yang depan. Asrama kami dipisahkan oleh 3 kelas untuk ruang belajar dan 1 sekretariat. Jika ingin berlibur atau pesiar, setiap siswa wajib menuliskan berita acara keberangkatan dan kepulangan. Pada saat itulah aku tak sengaja menemukannya. Dalam moment sepersekian detik ini, dia juga secara reflek memandang ke arahku. Kami benar-benar bertatapan, dari mata ke mata. Buatku walau hanya sekian detik, aku cukup jeli dalam melihat cekungan di pipinya yang hampir naik. Itu sangat jelas, bahwa ada senyuman yang tak sempat untuk dilepaskan.
Keinginanku untuk segera menghubungi dia benar-benar semakin bertambah dan menggebu-gebu. Namun anehnya justru aku jadi bingung mau memberikan pesan apa padanya. Perasaan ini sudah terlalu riang, hanya dengan merasakannya saja.
Aku memutuskan untuk mengurungkan niat ke warung sop buah. Aku memilih untuk kembali ke asrama dan tidur siang saja. Aku ingin meneliti lebih jauh tentang yang terjadi pada diri ini. Aku benar-benar tak mengerti, mengapa aku bisa seriang ini hanya dengan merasakannya saja. Padahal aku sama sekali juga belum mengetahui perasaannya padaku.
Tapi sudahlah, aku tidak ingin terlalu banyak berpikir. Beberapa hal, ketidaktahuan itu memang lebih baik. Setidaknya, aku tahu bahwa perasaan ini menyenangkan. Ini saja sudah cukup dan baik sekali. Aku yakin, perasaan ini juga akan selalu menyenangkan.

"Hati-hati di jalan ya.. *emot senyum", pesan yang ku kirim pada Kirana.

Pangeran KancilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang