WEIS 31 (end)

742 47 2
                                    

Calista dan Sagara telah sampai dimana Iqbal dirawat. Calista menghela napas menatap pintu yang ada di depannya, "lo yakin Iqbal dirawat disini?"

"Gue nggak bohong Lis, gue udah kesini tadi. Sekarang mending lo masuk, Iqbal butuh lo banget."

Calista mengangguk, perlahan dia membuka pintu yang bertuliskan VVIP 1. Setelah sukses membuka pintu, mata Calista menatap brankar, disana sudah ada Iqbal yang matanya masih terpejam.

Calista berjalan menghampiri Iqbal yang masih terbaring di brankar. Perlahan Iqbal membuka matanya, mungkin dia sedikit terganggu. Iqbal membulatkan matanya setelah mengetahui siapa orang yang telah mengusiknya, Iqbal merubah posisinya menjadi duduk.

"Lo nggakpapa Bal?" tanya Calista yang menyiratkan rasa khawatir.

"Gue nggakpapa," jawab Iqbal sambil menatap Calista.

"Lo nggak usah bohongin gue," Calista mengetahui apa yang sedang terjadi dengan Iqbal. Cidera yang dialami Iqbal cukup serius. Dia harus absen dari sepakbolanya dan harus melakukan rawat jalan selama tiga bulan.

"Gue nggak pandai bohong ya?"

"Gue marah sama lo!" Calista sedikit meninggikan suaranya agar terlihat dirinya sedang marah.

Iqbal mengernyitkan dahinya, memangnya dia salah apa?
"Kenapa marah?"

Calista mengehela napas sebelum membalas pertanyaan dari Iqbal, "karena lo salah. Lo udah banyak banget bohongin gue. Dan juga lo hampir di keluarin dari timnas demi gue."

Calista mengingat saat kejadian di rumah sakit, yang tiba-tiba Iqbal datang untuk menenangkannya saat mengetahui bahwa Ayahnya telah meninggal dunia. Sebelumnya Calista bertanya pada Iqbal bahwa dia sibuk atau tidak, tapi Iqbal menjawab bahwa tidak sibuk sama sekali. Padahal faktanya Iqbal meninggalkan latihan demi dirinya.

Yang kedua, saat Calista yang mengatakan bahwa dirinya sakit kepada Iqbal. Iqbal langsung datang ke rumah Calista dan ternyata Calista tidak apa-apa. Dia hanya merasa kesepian, Iqbal yang tahu itu hanya menghela napas. Padahal saat itu juga dia ada tes yang tidak boleh ditinggalkan.

"Gue nggak mau buat lo sedih," jawab Iqbal disertai senyuman yang begitu manis.

"Gue ngerasa bersalah banget sama lo Bal. Gara-gara gue lo hampir dikeluarkan dari timnas. Padahal itu mimpi lo."

Iqbal diam, dia juga berpikir kenapa dia membela orang yang sudah memiliki kekasih bahkan kekasihnya itu satu tim dengan dirinya, "lo ngapain kesini? Nanti kalau Witan tahu gue bakal dimarahin sama dia."

Calista kembali mengingat kejadian satu jam yang lalu, "gue udah putus sama Witan."

"Kenapa?"

"Witan selingkuh," Calista kembali terlihat sedih dan kecewa.

"Akhirnya ketahuan juga."

Calista mengernyitkan dahinya, apa maksud dari perkataan Iqbal, "jangan-jangan lo udah tahu lagi kalau Witan selingkuh?"

Iqbal menghela napas, "sebenarnya gue udah tahu dari dulu, cuma gue nggak berani ngomong sama lo. Gue nggak mau lo jadi sedih, lagipula itu bukan urusan gue."

"Iya juga sih."

Suasana menjadi hening, mereka diam dengan pikiran masing-masing. Iqbal yang sibuk merangkai kata. Sedangkan Calista sibuk mencari topik pembicaraan.

"Iqbal," panggil Calista membuat Iqbal menoleh.

"Apa?"

"Karena gue ngerasa bersalah banget sama lo. Lo boleh deh nyuruh gue apapun, yang penting rasa bersalah gue itu bisa terbayar."

Iqbal diam, kenapa tiba-tiba Calista berbicara seperti itu?
"Yakin?"

"Iyalah," sebenarnya Calista sedikit ragu. Iqbal akan menyuruhnya seperti pembantu atau malah seperti ratu. Sepertinya tidak mungkin dia menyuruhnya menjadi ratu.

"Karena gue harus rawat jalan selama tiga bulan, dan selama tiga bulan itu lo harus temenin gue. Gimana mau?"

Calista berpikir, sepertinya tidak terlalu berat bila harus menemani Iqbal dalam proses rawat jalan, "oke."

"Kalau gue nyuruh lo jadi cewek gue, lo mau nggak?"

Calista bingung, Iqbal yang tiba-tiba menyuruhnya menjadi kekasihnya. Calista harus apa.

"Ini udah kedua kalinya gue nembak lo, harapan gue sih lo nerima gue."

Calista tersenyum, entah senyum dengan jawaban iya atau malah menunjukkan jawaban tidak.

"Kok senyum sih, gue tahu pasti lo mau kan jadi cewek gue?"

"Kalau gue nggak mau?"

"Ya gue harus terima dengan dua tolakan."

"Gue mau kok."

Iqbal yang mendengar jawaban itu langsung tersenyum bahagia, dia merentangkan kedua tangannya agar Calista memeluknya. Tiba-tiba pintu terbuka membuat keduanya menghentikan kegiatannya.

"Maaf mbak, jam kunjung pasien sudah habis. Dilanjut besok lagi."

Calista melihat jam yang ada di dinding kamar Iqbal, masih menunjukkan pukul tujuh malam, "lo sehat kan Gar?"

Itu adalah Sagara, mungkin Sagara sudah lelah menunggu diluar jadi dia masuk ke dalam ruang rawat Iqbal dengan menjadi seorang perawat.

"Kalian nggak kasihan apa sama gue, gue harus rela digodain sama suster-suster yang kurang belaian."

Iqbal dan Calista tertawa melihat ekspresi Sagara.





TAMAT




----------

Yeeeeeeeee

Akhirnya Be Weis selesai juga, gimana endingnya guys?

Calista jadi sama Iqbal. Setuju nggak?
Setuju nggak setuju ya harus setuju sih

Yang awalnya aku hampir putus asa karena cerita ini tidak selesai juga, dan sekarang aku tersenyum bahagia.

Jangan lupa vote dan komen ya

Aku ucapin terimakasih buat kalian yang sudah mau membaca cerita ini dan memberikan dukungan. Terimakasih ya kalian setia membaca cerita ini.

 Be WEIS (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang