[03]

1K 119 4
                                    

🍁

"Kamu di sini dulu ya. Abang mau ngurus administrasi" perintah itu Junkai tujukan pada sang adik perempuan nya,May.

May hanya mengangguk menyetujui perintah sang kakak.

Karna memang sudah meminta izin pada adiknya, Junkai pun mulai melangkah menjauh. Yatuhan andai ada yang paham
Kalau sekarang ini setiap langkah Junkai sedang di penuhi beban berat. Beban yang mengatakan dia harus membayar rumah sakit pakai apa?
Berhutang lagi? Hutang kemaren hari saja masih belum dia bayar, bagaimana sekarang bisa berhutang.

"Selamat malam"

"Malam. Saya mau tanya admistrasi pasien atas nama Wang Momo"

"Wang Momo!? Maaf tuan administrasi Pasien atas nama Wang Momo sudah di selesaikan"

Kening Junkai mengerut "sudah di selesaikan? Maksudnya"

Suster tersebut tersenyum sejenak "beberapa menit yang lalu sudah di bayar oleh gadis cantik yang katanya adalah calon pacar anda"

Junkai makin bingung
Apa kata nya?
Sudah di bayarkan oleh calon pacarnya?

Siapa?
Hyewon? Eh Hyewon itu pacarnya bukan calon.

Lalu siapa?

"Pangeran wang"

Panggilan itu lantas terlintas bagaikan kilat di otak Junkai

Arin?
Ya gadis itu
Junkai yakin gadis manja yang menyebalkan itu pelaku nya.

🍁🍁🍁


Paginya entah karena terlalu lelah atau bagaimana. Mark pagi ini terlihat bangun kesiangan.

Ah,ralat. Lebih tepatnya dia belum bangun sampai sekarang.

Arin sudah berdecak sebal di ruang tengah, tidak tahan lagi menunggu. Dengan langkah yang sengaja dia hentakkan, gadis manja itu kembali menuju lantai dua.

Iya, kamar Mark itu berada tepat di samping kamar Arin.

Tok..tok

"Mark cepetan. Kau membuang-buang waktuku pemalas"

Masih belum ada jawaban

Bugg

Arin mulai menendang nendang kasar pintu. Tapi yang di dalam masih setia berada di alam mimpi.

Sial Mark.
Kenapa kau bisa tidur senyenyak itu sementara majikanmu sedang dalam nuansa mood yang tidak baik.

Kau dalam masalah tuan Lee.

"Arin, kamu ngapain nendang-nendang nanti pintunya rusak sayang" Sowon menghampiri, karena sedari tadi suara kegaduhan itu menganggu acara memasaknya di dapur.

"Mark ma, dia ga bangun. Ih pecat aja" kesal Arin

Sowon menaikkan alisnya samar.
Tumben sekali belum bangun, pikirnya.

"Ck mungkin dia capek. Biarin aja, lagian kan ini Minggu"

"Ih ma kok di biarin? Enggak. Hari ini Mark harus ajarin aku naik sepeda"

Sowon mengurutkan keningnya samar "naik sepeda?"

"Iya. Aku harus bisa naik sepeda, biar pangeran Wang ga marahin aku lagi"

Sowon tersenyum. Ah anaknya ini selalu saja rela melakukan hal apapun demi pangeran Wang nya itu.

Meski Sowon tidak tau siapa itu pangeran Wang, tapi Sowon cukup berterima kasih pada namja tersebut karena gara-gara dirinya. Arin mulai berani keluar dari zona nyamannya.

Sowon acak sejenak pucuk kepala Arin, lalu memberikan kunci cadangan.

"Ini buka pintunya, tapi bangunin Mark nya harus dengan baik. Ga boleh teriak-teriak lagi, sayang dianya"

Arin mengambil cepat kunci di tangan Sowon. Kalau sedari tadi dia ingat ada kunci cadangan. Pasti dia tak akan mau menendang-nendang pintu itu.

"Mama kok sayang banget sih sama Mark. Dia kan cuma pekerja di sini" ketus Arin

"Jelas dong mama sayang,dia kan calon mantu mama"

"Eh apa?" Arin berbalik untuk mengkoreksi ucapan Sowon, tapi tak jadi. Gara-gara Sowon sudah lebih dulu berjalan meninggalkan nya.

Arin mendengus.

Mamanya itu dari dulu selalu seperti itu

Selalu mengatakan Mark menantunya.

Ih apaan sih

Emang Arin mau sama Mark? Ya jelas tidak.

Tak ada yang menarik dari Mark untuk bisa membuat Arin jatuh hati.

Mark itu terlalu biasa di mata Arin.

Ceklek'

"ck dasar bodoh" umpat Arin

Dia sudah memasuki kamar Mark.
Aura mukanya makin kesal kala melihat Mark masih tertidur nyaman.

Dengan langkah kesalnya Arin mendekat, lalu mencondongkan badannya. Setelah merasa wajahnya sudah sejajar dengan Mark. Arin langsung saja berteriak

"MAAARRRKKKLEEE"

Bugg

"AKKHH"

"aww"

Arin meringis kesakitan kala kepala Mark menghantam keras kening mulusnya.

"YAKK MARKLEE KAMU DI PECAT"

🍁

"Maaf nona" Mark masih setia mengompres kening Arin yang masih kesakitan.

Ya, mereka masih di kamar Mark, dengan Arin yang duduk di ranjang Mark sambil menahan tangisnya yang bahkan sudah pecah dari tadi.

"Mark hiks dasar bodoh hiks keningku sakit kau harus tanggung jawab hiks" Arin terus mengeluh, terus saja menyalahkan Mark. Tapi meski begitu dia tetap saja membiarkan Mark mengobati sakitnya.

Mark tidak tau harus apa sekarang

Di luar dia memang memasang wajah bersalahnya.
Tapi percayalah, dalam hati namja Kanada itu sudah ingin sekali menertawai kebodohan Arin.
Belum lagi cara menangis Arin itu sangat lucu.

"Maafkan aku nona"

"Sudahlah" Arin menarik paksa lengan kaos putih polos Mark, Mark sedikit tersentak. Dia pikir kenapa Arin menarik lengan bajunya. Tapi ternyata gadis manja itu hanya ingin mengelap ingus.

Hah menjijikkan

"Itu hukuman. Cepat ganti baju mu, hari ini kamu harus ngajarin aku naik sepeda"

 Cepat ganti baju mu, hari ini kamu harus ngajarin aku naik sepeda"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[✓]Big BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang