11. Sweet Talk

33 6 1
                                    

Cek part sebelumnya biar remember~

Nara memasuki apartemen dengan tergesa. Dia menolak diantar pulang oleh Chenle dengan alasan tidak mau merepotkan.

Sesampainya didepan pintu, Nara segera memasukkan kode dan memasuki 'rumahnya'.

"Untung nggak ketemu Jeno," kata Nara.

"Kan ketemunya langsung dikamar biar seru."

Nara terpaku, bagaimana bisa Jeno berada dikamarnya sedangkan tidak pernah ada yang tahu kode apartemennya.

"Gausah mikir gitu dong, aku tahu semua hal tentang kamu kok," Jeno berjalan mendekati Nara.

"Kok dia tahu pikiran gue?!"

Jeno hanya tersenyum.

"Tolong Jen, gausah aneh aneh. Gue capek," pinta Nara.

Nara memohon kepada Jeno, walaupun ia tahu tidak ada gunanya sama sekali.

Jeno berjalan memojokkan Nara.

"Jeno tolong jangan!" Nara memohon.

Jeno memegang pundak Nara dan menekannya sangat kuat ke tembok.

"A-aw! Je-jeno sakit!" Nara sedikit berteriak.

"Sakit ya?" Jeno semakin menekan pundak Nara.

Nara menahan rasa sakit dengan menggigit bibir bawahnya sangat kuat.

"Jangan gigit bibir dong sayang, nanti berdarah."

"Oke L-lo mau apa?" Nara yang kesakitan pun menyerah dan menuruti perkataan Jeno.

"Mau kamu lebih sakit."

●○●

Renjun yang gabut sedari tadi hanya membuka dan menutup ponselnya. Berharap ada yang nge-chat padahal kagak.

"Kok nggak ada yang ngechat orang ganteng sih? Gabut banget mamank!"

Seperti di film kartun muncul sebuah lampu disamping kepala Renjun menandakan ada ide.

"Samperin tetangga deh~"

Renjun beranjak dari kasurnya. Dengan hanya menggunakan piyama moomin dan sendal tidur moomin kesayangannya dia keluar dan berjalan menghampiri rumah Nara.

"Tumbenan pintunya kebuka, nguping dulu deh, hehe."

Renjun melancarkan aksi mengupingnya.

"Oke l-lo mau apa?"

"Mau kamu lebih sakit."

"Wah ada yang nggak beres nih."

Tanpa permisi Renjun langsung memasuki rumah Nara. Berasa rumah sendiri.

"Yuhu spada, tetangga gantengmu datang!"

Hening, tidak ada jawaban.

"Nara? Tetangga marah loh dicuekin!" Renjun masih ngomong.

Renjun pun menghampiri kamar Nara dan mendorong pintu tersebut.

"Bangsat, lo siapa anjing!" Renjun yang marah pun langsung menarik dan melemparkan lelaki dihadapannya kedinding.

Bagaimana tidak marah kalau dia melihat lelaki itu memukuli Nara dengan keadaan hampir naked dan tubuh penuh luka lebam.

Dengan segera Renjun mengambil selimut dan menutupi tubuh Nara.

"Udah gausah nangis, ada gue," kata Renjun.

Lelaki yang menyebabkan Nara seperti ini masih setia menutupi wajah tampannya dengan masker dan kacamata jametnya, juga dengan topi yang menutupi matanya. Seperti sudah tahu hal ini akan terjadi.

Renjun pun menarik paksa topi pria itu, tapi pria itu berhasil kabur.

"Dia siapa sih?"

"Ren-renjun," panggil Nara lirih.

"Eh yaampun lupa ada Nara."

Renjun mengambil air dan memberikannya kepada Nara.

"Nih minum."

"Makasih,"

"Maaf nih sebelumnya, boleh gue obatin lebam lebam dibadan lo?" Tanya Renjun.

Nara mengangguk.

"Obatnya ada dimeja itu," Nara menunjuk sebuah meja.

Renjun berjalan menghampiri meja tersebut dan mengambil obat yang akan digunakan. Hingga netranya tertuju pada obat yang janggal.

"Jun," panggil Nara.

"Eh iya."

Renjun segera menghampiri Nara.

"Karena gue nggak tau dimana letak pakaian lo jadi tutupin kaki lo pake selimut ini oke."

Renjun memindahkan selimut yang sebelumnya menutupi tubuh Nara untuk menutupi kaki Nara.

"Bilang bilang kalo sakit."

Nara hanya mengangguk.

"Serem bat dah badan Nara, sekali pegang ancur," batin Renjun.

Dengan telaten Renjun mengolesi obat itu dipunggung Nara terlebih dahulu.

Disela aktivitasnya mata Renjun tertuju pada sebuah jahitan cukup panjang yang berada disebelah kiri atas punggung Nara.

"Lo punya trauma, iyakan?"

-
Ninuninu

Ngeeeengg

Breeeeemm

Tin tiiin

Vommentnya gays!

My Youth; ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang