P R O L O G

68 8 3
                                    

Dulu, kala gue sering banget lihat berita tentang pasangan yang menikah tapi age gap-nya itu jauh banget, gue spontan mendecih dan mikir ‘itu orang gila apa? Kok mau-maunya sama om-om, bapak-bapak, bahkan kakek-kakek gitu?  Otaknya kemana?’. Ya gimana ya? Terang aja, menurut gue agak menyimpang aja gitu. Apalagi banyak tuh yang mau sama om-om atau bapak-bapak atau kakek-kakek yang cintanya tuh bukan sama manusianya tapi sama duitnya. I said banyak, bukan semua loh ya. Karena gue juga tahu, nyatanya ada yang bertahan sampai bertahun-tahun dan membuktikan cinta mereka itu tulus.

Dan ketika pertanyaan semacam yang gue lontarkan sampai kepada mereka, satu jawaban paling mendominasi sekaligus paling buat gue muak. Atas dasar perspektif kalau cinta itu buta. What the hell, bitch. Serius, gue benci banget quotes sejuta umat yang menyisihkan logikanya demi yang namanya cinta itu. Seakan-akan cinta itu memang se-worth it itu dibanding logika. Seolah-olah mereka bisa hidup abadi hanya karena cinta. Seriously, gue pengen muntah.

Tapi, Tuhan itu memang pinter banget menyusun cara untuk mempertemukan hambanya dengan karmanya. Kalau kamu inget, tadi gue bilang dulu. Dan gue lebih menghargai kalau kalian gak tanya sekarang gimana? Karena dengan segala logika yang gue junjung tinggi, gue gak punya dasar apapun untuk mengakui bahwa, gue udah bertemu sama my fucking karma.

Iya. Lo lo benar. Time flies, and fate is so mysterious as its creature. Gue jatuh cinta pada dia yang umurnya dua belas tahun lebih tua. 

Sebentar, jangan tertawa. Bilang ke gue dulu. Karena sama kayak lo sekalian, gue sendiri juga pengen tertawa.

Ha ha.

•••••

INVERSION : ketika hati berbalik melawan logikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang