[08]

1.1K 107 4
                                    

🍓🍓🍓

"MARKLEE"

Bug

Mark tersentak kaget ketika pintu kamarnya di tendang kasar oleh Arin. Sosok gadis yang telah menggunakan seragam sekolah itu terlihat murka. Wajah cantiknya yang berwarna putih pucat, sekarang di telan merah menyala.

"Kamu harus tanggung jawab. Lihat gara gara kamu bibir aku luka. Lihat juga leher aku. Yak apa yang kamu lakukan semalam padaku" kesal Arin sambil terus menendang nendang kaki Mark.

Mark mengaduh kesakitan. Serius, tulang keringnya sakit. Apalah dia, ingin menghindar tapi takut Arin makin murka.

"Maaf nona" untuk saat ini hanya itu yang bisa Mark kata.

Arin mendengus sebal. Dia tak lagi menendang kaki Mark. Kali ini hanya tatapan mematikan yang dia lempar. Mark meremang melihat tatapan itu. "Obati bibir dan leherku. Cepat. Aku ga mau sekolah sebelum bibir dan leherku sembuh" Arin hempaskan tubuhnya di ranjang milik Mark

Mark yang bingung sendiri harus bagaimana. Berusaha saja mengambil kotak p3k dari atas meja belajarnya.

Berusaha sehati-hati mungkin mengobati pinggiran bibir Arin yang luka. Mark ingat! Ini ulahnya semalam. Ah.. sial! Bibir ini terlalu manis untuk Mark lepas, dia gemas sendiri. Dan tanpa sadar melukainya. Maafkan Mark, Arin. Dia juga lelaki normal yang pantang di pancing.
Dan ini semua padahal jelas salah Arin. Dia duluan yang memulai meraup bibir Mark. Jadi harusnya dia tak menyalahkan Mark sepenuhnya.

"Lehermu juga lebam" tutur Arin pas menyadari ada satu bekas berwarna biru keunguan di sisi leher Mark

Mark tersenyum canggung dan cepat cepat menutupnya. "Aku menggigit lehermu semalam" tutur Arin polos sambil mengingat-ingat dimana dia sempat mengambil kendali dalam permainan mereka. Tangannya menyingkirkan cepat tangan Mark lalu dia usap sebentar bekas biru keunguan tersebut.
Mark meremang tertahan ketika jari lentik itu mengusap lembut lehernya. Hah usapan itu terasa seperti sebuah godaan.

Dengan muka yang bersemu malu. Arin tatap kembali kenari coklat tua di depannya ini. "Boleh aku memintanya lagi" tuturnya tanpa melepas tatap mereka. Mark tak menjawab, dia mengerti maksud Arin.

"Sekali lagi. Aku ingin mencicipi ini" ibu jarinya mengusap sejenak bibir bawah Mark.

Itulah seorang Choi Arin.
Gadis manja dengan tingkah laku yang tak pernah bisa di duga.
Gadis manja yang sifatnya berubah-ubah tiap waktunya.

Semalam sebelum menginginkan sebuah ciuman dia juga sempat murka. Dan pagi ini juga? Ah, dia memang gadis yang susah di tebak.
Mark tak mengerti kenapa Arin tiba-tiba meminta hal seintim itu. Tapi yang jelas, setidaknya Mark bahagia. Bahagia karena menjadi yang pertama mencicipi lembutnya benda kenyal milik majikan manja nya.
Mark memang kalah banyak dengan sosok Junkai. Tapi hari ini Mark rasa dia menang telak dari Junkai.

Mark meriah ibu jari Arin. Tanpa di duga namja berdarah Kanada itu mengecup lama jemari itu.
Arin mematung, rasanya aneh. Darahnya berdesir lancar. Matanya yang bulat meneduh ketika Mark menatapnya dengan sebuah tatapan yang terasa penuh dengan ketenangan.
Senyum tipis,tertangkap mata indahnya.

Tangan kekar yang biasa membawa belanjaan Arin. Perlahan memberanikan diri menangkup dua sisi wajah Arin. Senyum hangat itu belum luntur. Masih terlukis indah, meski sudah mulai mendekat ke arahnya. Tapi tetap saja itu indah.
Arin tau apa kelanjutan gerakan Mark. Dengan nyamannya gadis berponi itu menutup mata. Menunggu sebuah bibir yang mungkin akan kembali bertemu dengan bibirnya.

Chup. Mark langsung menangkap bibir Arin dan melumatnya. Bagai botol bertemu tutupnya, mereka saling raup agresif. Tangan lentik Arin melingkar indah di leher Mark.

[✓]Big BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang